Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Anak Memiliki Sifat Self-Centered, Kenali Sejak Dini!

ilustrasi anak perempuan bermain boneka (freepik.com/pvproductions)
ilustrasi anak perempuan bermain boneka (freepik.com/pvproductions)

Setiap anak punya cara berbeda dalam mengekspresikan dirinya. Ada yang lebih pemalu, ada yang ceria, dan ada juga yang cenderung ingin jadi pusat perhatian. Hal ini sebenarnya wajar, terutama di usia dini, karena anak masih dalam tahap memahami dirinya dan belajar berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Namun, ketika sifat "aku duluan" atau terlalu fokus pada diri sendiri muncul secara konsisten, orang tua perlu lebih jeli. Bisa jadi anak sedang menunjukkan tanda-tanda memiliki sifat self-centered.

Sifat self-centered pada anak bukan berarti tanda buruk yang permanen. Justru, hal ini bisa menjadi pintu masuk bagi orang tua untuk lebih mengenal karakter anak dan membimbingnya agar tumbuh dengan rasa empati. Dengan mengenali tanda-tandanya sejak dini, orang tua bisa membantu anak belajar menghargai orang lain, berbagi, serta memahami bahwa dunia tidak selalu berputar hanya untuk dirinya saja. Berikut lima tanda anak yang memiliki sifat self-centered dan penting untuk diperhatikan!

1. Selalu ingin jadi pusat perhatian

ilustrasi anak perempuan marah (freepik.com/YuliiaKa)
ilustrasi anak perempuan marah (freepik.com/YuliiaKa)

Anak yang self-centered biasanya punya keinginan kuat untuk selalu diperhatikan. Mereka bisa melakukan berbagai cara agar orang-orang di sekitarnya fokus hanya pada dirinya, seperti berbicara lebih keras, melakukan hal-hal mencolok, atau bahkan marah ketika ada orang lain yang lebih mendapatkan sorotan. Misalnya, saat ada adik kecil yang dipuji karena lucu, anak bisa merasa tersisih dan berusaha menarik perhatian dengan cara yang berlebihan. Ini adalah bentuk dari kebutuhan mereka untuk merasa penting di mata orang lain.

Kalau terus dibiarkan, sikap ini bisa membuat anak kesulitan memahami bahwa perhatian orang tua atau orang lain bisa dibagi secara adil. Anak juga berisiko tumbuh menjadi pribadi yang tidak terbiasa mengakui pencapaian orang lain. Di sinilah pentingnya peran orang tua untuk memberikan perhatian seimbang, sambil mengajarkan bahwa semua orang punya momen masing-masing untuk mendapat sorotan.

2. Sulit berbagi dengan teman

ilustrasi anak sulit berbagi (freepik.com/freepik)
ilustrasi anak sulit berbagi (freepik.com/freepik)

Berbagi adalah salah satu keterampilan sosial penting yang harus dilatih sejak dini. Namun, anak yang self-centered sering enggan membagikan mainan atau camilan miliknya dengan teman. Mereka bisa jadi rewel ketika diminta berbagi, bahkan kadang marah karena merasa kepentingannya terancam. Buat mereka, memiliki sesuatu berarti hak penuh yang tidak bisa diganggu gugat oleh orang lain.

Kondisi ini bisa bikin anak sulit menjalin pertemanan yang sehat. Teman-temannya mungkin merasa malas bermain bersama karena selalu ada drama rebutan. Oleh karena itu, orang tua perlu mengajarkan bahwa berbagi tidak berarti kehilangan, melainkan bentuk kebahagiaan bersama. Dengan begitu, anak bisa lebih memahami bahwa kesenangan juga bisa datang dari membuat orang lain senang.

3. Jarang menghargai pendapat orang lain

ilustrasi anak menutup telinga (freepik.com/8photo)
ilustrasi anak menutup telinga (freepik.com/8photo)

Ketika sedang berbicara atau berdiskusi, anak yang self-centered cenderung kurang memperhatikan ucapan orang lain. Mereka bisa memotong pembicaraan, mengabaikan ide, atau langsung menolak kalau pendapatnya tidak diikuti. Sifat ini sering muncul karena anak merasa pendapatnya paling benar atau lebih penting dibandingkan orang lain.

Kalau tidak diarahkan, kebiasaan ini bisa terbawa sampai dewasa dan memengaruhi kualitas hubungan sosialnya. Anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang sulit menerima kritik atau tidak mau mendengar saran. Orang tua bisa mulai membiasakan anak untuk mendengarkan secara penuh sebelum menanggapi, misalnya dengan aturan "dengarkan dulu baru bicara". Cara sederhana ini membantu anak memahami bahwa setiap orang berhak didengar.

4. Mudah merasa tersaingi

ilustrasi merasa tersaingi (pexels.com/Courtney Stephens)
ilustrasi merasa tersaingi (pexels.com/Courtney Stephens)

Salah satu tanda kuat anak yang self-centered adalah mudah merasa tersaingi. Saat ada teman yang dipuji gurunya atau berhasil melakukan sesuatu lebih baik, anak bisa langsung merasa tidak nyaman. Mereka bisa menunjukkan rasa cemburu, mengomel, atau berusaha melakukan sesuatu hanya untuk mengalihkan perhatian kembali ke dirinya. Dalam pandangan mereka, pujian untuk orang lain seakan mengurangi nilai dirinya.

Jika terus dibiarkan, sifat ini bisa membuat anak sulit belajar menghargai keberhasilan orang lain. Padahal, rasa bangga atas pencapaian orang lain adalah bagian dari empati yang penting dalam kehidupan sosial. Orang tua bisa mengajarkan bahwa keberhasilan orang lain tidak berarti kegagalannya sendiri. Justru, dengan belajar mendukung orang lain, anak bisa lebih percaya diri menghadapi persaingan sehat.

5. Kurang peka dengan perasaan sekitar

ilustrasi anak kurang peka (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi anak kurang peka (pexels.com/Mikhail Nilov)

Anak yang terlalu fokus pada dirinya sendiri sering tidak menyadari perasaan orang lain. Misalnya, ketika temannya jatuh atau sedih, dia tidak menunjukkan kepedulian dan tetap sibuk dengan dunianya sendiri. Hal ini terjadi karena anak lebih memprioritaskan kebutuhannya ketimbang memahami apa yang dialami orang lain.

Sikap ini bisa jadi penghalang bagi anak untuk membangun hubungan sosial yang sehat. Anak yang tidak terbiasa berempati mungkin kesulitan bekerja sama dalam kelompok atau membentuk persahabatan jangka panjang. Peran orang tua penting dalam menanamkan nilai empati, misalnya dengan memberi contoh nyata, yaitu menunjukkan kepedulian ketika ada orang lain yang sedang kesusahan. Dengan meniru, anak bisa belajar bahwa memperhatikan orang lain itu penting.

Sifat self-centered pada anak sebenarnya wajar di tahap tertentu, tapi jika terlalu dominan tentu perlu diarahkan. Anak perlu belajar bahwa dunia ini tidak hanya tentang dirinya, melainkan juga tentang orang lain yang sama-sama punya perasaan dan kebutuhan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us

Latest Life Sulawesi Selatan

See More

6 Sifat Cowok yang Bikin Nyaman Tapi Sering Diabaikan, Jarang Ada?

20 Sep 2025, 19:19 WIBLife