Cara Peternak di Sulawesi Utara Hindari Penularan ASF pada Babi
Sudah 2 tahun Sulut berstatus bebas ASF
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Manado, IDN Times – Sudah dua tahun lebih sejak African Swine Fever (ASF) menjangkiti ternak babi di berbagai daerah di Indonesia. Meski begitu, Sulawesi Utara (Sulut) menjadi salah satu daerah yang berhasil menyandang status bebas ASF dua tahun belakangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah populasi ternak babi di Sulut selama dua tahun terakhir ini justru naik di tengah merebaknya ASF. Jumlah populasi ternak babi pada tahun 2021 adalah 426.973, naik dari tahun 2020 yang berjumlah 419.839 ekor.
Di sisi lain, Sumatera Utara (Sumut) yang pada tahun 2019 menduduki peringkat pertama populasi ternak babi di Indonesia, terdampak ASF sangat parah. Di tahun 2019 jumlah populasi ternak babi di Sumut mencapai angka 1.073.198, sedangkan di tahun 2021 hanya tersisa 223.642 ekor.
Kini, Sulut menempati posisi kelima sebagai daerah dengan populasi ternak babi tertinggi di Indonesia. Permintaan daging babi dan produk olahannya dari daerah lain pun meningkat. “Data yang saya dapat dari Balai Karantina kita sudah mengirim 100 ton lebih di awal tahun 2022,” ujar Ketua Asosiasi Peternak Babi (APB) Sulut, Gilbert Wantalangi, Senin (21/3/2022).
1. Pembatasan mobilitas manusia cegah penularan ASF
Gilbert mengatakan, meski Sulut menyandang status bebas ASF, bukan berarti penerapan biosecurity atau tindakan perlindungan dan pengamanan pada peternakan babi sudah baik. “Kami justru terbantu dengan adanya COVID-19 karena mobilitas orang berkurang. Salah satu penularan ASF kan perantaranya dari manusia,” terang Gilbert.
Guna menjaga biosecurity tersebut, Gilbert mengimbau agar para peternak tidak menerima tamu dari daerah yang terpapar ASF. Di sisi lain, meskipun tidak banyak, Gilbert juga mengakui bahwa ada beberapa peternak babi yang masih memberikan makanan sisa atau limbah hotel dan restoran karena lebih ekonomis.
Padahal, makanan sisa hotel dan restoran jika terkontaminasi virus ASF bisa sangat berbahaya bagi babi.
“Kami berkoordinasi dengan instansi terkait memberikan sosialisasi, kalaupun terpaksa memberi makanan sisa hotel atau restoran harus dimasak terlebih dahulu hingga benar-benar matang baru diberikan ke babi,” tambah Gilbert.
Baca Juga: HET Dicabut, Stok Minyak Goreng di Manado Masih Terbatas
Baca Juga: 2 Tahun Sulut Bebas ASF, Permintaan Daging Babi Meningkat