TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Catahu 2021 WALHI Sulsel: Hutan Rusak, Kita Hidup di Tanah yang Kolaps

Tiga faktor perusak lingkungan di Sulsel menurut WALHI

Ilustrasi. Sebuah rumah tenggelam lumpur akibat banjir bandang di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Selasa (14/7/2020). (ANTARA FOTO/Hariandi Hafid)

Makassar, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau WALHI Sulawesi Selatan, merilis catatan akhir tahun (catahu) terkait kondisi ekologis di Sulsel sepanjang tahun 2021. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi hutan di Sulsel sangat kritis.

Riset WALHI mengungkap, kondisi tutupan hutan di Sulsel tersisa 32 persen atau sekitar 1.479.181,01 hektare. Sisanya, 68 persen atau 3.180.562,41 hektare area masuk dalam kategori tutupan nonhutan.

"Kita sedang hidup di tanah yang berbahaya, yang kolaps," kata Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin dalam ekspos Catahu 2021, Rabu (29/12/2021).

1. Tiga faktor melatar belakangi krisis lingkungan di Sulsel

Catahu 2021 WALHI Sulsel/Dok WALHI Sulsel

Amin menyebut ada tiga faktor yang menyebabkan krisis lingkungan di Sulsel. Pertama, izin usaha pertambangan, lalu ekspansi pariwisata di kawasan hutan, dan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM). Krisis ini, menurut Amin, berdampak terhadap kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS).

DAS yang terdampak parah akibat kerusakan lingkungan antara lain, DAS Saddang, DAS Bila Wallanae, dan DAS Jeneberang. "Pemerintah tidak pernah mereflesikan diri, mereka tidak pernah melihat situasi ini. Kondisi tutupan hutan di tiga DAS itu sudah sangat kritis dan sudah mengalami penurunan yang sangat signifikan," ungkap Amin.

Amin memaparkan, tutupan hutan di kawasan tiga DAS besar itu sejatinya berfungsi sebagai daerah resapan atau catchment area yang berperan menampung air hujan agar tidak mengakibatkan banjir.

Tutupan hutan di DAS Saddang kini tinggal 17,09 persen, DAS Bila Wallanae 14,32 persen, dan DAS Jeneberang 16,82 persen.

Baca Juga: 3 Penyebab Utama Banjir di Makassar Menurut WALHI Sulsel

2. Bencana ekologis akibat kerusakan tutupan hutan di kawasan DAS 24 kabupaten dan kota di Sulsel

Ilustrasi aliran sungai. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Dampak bencana ekologis yang ditimbulkan karena kerusakan hutan di daerah aliran sungai, jelas Amin, sudah dialami 24 kabupaten dan kota di Sulsel. Mulai dari bencana banjir rob hingga tanah longsor. Tak hanya kawasan DAS, daerah pesisir pun rusak karena masifnya proyek pembangunan yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan.

Ancaman bencana lain yang sudah sekian lama terjadi, kata Amin, adalah kekeringan di wilayah pesisir. Dia mencontohkan di Kota Makassar, sebagian besar masyarakat di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, harus tiap hari mengantre air bersih pada musim kemarau.

"Sudah pasti kondisi ini akan parah ke depan," jelasnya.

WALHI juga mencatat, sepanjang 2021, sudah banyak masyarakat yang menjadi korban akibat kerusakan lingkungan. Selain korban jiwa, dampak lain yang ditimbulkan adalah rusaknya fasilitas umum dan lahan pertanian. Seperti sawah, kebun, rumah, tambak, hewan ternak, fasilitas pendidikan, kesehatan, hingga fasilitas lain seperti jembatan.

Baca Juga: WALHI Sulsel Ungkap Dampak Ekologi Rusaknya Hutan di Torut 

Berita Terkini Lainnya