Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Dampak Buruk Membandingkan Anak yang Sering Dianggap Sepele

ilustrasi hubungan orang tua dan anak yang merenggang (freepik.com)
ilustrasi hubungan orang tua dan anak yang merenggang (freepik.com)

Di banyak keluarga, membandingkan anak sering terjadi tanpa disadari. Kalimat seperti “Kakak aja bisa, masa kamu enggak?” terdengar biasa, tapi bisa meninggalkan luka yang dalam. Anak yang terus dibandingkan cenderung tumbuh dengan rasa tidak aman dan sulit mengenali kelebihan dirinya sendiri.

Kebiasaan ini sering dianggap sebagai motivasi, padahal dampaknya bisa berkepanjangan. Anak bisa kehilangan rasa percaya diri, bahkan jadi sulit menjalin hubungan sosial yang sehat. Yuk, kenali dampak buruk dari kebiasaan membandingkan anak agar kita bisa lebih bijak dalam mendampingi mereka tumbuh.

1. Anak jadi minder dan merasa tidak berharga

Ilustrasi anak perempuan yang murung (freepik.com/pvproductions)
Ilustrasi anak perempuan yang murung (freepik.com/pvproductions)

Ketika anak terus dibandingkan dengan saudara atau teman, mereka mulai merasa tidak cukup baik. Rasa minder ini bisa bikin anak enggan mencoba hal baru karena takut gagal. Padahal, proses belajar butuh keberanian untuk salah dan bangkit lagi.

Anak yang merasa tidak berharga akan cenderung menarik diri dari lingkungan. Mereka jadi ragu untuk bersosialisasi dan menunjukkan potensi yang sebenarnya dimiliki. Jika dibiarkan, rasa minder ini bisa terbawa hingga dewasa dan memengaruhi kualitas hidupnya.

2. Hubungan anak dan orang tua bisa merenggang

ilustrasi anak dan orang tua (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi anak dan orang tua (pexels.com/RDNE Stock project)

Membandingkan anak bisa bikin mereka merasa tidak dimengerti. Anak jadi enggan berbagi cerita karena takut dihakimi atau dibandingkan lagi. Lama-lama, komunikasi jadi renggang dan hubungan emosional pun ikut menjauh.

Padahal, anak butuh ruang aman untuk bercerita dan merasa diterima. Kalau orang tua terus menyoroti kekurangan mereka dibanding orang lain, anak akan mencari tempat lain untuk merasa dihargai. Ini bisa jadi awal dari jarak emosional yang sulit diperbaiki.

3. Anak kehilangan jati diri dan sulit mengenali potensi

ilustrasi anak bercermin dengan ekspresi bingung (pexels.com/Yeye)
ilustrasi anak bercermin dengan ekspresi bingung (pexels.com/Yeye)

Setiap anak punya keunikan dan cara belajar yang berbeda. Tapi saat mereka terus dibandingkan, mereka mulai kehilangan arah dan merasa harus jadi seperti orang lain. Ini bisa membuat anak bingung dengan siapa diri mereka sebenarnya.

Anak yang kehilangan jati diri cenderung mengikuti orang lain tanpa tahu apa yang mereka inginkan. Mereka jadi kurang percaya pada kemampuan sendiri dan mudah terpengaruh. Padahal, mengenali diri sendiri adalah fondasi penting untuk tumbuh jadi pribadi yang kuat.

4. Anak bisa tumbuh dengan rasa iri yang tidak sehat

ilustrasi dua anak bermain (pexels.com/Anastasia  Shuraeva)
ilustrasi dua anak bermain (pexels.com/Anastasia Shuraeva)

Membandingkan anak bisa memicu rasa iri terhadap saudara atau teman yang dianggap lebih unggul. Rasa iri ini bukan motivasi, tapi bisa berubah jadi perasaan negatif yang mengganggu. Anak jadi sulit merasa bahagia atas pencapaian orang lain.

Jika tidak diarahkan dengan baik, rasa iri bisa berkembang jadi sikap kompetitif yang tidak sehat. Anak akan berusaha menang bukan karena ingin berkembang, tapi karena ingin membuktikan diri. Ini bisa merusak hubungan sosial dan membuat anak merasa selalu kurang.

5. Anak jadi takut gagal dan enggan bereksperimen

ilustrasi anak sedih (freepik.com)
ilustrasi anak sedih (freepik.com)

Anak yang sering dibandingkan cenderung takut salah karena merasa tidak boleh gagal. Mereka jadi ragu untuk mencoba hal baru, termasuk dalam hal belajar atau eksplorasi. Padahal, kegagalan adalah bagian penting dari proses tumbuh.

Ketika anak takut gagal, mereka akan memilih zona nyaman dan menolak tantangan. Ini bisa menghambat perkembangan mereka, terutama dalam hal kreativitas dan inovasi. Anak perlu tahu bahwa gagal itu wajar, bukan tanda bahwa mereka tidak cukup baik.

6. Anak sulit menjalin hubungan sosial yang sehat

anak laki-laki (pexels.com/Mikhail Nilov)
anak laki-laki (pexels.com/Mikhail Nilov)

Rasa rendah diri akibat sering dibandingkan bisa membuat anak sulit bersosialisasi. Mereka merasa tidak cukup menarik atau pintar untuk diterima oleh teman-temannya. Akibatnya, anak bisa menarik diri atau justru bersikap agresif.

Kemampuan bersosialisasi sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Ketika anak merasa aman dan dihargai, mereka akan lebih mudah membangun hubungan yang sehat. Orang tua perlu bantu anak mengenali kelebihan dirinya agar bisa percaya diri di lingkungan sosial.

7. Anak kehilangan motivasi belajar

ilustrasi anak kehilangan motivasi belajar (pexels.com/Kaboompics.com)
ilustrasi anak kehilangan motivasi belajar (pexels.com/Kaboompics.com)

Motivasi belajar datang dari rasa ingin tahu dan dorongan untuk berkembang. Tapi kalau anak terus dibandingkan, semangat itu bisa padam. Mereka merasa usaha mereka tidak pernah cukup, jadi untuk apa mencoba?

Anak yang kehilangan motivasi belajar cenderung pasif dan hanya melakukan hal-hal yang diwajibkan. Mereka tidak lagi penasaran atau tertarik untuk tahu lebih banyak. Ini bisa berdampak jangka panjang pada prestasi dan perkembangan mereka.

Setiap anak punya jalannya sendiri untuk tumbuh dan berkembang. Tugas orang tua bukan membandingkan, tapi mendampingi dan memahami proses mereka. Ketika anak merasa dihargai, mereka akan tumbuh jadi pribadi yang percaya diri dan siap menghadapi dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us

Latest Life Sulawesi Selatan

See More

8 Tanaman Hias Daun Varigata yang Bikin Rumah Modern Makin Estetik

22 Sep 2025, 11:34 WIBLife