Menjaga Sejarah, Ini 3 Adaptasi Epos I La Galigo dalam Budaya Populer
Mulai dari pentas teater sampai lagu Payung Teduh
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Di mata orang Sulawesi Selatan, I La Galigo adalah sekumpulan naskah yang menyimpan magis. Rangkaian epos tentang penciptaan peradaban Bugis memang dipenuhi kisah-kisah ajaib di luar nalar. Namun, para sejarawan sepakat bahwa wiracarita yang terdiri dari 300 ribu baris tersebut menyimpan fragmen hubungan Kedatuan Luwu, kerajaan tertua di Sulsel, dengan wilayah sekitarnya.
Sempat luput cukup lama dari amatan sejarah, usaha mengembalikan memori masyarakat atas I La Galigo dimulai pada akhir dekade 1990-an. Puncaknya, ketika badan kebudayaan dunia UNESCO memasukkannya dalam daftar Warisan Dunia pada 2011. Dan di tahun 2017 silam, lembaga ilmiah belanda yakni KITLV bekerja sama dengan Univesitas Leiden, melakukan digitalisasi naskah I La Galigo koleksi mereka, NBG-Boeg 188 yang disusun BF Matthes dan Colliq Pujie dari 1852 hingga 1872.
Nah, para seniman pun tidak ketinggalan dalam usaha melestarikan peninggalan sejarah Sulawesi Selatan tersebut. Upaya adaptasi ke budaya populer pun tekah dilakukan. Dari sekian banyak, berikut ini tiga di antaranya yang telah dinikmati banyak orang.
1. Pentas teater yang disutradarai Robert Wilson
Sutradara teater kawakan asal Amerika Serikat, Robert Wilson, mengadaptasi I La Galigo ke dalam teater musikal pada 2004. Untuk proses penerjemahan dari bahasa Bugis ke Inggris, ia menggandeng Rhoda Grauer yang juga salah satu penulis skenario teater senior.
Yang menarik, para aktor dan aktris sama sekali tidak berbicara di atas panggung. Melainkan menonjolkan ekspresi dan emosi melalui tarian dan gerak tubuh. Rahayu Supanggah didapuk sebagai komposer. Musik pengiring disusun setelah penelitian intensif di Sulawesi Selatan, sembari menambahkan instrumen dari Jawa dan Bali.
Bertindak sebagai narator adalah Puang Matoa Saidi, salah satu dari komunitas Bissu tersisa yang memahami isi naskah I La Galigo dalam bahasa Bugis kuno. Setelah melanglang buana di Eropa dan AS, I La Galigo baru dipentaskan di Makassar pada tahun 2011.
Baca Juga: MIWF Jalin Pertukaran Penyair Indonesia Timur dan Inggris