TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gara-gara Pilkada, Dua Kepala Desa di Sulsel Dipidana

Mereka dilaporkan karena tidak netral di pilkada

Oknum kepala desa di Bulukumba saat mendengarkan vonis hakim. IDN Times/Bawaslu Bulukumba

Makassar, IDN Times - Dua orang kepala desa di Sulawesi Selatan terjerat masalah hukum gara-gara pemilihan kepala daerah. Mereka dilaporkan ke penegak hukum karena dianggap tidak netral atau menunjukkan dukungan kepada pasangan calon tertentu.

Masalah hukum masing-masing tercatat di Kabupaten Bulukumba dan Kepulauan Selayar. Ketua Bawaslu Selayar, Suharno membenarkan soal informasi tersebut.

"Satu kasus pidana, kepala desa sudah putus di pengadilan," kata Suharno saat dihubungi IDN Times, Sabtu (21/11/2020).

Baca Juga: Paslon Pilkada di Daerahmu Tunggal? Pemilih Harus Lakukan Hal Ini

1. Kades di Selayar dianggap berkampanye dan merugikan salah satu paslon

Ilustrasi pilkada serentak (IDN Times/Mardya Shakti)

Suharno mengatakan kasus pidana  menimpa kepala desa gara-gara mengampanyekan salah satu paslon, sehingga dianggap merugikan paslon lain. Kasus ini bergulir pada awal Oktober, dan sudah melalui vonis di pengadilan.

Kepala desa itu terbukti melanggar Pasal 71 Ayat 1 Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Dia divonis hukuman dua bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan.

"Jadi tidak dijalani hukumannya selama tiga bulan itu melakukan tindak pidana baru dieksekusi," kata Suharno.

Baca Juga: Pandemi, Tidak Ada Celup Jari Pemilih di Pilkada 2020

3. Kepala desa di Bulukumba juga disanksi hukuman percobaan

Ilustrasi persidangan. ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Koordinator Divisi Hukum, Penindakan dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Bulukumba, Bakri Abubakar mengatakan seorang kepala desa ditemukan berfoto dengan paslon dengan simbol kampanye. Foto itu tersebar di grup-grup WhatsApp.

Kasus itu sudah diputus oleh pengadilan pada sidang Kamis, 19 November lalu. Oknum kepala desa terbukti melanggar Pasal 71 juncto Pasal 188 Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.

"Masa percobaannya tiga bulan. Kalau terbukti melakukan pidana lagi dalam masa percobaan itu baru dieksekusi," ungkap Bakri.

Berita Terkini Lainnya