TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hamparan Dedikasi Fitriah Zainuddin, Kepala Dinas P3APPKB Sulsel

Di sela pekerjaan, Fitriah juga aktif berdakwah

Kepala Dinas P3APPKB Sulsel, DR.dr. Hj. Fitriah Zainuddin, M.Kes. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Fitriah Zainuddin, berbagi kisah perjalanan karier dan hidupnya. Saat ini, dia tengah menjabat sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Provinsi Sulawesi Selatan.

Fitriah dilantik sebagai kepala dinas sejak 1 September 2020 lalu. Namun jauh sebelum jabatan itu diemban, ia boleh dibilang sudah kenyang pengalaman dalam jajaran struktur pemerintahan.

Wanita yang memperoleh gelar akademik pertamanya sebagai dokter ini, memulai karier sebagai Kepala Puskesmas Lisu, Kecamatan Taneteriaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, sekitar tahun 1997 silam.

"Saat itu kita sudah bersentuhan dengan masyarakat memang. Di pustu (puskesmas pembantu), bidan desa, puskesmas keliling. Jadi sudah langsung terjun di masyarakat," katanya dalam wawancara khususnya dengan IDN Times di Makassar, pekan lalu.

1. Melanjutkan jenjang karier sebagai dokter jemaah haji wilayah Kabupaten Barru

Kepala Dinas P3APPKB Sulsel, DR.dr. Hj. Fitriah Zainuddin, M.Kes. IDN Times/Sahrul Ramadan

Tiga tahun bertugas melayani masyarakat di bidang kesehatan, dia kemudian mendapat tugas sebagai salah satu anggota tim kesehatan jemaah haji asal Barru pada tahun 2000. Dalam tim itu, dia bertugas memantau dan memeriksa kondisi kesehatan seluruh jemaah sepanjang proses perjalanan ibadah.

Di tahun yang sama pula, Fitriah mendaftar sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan dinyatakan lulus. Ia kembali ditempatkan di Kecamatan Taneteriaja, Barru. "Sebelum itu kan ada program pegawai tidak tetap (PTT). Dokter-dokter yang sudah selesai harus tugas ke daerah. Bagi daerah terpencil itu, 1 sampai 2 tahun. Bagi daerah biasa itu tiga tahun," ujarnya.

Bagi Fitriah, profesi dokter merupakan tanggung jawab mulia. Dokter katanya harus turun dan bersentuhan langsung, melihat berbagai permasalahan yang ada di masyarakat, memberikan edukasi, dan mencegah masyarakat sakit.

Selain itu masyarakat harus dibimbing dan dibina agar menerapkan pola hidup sehat bagi diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar. "Mulai dari ibu hamil, bayi baru lahir, balita gizinya sampai dengan usia lanjut," jelas Fitriah.

Baca Juga: Dewan Minta Pemprov Sulsel Antisipasi DBD di Tengah Pandemik COVID-19

2. Dasar pendidikan dokter, tapi memilih melanjutkan pendidikan kesehatan masyarakat

Kepala Dinas P3APPKB Sulsel, DR.dr. Hj. Fitriah Zainuddin, M.Kes. IDN Times/Sahrul Ramadan

Masih di tahun yang sama, sembari mengabdikan diri sebagai PNS, Fitriah melanjutkan pendidikan Magister Kesehatan di Unhas. Pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan kesehatan masyarakat, jadi salah satu alasan tidak melanjutkan dasar keilmuan kedokteran.

Bagi Fitria, dokter tidak semua harus menjadi spesialis. Dalam artian, menangani penyakit-penyakit khusus yang biasanya terjadi di masyarakat.

"Karena jumlah masyarakat yang sakit dari masyarakat kita itu, hanya 10 dari 15 persen populasi penduduk. Yang membutuhkan penanganan dokter klinis, dokter spesialis sampai subspesialis. Itulah yang dirujuk ke rumah sakit. Yang 80 persen ini, inilah yang perlu intervensi promotif preventif," ucapnya.

Tahun 2003, ia kemudian ditarik ke dalam struktur Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Fitriah ditempatkan ke dalam jajaran atau Seksi Bina Kesehatan Anak dan Remaja. Jabatan yang dia emban saat ini, menurutnya, saling bertautan.

"Enam tahun saya di situ. Kemudian dipercaya juga dari pusat sebagai fasilitator nasional untuk deteksi dini tumbuh kembang anak, manajemen terpadu balita sakit. Jadi saya belajar dari pengalaman-pengalaman itu," lanjut Fitriah.

3. Pernah diutus oleh Kementerian Kesehatan ke Jepang

Kepala Dinas P3APPKB Sulsel, DR.dr. Hj. Fitriah Zainuddin, M.Kes. IDN Times/Sahrul Ramadan

Semasa di Dinkes Sulsel, dia kembali mendapat kepercayaan dari Kementerian Kesehatan untuk mengikuti salah satu kegiatan terkait korban kekerasan perempuan dan anak. Berlangsung di Jepang selama tiga pekan, ia mengaku mempelajari banyak hal. Tema kegiatan tersebut dianggapnya tetap berhubungan dengan dasar keilmuan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Beberapa tahun berjalan, Fitriah kembali mendapat tanggung jawab baru sebagai bagian dari pejabat di Rumah Sakit Labuang Baji Kota Makassar. Dia bertugas untuk mengurusi persoalan administrasi, manajemen, hingga klinik. Dia mengaku, jabatan saat itu ruang lingkupnya tidak begitu luas.

"Tahun 2009 sampai dengan 2018 saya di pelayanan medik. Kemudian dipindahkan lagi ke SDM Diklat setahun lebih, kemudian jadi wakil direktur SDM (RS Labuang Baji)," jelasnya.

Selama bertugas di RS Labuang Baji, Fitriah mengaku mendapat banyak pengalaman baru setelah mengkaji faktor-faktor penyakit yang diderita masyarakat. Terlebih mereka yang sudah masuk di rumah sakit.

"Saya melihat masyarakat kita ini tidak cukup dengan sehat fisik. Yang banyak sakit ini masyarakat kita perlu kualitas. Yang banyak sakit masyarakat kita itu rohaninya," jelasnya.

4. Melanjutkan kembali jenjang pendidikan, khusus ilmu agama

uin-alauddin.ac.id

Dari dokter, magister kesehatan, Fitriah Zainuddin kembali melanjutkan jenjang pendidikannya, dengan gelar doktor khusus bidang ilmu agama Islam di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Pengalaman empirik ditambah spiritual membuat Fitriah semakin mendalami makna dari kehidupan. Khususnya dalam konteks kesehatan jasmani dan rohani. Salah satu kebutuhan manusia, yang tidak kalah pentingnya, kata Fitriah, adalah persoalan rohani.

"Orang mungkin bisa makan apa saja itu jasmaninya terpenuhi, tapi kebutuhan rohaninya?. Banyak sekali di masyarakat kita kasus bunuh diri, kekerasan rumah tangga, kekerasan anak dan perempuan, dampaknya karena pemahaman agamanya. Orang selalu melihat kalau ini persoalan dunia. Di balik itu ada persoalan yang lebih dalam, ibadah," ungkapnya.

Menurut Fitriah, kesehatan jasmani dan rohani harus berjalan beriringan. Agama, kata dia, mengajarkan dan menganjurkan keduanya agar diseimbangkan.

Hal tersebut kemudian menuntunnya lebih mendalami proses atau kejadian-kejadian di sekeliling masyarakat. Tidak hanya soal kesehatan, melainkan faktor hingga dampak yang ditimbulkan dari kurangnya asupan rohani.

Baca Juga: Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Sulsel Meningkat

Berita Terkini Lainnya