TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Fakta tentang Perubahan Iklim Dunia, Ayo Berubah Sekarang!

Dampak perubah iklim sudah dirasakan secara nyata

Aksi warga dunia mendukung kampanye tentang perubahan iklim (unsplash.com/li_anlim)

Perubahan iklim atau climate change telah menjadi sorotan dunia dalam beberapa dekade terakhir. Konferensi dunia pertama kali untuk membahas tentang isu ini dilaksanakan pada Februari 1979 di Jenewa, Swiss. Konferensi tersebut dihadiri oleh peneliti dan ahli dari berbagai disiplin ilmu dari seluruh dunia.

PBB sebagai federasi dunia telah membentuk sebuah panel untuk isu ini yaitu Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang berada di bawah dua organisasi, World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP). Selain itu, perubahan iklim juga menjadi topik di beberapa pertemuan internasional lainnya untuk membentuk pemahaman baru terkait industri ramah lingkungan. 

Perubahan iklim secara nyata sudah mulai dirasakan oleh warga dunia. Peningkatan suhu harian, perubahan siklus musim tahunan, hingga bencana-bencana alam yang terjadi di beberapa belahan dunia. Berikut adalah fakta yang dihimpun dari laman resmi milik NASA, lembaga antariksa milik Amerika Serikat.

Baca Juga: Gen Z Peduli Perubahan Iklim, Rela Bayar Lebih Produk Ramah lingkungan

1. Kadar karbon dioksida (CO2) di udara meningkat hingga 419 ppm

Ilustasi Carbon yang lepas ke udara dari kawasan industri (unsplash.com/chrisleboutillier)

Karbon dioksida (CO2) adalah gas yang sangat berperan dalam penting dalam peningkatan suhu di bumi. Gas ini bahkan disebut gas rumah kaca karena memiliki kemampuan menangkap panas. Karbon merupakan gas hasil pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, mninyal, gas alam) atau asap pembakaran bahan alami (hutan, buah sawit). Titik pengamatan kadar CO2 di dunia terletak di Mauna Loa Observatory, Hawaii.

Sejak dimulainya era industrialisasi (sekitar abad ke-18), aktivitas manusia telah meningkatkan kadar CO2 sebesar 50%. Ini berarti, jumlah CO2 yang ada saat ini 150% dari jumlahnya pada tahun 1750. 

Upaya mengurangi karbon yang lepas ke udara dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bagi pelaku industri, upaya dapat dilakukan dengan mengubah mesin-mesin lama dengan teknologi baru yang lebih rendah emisi. Bagi pemerintah, upaya dapat dilakukan dengan membuat kebijakan industrialisasi. Bagi kita sebagai warga biasa, upaya dapat dilakukan dengan menghemat pemakaian energi dan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.

2. Suhu global meningkat 1,01 derajat celcius sejak 1880

Ilustrasi kekeringan akibat peningkatan suhu global (unsplash.com/joshua_j_woroniecki)

Peningkatan suhu di dunia hingga saat ini mencapai 1,01 derajat celcius sejak tahun 1880. Sembilan belas tahun terpanas telah terjadi sejak tahun 2000, dengan pengecualian tahun 1998. Tahun 2020 menjadi tahun terpanas yang tercatat sejak pencatatan dimulai pada tahun 1880.

Meskipun angka peningkatan suhu global ini terlihat kecil, yaitu hanya 1 derajat celcius, namun dampaknya terhadap lingkungan ternyata luar biasa besar. Mengutip pernyataan Dwikorita Karnawati dari BMKG, peningkatan 1 derajat Celcius saja dapat berdampak cuaca ekstrem seperti siklon tropis, hujan ekstrem, angin kencang/puting beliung, gelombang tinggi, yang dapat memicu banjir, banjir bandang, tanah longsor dan bencana hidrometeorologi lainnya. Ia juga menambahkan apabila kita tidak melakukan tindakan maka diperkirakan peningkatan suhu bisa mencapai 3 derajat Celcius pada akhir abad ke-21 ini.

Sedangkan menurut pakar mitigasi bencana dan perubahan iklim Prof. Dr. Sudibyakto, manusia memiliki toleransi terhadap perubahan suhu global 2-3 derajat celcius. Apakah ini berarti bila tren tetap seperti kondisi saat ini, maka manusia tidak akan mampu tinggal di bumi pada akhir abad ke-21 ini?

3. Luas daratan es arktik berkurang 13 persen per dekade

Ilustrasi daratan es arktik (unsplash.com/mlenny)

Bumi memiliki dua kutub dengan daratan es yaitu Arktik dan Antartika. Dalam halaman climate.nasa.gov, indikator yang digunakan adalah arktik yaitu daratan es di kutub bumi bagian utara.

Luas daratan es di laut Arktik sekarang menyusut pada tingkat 13% per dekade, dibandingkan dengan luas rata-rata selama periode 1981 hingga 2010. Data tersebut diambil pada bulan dengan kondisi es terendah arktik yaitu setiap Bulan September. Pencatatan dan pengambilan data satelit dimulai sejak tahun 1979.

4. Massa lapisan es berkurang 427 miliar metric ton per tahun

Ilustari lapisan es di kutub bumi (unsplash.com/agustinl)

Lapisan es atau Ice Sheet adalah sejumlah besar es gletser yang menutupi area seluas minimum 50000 km². Lapisan es Antartika dan Lapisan es Greenland adalah satu-satunya yang kini berada di dunia. 

Data dari satelit GRACE dan GRACE Follow-On milik NASA menunjukkan bahwa lapisan es darat di Antartika dan Greenland telah kehilangan massa sejak 2002. Misi GRACE berakhir pada Juni 2017 dan misi GRACE Follow-On mulai mengumpulkan data sejak Juni 2018 untuk memantau kedua lapisan es tersebut. Berdasarkan hasil pengumpulan data tersebut, diketahui bahwa massa lapisan es antartika berkurang 151 miliar metric ton per tahun dan lapisan es greenland berkurang 273 miliar metric ton per tahun.

5. Peningkatan level permukaan air laut 4 inci atau 101 milimeter

Ilustrasi peningkatan level air laut (unsplash.com/raymondo600)

Berkurangnya luas permukaan es arktik dan massa lapisan es antartika dan greenland tentunya berpengaruh terhadap level permukaan air laut. Selain akibat dari faktor tersebut, faktor lain adalah perluasan air laut ketika memanas. Pencatatan level permukaan pertama dilakukan sejak tahun 1993 dan terus meningkat sekitar 4 mm dalam setiap pengambilan data. Hingga saat ini, level permukaan air laut telah meningkat 10 cm sejak pencatatan pertama kali dilakukan.

Meskipun angka tersebut terbilang kecil, namun terdapat faktor lain yang menjadi resiko bahaya bagi penduduk di pesisir pantai. Tingginya konsumsi air tanah pada pemukiman mengakibatkan penurunan level permukaan tanah. Penduduk pesisir harus bertarung melawan waktu sambil menunggu kombinasi dari mencairnya es di bumi, meningkatnya permukaan air laut dan menurunnya permukaan tanah lambat laun menenggelamkan rumah-rumah mereka. Di Indonesia sendiri banjir rob akibat air laut selalu terjadi di pesisir utara Pulau Jawa.

Baca Juga: Khatulistiwa dan Iklim Tropis, Peluang Emas Memanen Energi Surya

Writer

Huda Nur Prasetyo

Senang dengan isu lingkungan, konservasi, satwaliar dan ekowisata. Writing is healing.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya