ACC: Polda dan Kejati Sulsel Tertutup Soal Kasus Korupsi

Kepolisian membantah dan meminta publik paham

Makassar, IDN Times - Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi menyebut penanganan kasus korupsi di Sulawesi Selatan terkesan tertutup dalam lima tahun terakhir. Baik Kepolisian Daerah (Polda) maupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) dianggap belum menerapkan keterbukaan informasi untuk diakses publik secara luas.

Direktur ACC Sulawesi Kadir Wokanubun mengatakan Polda Sulsel belum pernah merespons positif permintaan informasi dan data penanganan kasus korupsi. Hal yang sama terjadi di Kejati, bahwa keterbukaan informasi menjadi barang yang mahal untuk publik.

“Padahal akses informasi data sangat penting dalam membangun singerji pencegahan dan penindakan kasus korupsi,” kata Kadir melalui keterangan Catatan Akhir Tahun 2019 ACC Sulawesi, yang diterima IDN Times di Makassar, Senin (30/12).

1. Sebanyak 132 kasus korupsi mandek

ACC: Polda dan Kejati Sulsel Tertutup Soal Kasus KorupsiDirektur ACC Sulawesi Kadir Wokanubun (tengah). IDN Times / Aan Pranata

Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun ACC Sulawesi dari sejumlah sumber, ada 132 penanganan kasus korupsi di Sulsel selama tahun 2019. Terdiri dari 60 kasus di kepolisian, sedangkan 72 kasus di kejaksaan. Diduga kasus itu sengaja dibiarkan mandek atau terhambat.

Di kepolisian, kasus yang masuk tahap penyidikan berjumlah 37. Lalu 23 kasus di tahap penyelidikan. Di kejaksaan, ada 26 kasus yang masuk tahap penyidikan dan 46 kasus tahap penyelidikan. 

“Kasus korupsi sengaja didiamkan tanpa ada kepastian penuntasan kasusnya. Ada kasus korupsi baru dintangani namun sama nasibnya dengan kasus korupsi yang lama,” ucap Kadir.

2. Komitmen menuntaskan kasus korupsi dipertanyakan

ACC: Polda dan Kejati Sulsel Tertutup Soal Kasus Korupsi(Ilustrasi korupsi) IDN Times/Sukma Shakti

Menurut Kadir, ketertutupan informasi di kepolisian maupun kejaksaan merupakan fakta tidak adanya komitmen mengusut kasus korupsi secara tuntas. Beberapa kasus korupsi lama yang ditangani kedua institusi, nyaris hilang informasinya ke publik. Contohnya kasus Laboratorium Teknik Universitas Negeri Makassar, atau kasus Irigasi Tombolo Pangkep.

Di sisi lain, buruknya komitmen pengusutan kasus korupsi turut diperparah dengan supervisi dan ‘monitoring’ yang lemah, terhadap penanganan kasus korupsi yang ditangani polres maupun kejari.

3. DPO jadi “PR” Kejati Sulsel

ACC: Polda dan Kejati Sulsel Tertutup Soal Kasus KorupsiIDN Times/Sukma Shakti

Di Kejati Sulsel, daftar pencarian orang (DPO) menjari tugas yang tidak pernah terselesaikan. Kadir menilai, Kejati seakan tidak berkutik menghadapi koruptor yang menghilangkan diri. Itu terbukti dengan banyaknya DPO yang berkeliaran.

“Jen Tang yang ditetapkan sebagai DPO kurang lebih 2 tahun, setelah ditangkap akhirnya dibebaskan tanpa alasan hukum yang kuat,” kata Kadir. 

Baca Juga: Ini Dalih Kejati Sulsel Bebaskan Tersangka Jen Tang

4. Membantah tutup akses publik, polisi mengaku butuh waktu untuk menangani kasus-kasus korupsi

ACC: Polda dan Kejati Sulsel Tertutup Soal Kasus KorupsiHumas Polda Sulawesi Selatan

Menanggapi tudingan ketertutupan informasi dalam penanganan kasus korupsi itu, Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Yudhiawan Wibisono membantah. Dia menyebut, Kepolisian mengklaim diri cukup terbuka dalam semua sumber informasi yang dibutuhkan untuk publik.

“Hanya saja masyarakat umum mesti tahu juga, misalnya ada penanganan kasus yang belum terselesaikan karena dalam perkara korupsi itu memang dibutuhkan waktu yang cukup panjang. Tidak sebentar,” ungkap Yudhiawan.

5. Tahun 2020, polisi akan koordinasi dengan berbagai lembaga untuk kasus korupsi yang melibatkan aparatur pemerintah

ACC: Polda dan Kejati Sulsel Tertutup Soal Kasus KorupsiIlustrasi PNS (IDN Times/Irwan Idris)

Yudhiawan juga mengungkap, mulai tahun 2020, kepolisian akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dalam menangani setiap laporan dugaan korupsi. Apalagi jika aduan hingga laporan tersebut terindikasi melibatkan aparatur pemerintahan.

Di sisi lain, kepolisian juga akan berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia selaku lembaga yang bertugas untuk melakukan audit hasil dugaan kerugian negara yang dilaporkan.

“Jadi sebelum diterbitkan surat perintah dimulainya penyelidikan (sprindik) koordinasi kita harus jalan dulu. Lebih intensif. Supaya ini arahnya jelas ke mana. Biar masyarakat semakin memahami, bahwa ternyata begini loh kasusnya, penanganannya, biar tidak ada lagi anggapan bahwa kasus ini kenapa-kenapa,” ungkap Yudhiawan.

Jika dalam waktu 60 hari setelah laporan diterima kemudian dikoordinasikan ke APIP, namun belum ditindaklanjuti, barulah kepolisian mengambil alih. “Nah baru di situ ada sprindik. Kita periksa semua yang terindikasi sampai ada ditemukan bukti-bukti memenuhi unsur dan syarat kita lanjutkan. Intinya seusai prosedur hukum yang berlaku,” kata Yudhiawan lagi.

Sejauh ini, pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel belum memberikan keterangan terkait sorotan penanganan kasus korupsi hingga tindak lanjut dari penanganan perkara yang sebelumnya diklaim Polda Sulsel telah dilimpahkan.

Artikel ini turut ditulis berdasarkan laporan reporter IDN Times Sahrul Ramadan

Baca Juga: Sepanjang 2019, Polda Sulsel Klaim Selamatkan Uang Negara Rp2,9 Miliar

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya