TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pelanggaran HAM Paniai, Pensiunan TNI Dituntut 10 Tahun Penjara

Terdakwa dijerat UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

Isak Sattu, terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Paniai Papua berhadapan dengan lima hakim PN Makassar. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Makassar, IDN Times - Jaksa penuntut umum menuntut hukuman penjara 10 tahun bagi Mayor Inf. (Purn) Isak Sattu, terdakwa pelanggaran HAM berat Paniai, Papua, tahun 2014. Tuntutan dibacakan jaksa pada sidang di Pengadilan Negeri Makassar, Senin (14/11/2022).

M Ridwan, salah satu jaksa yang membacakan tuntutan, meminta majelis hakim agar memutuskan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Terdakwa dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat serta kejahatan kemanusiaan di Paniai. 

Jaksa menganggap Isak Sattu melanggar Pasal 142 Ayat 1 huruf a dan huruf b juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Terdakwa juga dituntut dengan pelanggaran terhadap Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b, juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h Pasal 40 undang-undang yang sama.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu oleh karenanya dengan pidana penjara selama sepuluh tahun," kata jaksa M Ridwan saat membacakan tuntutan, Senin.

Kasus pelanggaran HAM Paniai terjadi 8 Desember 2014. Peristiwa itu bermula saat tiga orang pemuda Paniai diduga dianiaya sejumlah orang di Pondok Natal Bukit Tanah Merah, Kampung Ipakiye, Paniai. Kejadaian itu memicu unjuk rasa warga Paniai ke lapangan Karel Gobai di Paniai Timur tepat depan kantor Koramil 1705 Enarotal. Akibat unjuk rasa itu, terjadi penembakan yang mengakibatkan empat orang meninggal dan beberapa orang mengalami luka-luka.

Baca Juga: Kontras: Ada Dugaan Intimidasi Aparat Sebelum Sidang HAM Berat Paniai

1. Pertimbangan jaksa menuntut hukuman 10 tahun penjara

Jaksa, Muh. Ridwan saat membacakan tuntutan di sidang pelanggaran HAM Paniai. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Sebelum membacakan tuntutan tersebut, tim Jaksa secara bergantian membacakan surat tuntutan dan pertimbangan. Hal-hal yang menjadi pertimbangan tim Jaksa, antara lain, Isak Sattu tidak mengetahui terjadinya kasus penganiayaan oleh oknum anggota TNI terhadap warga pada 7 Desember 2014. Penganiayaan itu memicu peristiwa penembakan warga satu hari setelahnya.

"Dua, akibat ketidakmampuan terdakwa melakukan koordinasi dengan kepolisian Paniai di Polsek Paniai Timur, massa pun melakukan demonstrasi di lapangan Karel Gobai sehingga menimbulkan pada sarana di dalam perkantoran Koramil dan Polsek mengalami kerusakan," kata Ridwan.

"Tiga, ketidakmampuan terdakwa dalam mengendalikan anggota TNI yang tugas di kantor Koramil Enarotali dalam peristiwa tanggal 8 Desember 2014 mengakibatkan empat orang meninggal dunia dan sepuluh orang mengalami luka-luka," jaksa melanjutkan.

2. Hakim beri kesempatan terdakwa ajukan pembelaan

Suasana sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Berat Paniai Papua yang digelar Pengadilan Negeri Makassar, Sulsel. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Mendengar pembacaan tuntutan oleh jaksa, ketua majelis hakim Sutisna Sawati meminta tanggapan dari terdakwa dan tim penasehat hukumnya. Terdakwa diberi kesempatan menyampaikan pembelaan.

"Sekarang atas tuntutan tersebut, saudara terdakwa atau penasehat hukumnya punya hak untuk mengajukan pembelaannya. Jadi terdakwa biasa mengakukan sendiri atau bisa juga menyerahkan sepenuhnya ke tim penasehat hukum ajukan," Sutisna menerangkan.

Baca Juga: KontraS: Sidang Kasus Paniai Minim Pelibatan Korban dan Saksi Sipil

Berita Terkini Lainnya