Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Red Flag Toxic Masculinity yang Harus Dihindari Pria Modern

pria menyendiri (pexels.com/Andrew Neel)
pria menyendiri (pexels.com/Andrew Neel)

Menjadi pria modern bukan hanya soal gaya atau pekerjaan, tapi juga soal sikap. Toxic masculinity masih sering bercokol dalam budaya sehari-hari dan tanpa sadar bisa merusak hubungan, lingkungan, bahkan kesehatan mental. Red flag-nya? Ada banyak! Kalau nggak hati-hati, bisa jadi malah ikut terjebak di pola pikir yang seharusnya sudah ditinggalkan.

Buat yang mau jadi pria lebih baik dan lebih bijak, penting banget untuk mengenali tanda-tanda toxic masculinity. Jangan cuma belajar tentang kesetaraan atau empati dari teori, yuk mulai dari kebiasaan kecil sehari-hari. Berikut ini adalah 5 red flag yang harus banget dihindari supaya nggak terjebak dalam "jebakan macho".

1. Emosi bukan kelemahan

ilustrasi wanita dan pria sedang bahagia (pexels.com/Вальдемар)
ilustrasi wanita dan pria sedang bahagia (pexels.com/Вальдемар)

Sering dengar kalimat “laki-laki nggak boleh nangis”? Itu salah besar. Menyimpan emosi terlalu lama justru bisa bikin stres menumpuk dan kesehatan mental terganggu. Nggak ada salahnya untuk menunjukkan perasaan, entah itu marah, sedih, atau bahkan takut.

Pria sejati bukan berarti harus selalu terlihat kuat dan tanpa celah. Justru, mengakui emosi dan memprosesnya dengan baik adalah bentuk keberanian. Coba deh mulai berbicara tentang perasaan, baik ke teman, keluarga, atau bahkan pasangan.

2. Hindari dominasi

ilustrasi pria sedang marah (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi pria sedang marah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Menganggap diri selalu harus memegang kendali di sebuah hubungan adalah red flag besar. Hubungan yang sehat butuh kerja sama, bukan dominasi. Kalau selalu ingin di atas, lama-lama pasangan akan merasa nggak dihargai.

Coba introspeksi, apakah pola pikir ini bikin hubungan lebih baik atau malah bikin konflik terus muncul? Hubungan yang saling mendukung adalah kunci. Jangan ragu untuk memberi ruang bagi pasangan untuk memimpin atau mengambil keputusan.

3. Stop mengolok sensitivitas

ilustrasi wanita menutup telinga (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi wanita menutup telinga (pexels.com/Yan Krukau)

Bercanda tentang kelembutan atau sensitivitas pria lain? Itu toxic. Membandingkan "kejantanan" seseorang hanya karena mereka punya sikap lembut adalah bentuk penghinaan yang nggak perlu. Setiap orang punya caranya sendiri dalam menunjukkan dirinya.

Ketimbang sibuk menghakimi, kenapa nggak belajar menghargai perbedaan? Dunia nggak melulu soal “siapa yang lebih jantan”. Empati dan pengertian jauh lebih penting daripada menunjukkan ego semata.

4. Hargai perempuan

ilustrasi wanita dan pria sedang berpelukan (pexels.com/Nicole Michalou)
ilustrasi wanita dan pria sedang berpelukan (pexels.com/Nicole Michalou)

Pikiran bahwa perempuan lebih rendah atau hanya cocok di "dapur" adalah pemikiran kuno yang harus dibuang jauh-jauh. Perempuan juga punya kemampuan untuk bersaing dan memimpin di berbagai bidang. Tugas pria modern adalah mendukung dan bekerja sama, bukan malah merendahkan.

Mulai sekarang, hargai perempuan di sekitarmu. Hormati pendapat mereka, terutama dalam keputusan besar. Dunia akan jauh lebih baik kalau kita bisa saling menguatkan tanpa memandang gender.

5. Bicara kesehatan mental

ilustrasi pria  kesakitan (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)
ilustrasi pria kesakitan (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)

Masih banyak pria yang merasa tabu untuk bicara soal kesehatan mental karena takut dianggap lemah. Padahal, kesehatan mental sama pentingnya dengan fisik. Menunda membicarakannya justru bisa memperburuk kondisi dan berdampak negatif di masa depan.

Mulailah membuka ruang untuk berbicara, meski perlahan. Entah dengan teman, terapis, atau komunitas yang suportif, langkah kecil ini akan memberikan pengaruh besar. Nggak ada salahnya mencari bantuan—itu bukan tanda kelemahan, melainkan bukti bahwa kamu peduli pada dirimu sendiri.

Toxic masculinity hanya membawa kerugian, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Jadi pria modern berarti berani memproses emosi, menghargai orang lain, dan meninggalkan pola pikir usang. Setiap langkah kecil menuju perubahan akan berdampak besar. Pilih untuk jadi pribadi yang lebih sehat dan suportif.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fahri risar
EditorFahri risar
Follow Us