Mengenal 5 Rumah Adat di Sulsel yang Sarat Nilai Filosofi

Mulai dari Saoraja hingga Tongkonan, semua punya ciri khas

Rumah adat jadi salah satu bentuk hasil budaya yang bisa dilihat, dan bahkan masih banyak digunakan hingga sekarang. Nah, tak terkecuali di Sulawesi Selatan (Sulsel), di mana beberapa suku menggunakannya sebagai tempat tinggal.

Siapa sangka, semua rumah adat di Sulsel punya filosofi masing-masing dan mayoritas memiliki kemiripan satu sama lain, entah dalam desain hingga denah ruangan. Berikut IDN Times menjelaskannya secara singkat untuk kamu.

1. Saoraja/Bola

Mengenal 5 Rumah Adat di Sulsel yang Sarat Nilai FilosofiBola Soba' atau Saoraja, rumah adat milik masyarakat Bugis yang berada di Kabupaten Bone. (Dok. Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemdikbud)

Membuka daftar pendek ini adalah Saoraja atau Bola, rumah adat milik suku Bugis. Yang disebut pertama adalah kediaman milik para bangsawan atau keturunan raja. Sedangkan Bola ditinggali rakyat biasa.

Perbedaannya terletak pada timpa laja, bidang segitiga antara dinding dan pertemuan atap. Di dalam dunia arsitektur, biasa disebut gevel atau gable. Jika bersusun tiga, berarti si pemilik rumah berasal dari kalangan darah biru. Sementara satu atau dua susun berarti penghuninya adalah masyarakat biasa. Tapi kini, penerapan aturan timpalaja tak seketat dulu.

Saoraja/Bola sendiri dipengaruhi oleh personifikasi jagat raya dalam epos I La Galigo. Bagian atap rumah, botting langiq, diibaratkan sebagai La Togeq Langiq atau Batara Guru, penghuni kahyangan yang dikirim ke bumi untuk memulai peradaban.

Bagian tengah rumah yang didiami, ale lino/kawaq, adalah dunia tengah tempat manusia melangsungkan kehidupannya. Kemudian bagian kolong rumah, buriq liu, diibaratkan dunia bawah yang jadi kediaman We Nyiliq Timoq sang permaisuri Batara Guru.

2. Balla

Mengenal 5 Rumah Adat di Sulsel yang Sarat Nilai FilosofiMuseum Balla Lompoa, salah satu replika rumah adat suku Makassar yang saat ini berada di Kabupaten Gowa. (Dok. Badan Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan)

Balla milik suku Makassar sangat mirip dengan rumah adat Bugis, sebab sama-sama berkarakteristik rumah panggung. Jumlah tiang penyangganya adalah 10 tiang, rinciannya 5 ke belakang dan 5 di samping. Sama dengan Bola/Saoraja, atapnya dulu berupa daun rumbia. Tapi kini berubah jadi seng atau genteng.

Arsitekturnya pun sama dengan Saoraja, yakni terdiri dari tiga bagian berupa atap, inti rumah (ruang tidur, ruang tamu, dapur, dan lain-lain) serta kolong. Jika budaya Bugis mengenal timpalaja, orang Makassar menyebutnya sebagai timba silla. Bersusun tiga berarti si pemilik balla adalah bangsawan, sedangkan jika tak bersusun berarti dihuni oleh penduduk biasa.

Selain timba silla, terdapat tujuh bagian Balla dengan fungsinya masing-masing. Antara lain dego-dego (teras), paddaserang dallekang (ruang tamu) di depan pintu utama rumah, paddaserang tangga (ruang keluarga), paddaserang riboko (kamar perempuan) di bagian belakang rumah, siring (gudang) di bagian bawah, pammakang (loteng) serta balla pallu (dapur) yang area paling belakang rumah.

3. Tongkonan

Mengenal 5 Rumah Adat di Sulsel yang Sarat Nilai FilosofiSalah satu Tongkonan, rumah adat suku Toraja, yang berada di Situs Purbakala Buntu Pune Kabupaten Toraja Utara. (Dok. Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan)

Salah satu rumah adat paling ikonik di Indonesia. Tongkonan sudah beberapa kali menghiasi prangko dan uang kertas. Bangunannya terdiri atas kayu yang dirakit sedemikian rupa dengan ukiran berwarna merah, hitam dan kuning. Bentuk atapnya sendiri menyerupai perahu, konon sebagai pengingat bahwa leluhur orang Toraja datang menyeberangi samudera.

