TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal 5 Rumah Adat di Sulsel yang Sarat Nilai Filosofi

Mulai dari Saoraja hingga Tongkonan, semua punya ciri khas

Pemandangan Istana Balla Lompoa yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Gowa antara tahun 1883 hingga 1889, dalam lukisan litograf karya Josias Cornelis Rappard. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Rumah adat jadi salah satu bentuk hasil budaya yang bisa dilihat, dan bahkan masih banyak digunakan hingga sekarang. Nah, tak terkecuali di Sulawesi Selatan (Sulsel), di mana beberapa suku menggunakannya sebagai tempat tinggal.

Siapa sangka, semua rumah adat di Sulsel punya filosofi masing-masing dan mayoritas memiliki kemiripan satu sama lain, entah dalam desain hingga denah ruangan. Berikut IDN Times menjelaskannya secara singkat untuk kamu.

1. Saoraja/Bola

Bola Soba' atau Saoraja, rumah adat milik masyarakat Bugis yang berada di Kabupaten Bone. (Dok. Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemdikbud)

Membuka daftar pendek ini adalah Saoraja atau Bola, rumah adat milik suku Bugis. Yang disebut pertama adalah kediaman milik para bangsawan atau keturunan raja. Sedangkan Bola ditinggali rakyat biasa.

Perbedaannya terletak pada timpa laja, bidang segitiga antara dinding dan pertemuan atap. Di dalam dunia arsitektur, biasa disebut gevel atau gable. Jika bersusun tiga, berarti si pemilik rumah berasal dari kalangan darah biru. Sementara satu atau dua susun berarti penghuninya adalah masyarakat biasa. Tapi kini, penerapan aturan timpalaja tak seketat dulu.

Saoraja/Bola sendiri dipengaruhi oleh personifikasi jagat raya dalam epos I La Galigo. Bagian atap rumah, botting langiq, diibaratkan sebagai La Togeq Langiq atau Batara Guru, penghuni kahyangan yang dikirim ke bumi untuk memulai peradaban.

Bagian tengah rumah yang didiami, ale lino/kawaq, adalah dunia tengah tempat manusia melangsungkan kehidupannya. Kemudian bagian kolong rumah, buriq liu, diibaratkan dunia bawah yang jadi kediaman We Nyiliq Timoq sang permaisuri Batara Guru.

2. Balla

Museum Balla Lompoa, salah satu replika rumah adat suku Makassar yang saat ini berada di Kabupaten Gowa. (Dok. Badan Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan)

Balla milik suku Makassar sangat mirip dengan rumah adat Bugis, sebab sama-sama berkarakteristik rumah panggung. Jumlah tiang penyangganya adalah 10 tiang, rinciannya 5 ke belakang dan 5 di samping. Sama dengan Bola/Saoraja, atapnya dulu berupa daun rumbia. Tapi kini berubah jadi seng atau genteng.

Arsitekturnya pun sama dengan Saoraja, yakni terdiri dari tiga bagian berupa atap, inti rumah (ruang tidur, ruang tamu, dapur, dan lain-lain) serta kolong. Jika budaya Bugis mengenal timpalaja, orang Makassar menyebutnya sebagai timba silla. Bersusun tiga berarti si pemilik balla adalah bangsawan, sedangkan jika tak bersusun berarti dihuni oleh penduduk biasa.

Selain timba silla, terdapat tujuh bagian Balla dengan fungsinya masing-masing. Antara lain dego-dego (teras), paddaserang dallekang (ruang tamu) di depan pintu utama rumah, paddaserang tangga (ruang keluarga), paddaserang riboko (kamar perempuan) di bagian belakang rumah, siring (gudang) di bagian bawah, pammakang (loteng) serta balla pallu (dapur) yang area paling belakang rumah.

Baca Juga: 7 Lagu Toraja yang Cocok bagi Perantau Homesick, Bikin Rindu Kampung!

3. Tongkonan

Salah satu Tongkonan, rumah adat suku Toraja, yang berada di Situs Purbakala Buntu Pune Kabupaten Toraja Utara. (Dok. Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan)

Salah satu rumah adat paling ikonik di Indonesia. Tongkonan sudah beberapa kali menghiasi prangko dan uang kertas. Bangunannya terdiri atas kayu yang dirakit sedemikian rupa dengan ukiran berwarna merah, hitam dan kuning. Bentuk atapnya sendiri menyerupai perahu, konon sebagai pengingat bahwa leluhur orang Toraja datang menyeberangi samudera.

Tongkonan sendiri tak cuma digunakan untuk tempat tinggal, melainkan untuk acara bersifat komunal lain seperti pernikahan dan kematian. Ada beberapa jenis lagi seperti Tongkonan Layuk sebagai tempat para tetua bertemu, Tongkonan Pekaindoran untuk ibadah, serta bangunan penunjang dengan ukuran lebih kecil yakni Tongkonan Batu Ariri.

Kasta si pemilik Tongkonan bisa dilihat dari jumlah tanduk kerbau di kayu penyangga depan rumah. Semakin banyak, semakin tinggi pula derajatnya.

Area tinggal sendiri terbagi menjadi tiga sisi. Sisi utara yang disebut tengalok berfungsi sebagai tempat tidur anak, ruang tamu dan menyimpan sesaji. Sisi tengah, sali, jadi ruang makan, dapur, tempat kumpul keluarga dan menaruh mayat jika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal. Terakhir yakni sambung di sisi selatan yang menjadi ruangan khusus kepala keluarga.

4. Langkanae

Suasana Istana Langkanae, tempat tinggal Datu' (Raja) Luwu dan pusat pemerintahan Kerajaan Luwu, antara tahun 1900 dan 1930. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Kedatuan Luwu mengenal rumah adat Langkanae yang merupakan kediaman pada datu (raja), tapi kerap disebut sebagai istana Pajung ri Luwu. Jika diamati sekilas, desainnya mirip dengan rumah adat Bugis, Makassar dan Mandar.

Serupa dengan Saoraja, Langkanae juga memiliki sistem penanda status si pemilik rumah berupa atap timpalaja. Dan bahkan atapnya pun lebih besar ketimbang badan rumah. Keunikan lainnya adalah jumlah tiang yang biasanya mencapai 100 buah, dengan diameter tiang juga menandakan derajat sang penghuni.

Tiang utama, yang disebut pim posi' atau posi bola', berfungsi sebagai penghubung tanah dengan orang-orang di atas rumah. Kelas sosial juga bisa dilihat dari ornamen ukiran pada setiap bagian Langkanae.

Areanya sendiri terdiri atas tiga bagian yakni palandoang/rakkeang (loteng) yang dulu berisi padi, ale bola (tempat tinggal) dan sullu (kolong). Sebelum masuk Langkanae, tamu terlebih dulu melewati tabu-tabuang, sebuah pintu gerbang bersusun tiga. Kemudian menapaki anak tangga (sapana) yang selalu berjumlah ganjil, lalu melewati lego-lego (teras) sebelum masuk ke area utama.

Baca Juga: Mengenal Baju Bodo, Busana Adat Tradisional Bugis-Makassar

Berita Terkini Lainnya