TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tutup Usia, Begini Perjalanan Sastrawan Feminis NH Dini dalam Berkarya

Nh Dini sudah berkarya sejak remaja

ANTARA/Yashinta Difa

Jakarta, IDN Times - Dunia sastra kembali berduka. Sastrawan legendaris Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin (Nh Dini) meninggal dunia sore ini, Selasa (4/12). Ucapan bela sungkawa membanjiri linimasa Twitter dan menjadi trending topic.

"Wafat, Nh.Dini. Kabar yang saya terima karena kecelakaan mobil. Novelis kelahiran 1936 ini sastrawan terkemuka dari generasi yang muncul pertama kali di majalah Kisah. Karyanya: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko. Semoga ia beristirahat dalam damai," tulis sastrawan Goenawan Mohamad melalui akun twitter.

"Nh. Dini. Ia yang sedari awal menggugat bangunan ideal perempuan, perkawinan, cinta dan keluarga. Selamat jalan, Bu," tulis novelis Okky Madasari.

1. Nh Dini dikenal sebagai sastrawan feminis

ANTARA/Teresia May

Nh Dini lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari 1936. Perempuan 82 tahun tersebut dikenal sebagai sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia. Terlahir dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah, bungsu dari lima bersaudara tersebut mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Dikutip dari Wikipedia Indonesia, buku-buku pelajaran Nh Dini penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati.

Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.

Bakat menulis fiksi Nh Dini semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di RRISemarang dalam acara Tunas Mekar.

Baca Juga: Tak Hanya Kartini, 7 Tokoh Wanita Ini Juga Perjuangkan Emansipasi

2. Nh Dini aktif menyuarakan kesetaraan gender dalam karyanya

ANTARA/Yashinta Difa

Peraih penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand ini sudah menghasilkan puluhan karya sastra. Pendiri Pondok Baca NH Dini di Sekayu, Semarang ini sudah digelari sebagai penulis feminis lantaran aktif menyuarakan isu kesetaraan gender dalam karyanya.

Beberapa karya Nh Dini yang terkenal di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka(1975) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran(1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai(1998), Dari Parangakik ke Kamboja (2003), dan karya-karya lain dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. Puluhan karya Nh Dini tersebut banyak dibaca kalangan cendekiawan dan kerap menjadi bahan diskusi sebagai karya sastra.

3. Nh Dini aktif menekuni dunia sastra sejak remaja

ANTARA FOTO

Dini memutuskan masuk jurusan sastra ketika menginjak bangku SMA di Semarang. Ia mulai mengirimkan cerita-cerita pendeknya ke berbagai majalah. Ia bergabung dengan kakaknya, Teguh Asmar, dalam kelompok sandiwara radio bernama Kuncup Berseri. Sesekali ia menulis naskah sendiri.

Dini benar-benar remaja yang sibuk. Selain menjadi redaksi budaya pada majalah remaja Gelora Muda, ia membentuk kelompok sandiwara di sekolah yang diberi nama Pura Bhakti. Langkahnya semakin mantap ketika ia memenangi lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah. Setelah di SMA Semarang, ia pun menyelenggarakan sandiwara radio Kuncup Seri di Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang. Bakatnya sebagai tukang cerita terus dipupuk.

Pada 1956, sambil bekerja di Garuda Indonesia Airways (GIA) di Bandara Kemayoran, Dini menerbitkan kumpulan cerita pendeknya, Dua Dunia. Sejumlah bukunya bahkan mengalami cetak ulang sampai beberapa kali-hal yang sulit dicapai oleh kebanyakan buku sastra. Buku lain yang tenar karya Dini adalah Namaku Hiroko dan Keberangkatan. la juga menerbitkan serial kenangan, sementara cerpen dan tulisan lain juga terus mengalir dari tangannya. Walau dalam keadaan sakit sekalipun, ia terus berkarya.

4. Sutradara film Minions, Pierre adalah anak Nh Dini

YouTube.com

Dini dipersunting Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang, pada 1960. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang (lahir pada 1961) dan Pierre Louis Padang (lahir pada 1967). Anak sulungnya kini menetap di Kanada, sementara anak bungsunya menetap di Prancis.

Sebagai konsekuensi menikah dengan seorang diplomat, Dini harus mengikuti ke mana suaminya ditugaskan. Ia diboyong ke Jepang, dan tiga tahun kemudian pindah ke Pnom Penh, Kamboja. Kembali ke negara suaminya, Prancis, pada 1966, Dini melahirkan anak keduanya pada 1967. Selama ikut suaminya di Paris, ia tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura (Green Peace). Dia turut serta menyelamatkan burung belibis yang terkena polusi oleh tenggelamnya kapal tanker di pantai utara Perancis.

Setahun kemudian ia mengikuti suaminya yang ditempatkan di Manila, Filipina. Pada 1976, ia pindah ke Detroit, AS, mengikuti suaminya yang menjabat Konsul Jenderal Prancis. Namun, pada akhirnya Dini berpisah dengan suaminya, Yves Coffin pada 1984, dan mendapatkan kembali kewarganegaraan RI pada 1985 melalui Pengadilan Negeri Jakarta.

Di kemudian hari, anak bungsunya, Pierre menjadi sutradara film terkenal berjudul Minions. Nama Nh Dini pun kembali menjadi bahan perbincangan banyak kalangan.

Baca Juga: Mendadak Jadi Sastrawan, Ini Puisi Ekonom Faisal Basri

Berita Terkini Lainnya