Tongkonan sendiri tak cuma digunakan untuk tempat tinggal, melainkan untuk acara bersifat komunal lain seperti pernikahan dan kematian. Ada beberapa jenis lagi seperti Tongkonan Layuk sebagai tempat para tetua bertemu, Tongkonan Pekaindoran untuk ibadah, serta bangunan penunjang dengan ukuran lebih kecil yakni Tongkonan Batu Ariri.

Kasta si pemilik Tongkonan bisa dilihat dari jumlah tanduk kerbau di kayu penyangga depan rumah. Semakin banyak, semakin tinggi pula derajatnya.

Area tinggal sendiri terbagi menjadi tiga sisi. Sisi utara yang disebut tengalok berfungsi sebagai tempat tidur anak, ruang tamu dan menyimpan sesaji. Sisi tengah, sali, jadi ruang makan, dapur, tempat kumpul keluarga dan menaruh mayat jika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal. Terakhir yakni sambung di sisi selatan yang menjadi ruangan khusus kepala keluarga.

Baca Juga: 7 Lagu Toraja yang Cocok bagi Perantau Homesick, Bikin Rindu Kampung!

4. Langkanae

Mengenal 5 Rumah Adat di Sulsel yang Sarat Nilai FilosofiSuasana Istana Langkanae, tempat tinggal Datu' (Raja) Luwu dan pusat pemerintahan Kerajaan Luwu, antara tahun 1900 dan 1930. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Kedatuan Luwu mengenal rumah adat Langkanae yang merupakan kediaman pada datu (raja), tapi kerap disebut sebagai istana Pajung ri Luwu. Jika diamati sekilas, desainnya mirip dengan rumah adat Bugis, Makassar dan Mandar.

Serupa dengan Saoraja, Langkanae juga memiliki sistem penanda status si pemilik rumah berupa atap timpalaja. Dan bahkan atapnya pun lebih besar ketimbang badan rumah. Keunikan lainnya adalah jumlah tiang yang biasanya mencapai 100 buah, dengan diameter tiang juga menandakan derajat sang penghuni.

Tiang utama, yang disebut pim posi' atau posi bola', berfungsi sebagai penghubung tanah dengan orang-orang di atas rumah. Kelas sosial juga bisa dilihat dari ornamen ukiran pada setiap bagian Langkanae.

Areanya sendiri terdiri atas tiga bagian yakni palandoang/rakkeang (loteng) yang dulu berisi padi, ale bola (tempat tinggal) dan sullu (kolong). Sebelum masuk Langkanae, tamu terlebih dulu melewati tabu-tabuang, sebuah pintu gerbang bersusun tiga. Kemudian menapaki anak tangga (sapana) yang selalu berjumlah ganjil, lalu melewati lego-lego (teras) sebelum masuk ke area utama.

5. Boyang

Mengenal 5 Rumah Adat di Sulsel yang Sarat Nilai FilosofiRumah adat Boyang milik suku Mandar di Sulawesi Barat. (Budaya-Indonesia.org)

Nah, Boyang adalah rumah adat suku Mandar yang mendiami Sulawesi Barat. Sama seperti Saoraja, Balla dan Langkanae, Boyang juga bertipe rumah panggung dengan banyak kesamaan. Contohnya jumlah anak tangganya harus berjumlah ganjil, antara 7 hingga 17. Lalu atapnya yang berbentuk prisma memiliki sistem penanda status pemilik rumah yang disebut tumbaq layar (penutup bubungan).

Terdapat dua jenis rumah yang Boyang Adaq sebagai tempat tinggal bagi para bangsawan, lalu Boyang Beasa untuk masyarakat biasa. Dengan dinding rumah biasanya berhias ukiran khas suku Mandar.

Terdapat tiga ruang utama. Pertama adalah samboyang di bagian paling depan yang kerap digunakan untuk menerima tamu, melakukan hajatan dan persemayaman jenazah sebelum dimakamkan. Tangnga boyang (ruang tengah) berfungsi sebagai ruang keluarga. Ketiga yakni bui boyang yang berada di area paling belakang, dan terdiri dari kamar-kamar (songi) para penghuninya.

Masih ada bagian-bagian lain seperti tapang (loteng), paceko (dapur), lego-lego (teras) dan naong boyang (kolong).

Baca Juga: Mengenal Baju Bodo, Busana Adat Tradisional Bugis-Makassar

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya