TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

SP Anging Mammiri Dorong Perempuan Akar Rumput Berani Dobrak Patriarki

Memunculkan kesadaran kritis bagi perempuan akar rumput

Diskusi publik Komunitas Solidaritas Perempuan Anging Mammiri di Hotel Amaris Makassar, Kamis (2/12/2021). IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Anging Mammiri menggelar diskusi publik dengan mengangkat tema 'Memperkuat Posisi Politik Perempuan untuk Mewujudkan Kedaulatan'. Diskusi itu berlangsung di Hotel Amaris Jalan Pettarani Makassar, Kamis (2/12/2021).

Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Anging Mammiri, Musdalifah Djamal, mengatakan diskusi ini merupakan rangkaian kegiatan musyawarah komunitas tersebut.

"Ruang diskusi publik adalah ruang perempuan untuk menyuarakan apa yang menjadi persoalan perempuan. Apa kemudian yang menjadi tantangan dan hambatan perempuan," kata Musdalifah di sela-sela kegiatan tersebut.

1. Memunculkan kesadaran kritis

Diskusi publik Komunitas Solidaritas Perempuan Anging Mammiri di Hotel Amaris Makassar, Kamis (2/12/2021). IDN Times/Asrhawi Muin

SP Anging Mammiri menilai penting untuk memperkuat posisi politik perempuan di tengah situasi negara yang masih diselimuti kabut patriarki. Selain itu, jelas Musdalifah, lingkaran oligarki di Indonesia semakin menguasai sistem dan tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, termasuk kepentingan perempuan.

"Memperkuat posisi politik mulai di level akar rumput itu penting untuk dilakukan. Tidak hanya dalam konteks politik elektoral, tetapi bagaimana membangun gerakan dari bawah untuk memunculkan kesadaran kritis bahwa ada sesuatu yang tidak benar," kata Musdalifah.

Perempuan akar rumput diberikan kesadaran bahwa ada upaya oleh pihak lain, baik pemerintah, investor maupun pemilik modal yang mempengaruhi sistem dan juga turut berkontribusi terhadap situasi penindasan dan ketidakadilan yang dialami kaum perempuan di Indonesia.

"Kami pun mengakui bahwa organisasi perempuan di Sulsel, organisasi masyarakat sipil, itu kita sedang diperhadapkan pada sistem dan ancaman yang lebih besar sehingga memang membutuhkan gerakan kolektif dari seluruh pihak," katanya.

2. Perempuan akar rumput diharapkan menjadi pemimpin

Aksi teatrikal ASP untuk perjuangan nelayan Pulau Kodingareng di depan Kantor Gubernur Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Musdalifah menyebutkan selama empat tahun terakhir, ada 499 perempuan yang mendapatkan manfaat pendidikan kritis dari Komunitas SP Anging Mammiri. Mereka berasal dari latar belakang berbeda mulai dari perempuan pesisir, perempuan nelayan, perempuan petani, dan perempuan buruh migran.  

"Perempuan-perempuan yang dikuatkan oleh SP Anging Mammiri mampu menjadi perempuan pemimpin. Mereka mampu menggerakkan perempuan lainnya bersama-sama melawan budaya patriarki," kata Musdalifah.

Tantangan lainnya, kata Musdalifah, adalah kompromi pemerintah terhadap orang-orang yang memiliki modal cukup kuat. Karena ada banyak regulasi yang dilahirkan oleh pemerintah justru mengabaikan hak-hak perempuan.

"Itulah yang menurut kami ancaman terbesar, politik patriarki yang tercermin dari beberapa manifestasi kebijakan-kebijakan yang dilahirkan oleh pemerintah hari ini," katanya.

Baca Juga: Nelayan dan Perempuan Pesisir Kian Terhimpit Proyek Makassar New Port

Berita Terkini Lainnya