TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenang Radio dan Koran yang Menyebar Kabar Proklamasi di Sulsel

Masyarakat sempat menganggap kemerdekaan sebagai desas-desus

Sukarno dan Mohammad Hatta saat pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, disaksikan oleh tokoh-tokoh nasionalis lain dari berbagai daerah, bertempat di kediaman pribadi Soekarno yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat (kini Tugu Proklamasi). (Repro. "Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia" (Jakarta: Gunung Agung, 1966))

Makassar, IDN Times - Hari kemerdekaan akhirnya tiba juga. Jumat 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi, bertempat di kediamannya, Bung Karno membacakan 43 kata pembebas dari belenggu penjajahan. Memori kelam dari masa VOC, Portugis, Inggris, kolonial Belanda kemudian Jepang pun berganti menjadi harapan dan optimisme.

Tiga tokoh nasionalis asal Sulawesi yakni Dr. Sam Ratulangi, Andi Pangerang Petta Rani dan Andi Sultan Daeng Radja turut hadir dalam momen bersejarah tersebut. Kecuali Andi Sultan, dua figur lain jadi wakil Celebes dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), organisasi yang membahas arah republik yang baru saja lahir ini.

Figur utusan memang hadir langsung di Jakarta, namun bagaimana cara masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) mengetahui proklamasi sudah dikumandangkan? Waktu itu, penyebaran informasi terbatas serta sensor ketat dari sebagian tentara Jepang yang masih "keras kepala".

Baca Juga: Ternyata, Merah Putih Berkibar di Sulsel Sebelum Indonesia Merdeka

1. Andi Ahmad, Putra Datu' Luwu Andi Djemma, memperoleh kabar Proklamasi Kemerdekaan dari radio pada 17 Agustus 1945

Ilustrasi radio dari dekade 1940-an. (Unsplash.com/Michal Balog)

Hanya beberapa jam setelah Proklamasi, para pemuda yang bekerja di kantor berita Domei (cikal bakal Antara) menerima salinan teks yang dibaca Bung Karno. Tanpa basa-basi, teks Proklamasi langsung disiarkan. Mereka tetap nekat meski harus kucing-kucingan dengan opsir Dai Nippon.

Siapa sangka, siaran tersebut didengar oleh seorang pemuda aristokrat Luwu, nyaris 2 ribu kilometer dari Jakarta. Andi Ahmad, salah satu putra Datu' (Raja) Luwu dan Pahlawan Nasional yakni Andi Djemma, menerima kabar Sukarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia lewat siaran radio transistor.

Dalam buku Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi Selatan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980), Andi Ahmad langsung menemui kelompok pemuda nasionalis. Tujuannya tentu saja memberi kabar gembira yang baru saja ia peroleh.

Reaksi para pemuda sungguh di luar dugaan. Mereka turun ke jalan-jalan Kota Palopo sembari membawa parang, badik, mengalungi granat sembari memekik kata "merdeka". Provokasi kepada para tentara Jepang? Tentu saja. Beruntung konfrontasi antara kedua pihak tidak terjadi.

2. Penduduk Makassar baru mendengar kabar Proklamasi pada 19 Agustus 1945, namun masih ragu dan menganggapnya sebagai "kabar burung"

Aktivitas masyarakat dan pedagang di sekitar mencusuar pelabuhan Kota Makassar, Sulawesi Selatan, sekitar tahun 1948. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Semangat pemuda Luwu membuncah pasca Proklamasi. Aktivitas mendukung Indonesia tak lagi dilaksanakan di bawah tanah. Sebuah organisasi bernama "Soekarno Muda" didirikan pada 23 Agustus 1945, oleh Andi Ahmad dan rekannya sesama pemud yaitu Muhammad Yusuf Arief.

Kendati demikian, masyarakat Luwu masih menunggu utusan Jakarta. Mereka ingin tahu rincian proses "pemindahan kekuasaan", alias transisi dari Jepang ke tangan pemerintahan lokal. Pada 24 Agustus 1945, Andi Djemma mengutus putra sulungnya yakni Andi Makkulau Opu Daeng Parebba dan Haji Sanusi Daeng Mattata (pejabat lingkar dalam Kerajaan Luwu) menemui pemangku pemerintahan di Makassar.

Bagaimana dengan penduduk Makassar? Kabar baru tersebar pada 19 Agustus 1945, namun masih berupa "kabar angin" lantaran minim rincian. Meski begitu, tetap banyak rakyat yang percaya. Alhasil, topik Proklamasi tetap dibicarakan diam-diam di warung-warung, rumah ibadah hingga balai pertemuan adat.

Tak lama berselang, satu lagi berita penting menyebar dari mulut ke mulut. Dr. Sam Ratulangi diangkat menjadi Gubernur Provinsi Sulawesi oleh Presiden Sukarno. Ini adalah keputusan rapat pleno kedua PPKI di tanggal 19 Agustus 1945.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Sejarah Teks Proklamasi yang Dijaga Melintasi Zaman

Berita Terkini Lainnya