WALHI Sulsel Ungkap Dampak Ekologi Rusaknya Hutan di Torut 

Perambahan hutan dapat mengubah fungsi dan bentang alam

Makassar, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan memaparkan dampak bencana ekologis bila kawasan hutan lindung Pongtorra, di Kecamatan Kapala Pitu, Kabupaten Toraja Utara dirusak. WALHI melaporkan seorang legislator DPRD Sulsel karena pembangunan unit usaha pariwisata privat di sana.

"Dampaknya di antaranya ruang habitat flora dan fauna endemik di Toraja Utara mulai hilang di kawasan hutan lindung itu," kata Direktur Eksekutif WALHI Sulsel Muhammad Al Amin saat berbincang dengan IDN Times, Selasa (14/12/2021).

Baca Juga: WALHI Sulsel Laporkan Legislator Bangun Vila di hutan Lindung

1. Hutan Pongtorra sebagai hulu DAS dan cacthment area

WALHI Sulsel Ungkap Dampak Ekologi Rusaknya Hutan di Torut Lokasi pembangunan di kawasan Hutan Pongtarra, Kecamatan Kapala Pitu, Toraja Utara/Dok. WALHI Sulsel

Amin menjelaskan, hutan Pongtorra selama ini berfungsi sebagai hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) sekaligus daerah resapan atau cacthment area. Karena punya nilai yang bagus, hutan itu kemudian dimanfaatkan dan dijaga dengan baik oleh masyarakat yang tinggal di kawasan setempat.

Amin bilang, seiring dengan proyek pembangunan berjalan untuk privatisasi dan komersialisasi pariwisata, hutan kini semakin tergerus. "Sekarang fungsi catchment area di kawasan hutan Pongtorra sudah mulai berubah dan sudah mulai menghilang," ucap Amin.

Kemudian, dampak lain yang muncul adalah, perubahan bentang alam dari kawasan hutan dari yang sebelumnya subur kini, perlahan gundul. "Belum lagi beberapa dampak-dampak hidrologi lainnya yang kami khawatirkan terjadi seiring dengan pembangunan di sana," ungkap Amin.

2. Dalam laporannya, WALHI sertakan SK 362 MenLHK

WALHI Sulsel Ungkap Dampak Ekologi Rusaknya Hutan di Torut WALHI Sulsel melapor ke Polda Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Kemarin, Senin (13/12/2021), WALHI melaporkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi bernama Jufri Sambara ke polisi. Laporan terhadap anggota Fraksi Partai Demokrat itu dilayangkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPKT) Polda Sulsel.

Muhammad Al Amin sebelumnya menyatakan, laporan yang dilayangkan terkait dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Yakni perambahan hutan lindung Pongtorra.

Dalam pelaporannya, Amin menyertakan empat berkas alat bukti. Salah satu di antaranya adalah, Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI Nomor 362 Tahun 2019 tentang Penetapan Kawasan Hutan Lindung, khususnya di wilayah Sulsel.

"Kemudian gambar dokumentasi pembangunan vila, peta overlay titik koordinat dengan peta SK Menteri LHK dan beberapa nama saksi-saksi dari masyarakat yang bersedia dimintai keterangan oleh kepolisian," kata Amin saat ditemui di Polda Sulsel usai melapor.

3. Bantah tudingan WALHI, pelapor tegaskan akan kooperatif ke polisi

WALHI Sulsel Ungkap Dampak Ekologi Rusaknya Hutan di Torut Kawasan hutan lindung Pongtorra, Kecamatan Kapala Pitu, Kabupaten Toraja Utara/Dok. WALHI Sulsel

Terpisah, Jufri Sambara juga sudah mengklarifkasi pelaporan tersebut. Dia menyatakan tidak melanggar aturan pembangunan di lokasi setempat. Dia merasa telah menerima dan memahami isi dari SK 362 perubahan terbaru dari Menteri LHK tentang kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. SK itu diterima sebelum proses pembangunan pada 2016 lalu.

"Itu dasar SK itu pada tahun 2016 (sebelum membangun) orang tua saya menyurat ke Dinas Kehutanan dan dijawablah dengan SK (baru) itu," kata Jufri saat dihubungi terpisah IDN Times, Senin petang.

Jufri bahkan menantang WALHI Sulsel untuk membuktikan dokumen pembanding yang dianggap melanggar. Karena laporan telah dilayangkan, Jufri mengaku berupaya bersikap kooperatif bila diperiksa.

"Saya tunggu kalau saya akan dipanggil nanti saya bawa bukti-bukti," katanya.

Baca Juga: 3 Penyebab Utama Banjir di Makassar Menurut WALHI Sulsel

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya