Kasus Bunuh Diri di Makassar, Psikolog: Tak Boleh Dianggap Enteng

Jangan remehkan masalah yang dihadapi orang lain

Makassar, IDN Times - Baru-baru ini, masyarakat, khususnya di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), dihebohkan dengan peristiwa seorang pelajar berusia 16 tahun bunuh diri pada Rabu 9 November 2022. Korban nekat melompat dari lantai 18 Hotel Condotel.

Hanya berselang beberapa hari, tepatnya pada Senin 14 November 2022, seorang mahasiswi Universitas Hasanuddin berusia 19 tahun ditemukan meninggal dunia. Korban ditemukan dalam posisi tergantung di sebuah rumah kosong di Jalan Biring Romang.

Peristiwa tersebut tentu sangat disayangkan apalagi mengingat korbannya yang masih berusia sangat muda. Bunuh diri ini sontak menjadi perhatian publik.

1. Hopeless dan helpless jadi pemicu bunuh diri

Kasus Bunuh Diri di Makassar, Psikolog: Tak Boleh Dianggap Entengilustrasi pria depresi (pexels.com/Akshar Dave)

Akademisi Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar, Asniar Khumas, memberikan pandangannya. Menurutnya, setiap orang sebenarnya berpotensi untuk bunuh diri. Namun setiap orang memiliki sikap berbeda dalam menghadapi masalah.

Penyebab bunuh diri paling umum, kata dia, biasanya karena korban cenderung mengalami hopeless dan helpless. Kondisi ini cenderung membuat korban merasa tidak berdaya akan masalah yang dihadapinya.

"Hopeless, kehilangan harapan atau putus asa. Kemudian helpless dia merasa tidak ada lagi orang yang bisa menolong dia untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi," kata Asniar kepada IDN Times, Selasa (15/11/2022).

Dalam kasus mahasiswi Unhas, Asniar menyebut bahwa berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Apalagi ada laporan bahwa korban sempat mengeluhkan aktivitas kuliahnya di kampus.

"Yang patut kita pahami terutama dalam dunia pendidikan, siswa atau mahasiswa, ketika dia baru berpindah dari satu tingkatan ke tingkatan yang lain, dia butuh penyesuaian diri. Makanya ada yang disebut masa orientasi atau pengenalan," katanya.

2. Jangan remehkan masalah hidup orang lain

Kasus Bunuh Diri di Makassar, Psikolog: Tak Boleh Dianggap EntengIlustrasi stres (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Namun yang menjadi pertanyaan, kata Asniar, apakah dunia pendidikan saat ini telah memfasilitasi masa penyesuaian diri itu dengan baik. Sebab jangan sampai para pelajar yang akan masuk ke jenjang yang lebih tinggi justru belum siap.

Asniar menjelaskan bahwa setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda, tak terkecuali pada usia remaja. Setiap manusia juga memiliki toleransi stres yang berbeda berdasarkan jenis kepribadiannya.

"Ada anak yang pencemas, perfeksionis, ada yang cuek bebek. Yang cuek tentu tidak mudah stres. Berkebalikan dengan yang perfeksionis. Banyak hal yang harus kita pertimbangkan. Itu menjadi variabel yang bisa mempengaruhi bagaimana toleransi stres," kata Asniar.

Setiap orang bisa menghadapi tekanan kehidupan yang luar biasa, setidaknya begitu menurut persepsi mereka. Jika menemukan orang dengan kondisi itu, maka Asniar menyarankan agar jangan meremehkan tekanan hidup mereka.

"Kita tidak boleh menganggap enteng. Kita tidak boleh men-judge bahwa, ah, cuma masalah seperti itu. Karena perlu diingat, ada yang disebut toleransi stres dalam kehidupan," katanya.

3. Lebih peka pada lingkungan sekitar

Kasus Bunuh Diri di Makassar, Psikolog: Tak Boleh Dianggap EntengIlustrasi bercakap-cakap (IDN Times/Sukma Shakti)

Selain faktor tadi, Asniar juga menyebutkan faktor eksternal yang berpotensi memicu seseorang bunuh diri. Potensi tersebut dipengaruhi perkembangan yang masif dari teknologi informasi. 

"Media informasi termasuk media sosial itu kan sekarang sangat mudah untuk kita dapat informasi termasuk soal cara bunuh diri. Yang anak muda kok bisa sih berpikir bunuh diri karena ada dia lihat," katanya.

Asniar pun menekankan supaya setiap orang lebih peka terhadap lingkungan sekitar, khususnya orang-orang terdekat. Dengan begitu, maka setidaknya hal ini mampu mencegah aksi bunuh diri yang kemung dilakukan seseorang.

"Percayalah bahwa bagaimana kita dengan kehidupan sosial kita bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah bunuh diri. Kita perlu lebih sensitif terhadap perubahan-perubahan orang di sekitar kita. Misalnya, dulu dia ceria sekarang murung wah pasti ada masalah," katanya.

4. Kasus bunuh diri harus jadi perhatian

Kasus Bunuh Diri di Makassar, Psikolog: Tak Boleh Dianggap EntengIlustrasi Bunuh Diri (IDN Times/Mardya Shakti)

Akademisi psikolog UNM lainnya, Basri Tetteng, turut menyampaikan rasa prihatin atas kasus bunuh diri yang memilukan itu. Menurutnya, motif kasus tersebut perlu didalami lebih lanjut. 

Dia menyebut bahwa kasus bunuh diri dengan cara terjun dari ketinggian bukan hal pertama yang terjadi di lingkungan masyarakat. Ada banyak peristiwa serupa yang kerap terjadi bahkan datanya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan penyebab yang beragam. 

"Menurut data WHO 2006, sedikitnya 30.000 orang Indonesia bunuh diri tiap tahunnya. Artinya, kurang lebih 82 orang Indonesia bunuh diri per harinya," kata Basri.

Menurut Basri, banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi dewasa ini menjadi gambaran kian merosotnya kesehatan mental masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan peran dari berbagai pihak untuk menangani persoalan tersebut.

Dia menyebut ada berbagai faktor penyebab orang sampai nekat bunuh diri. Di antaranya, faktor gangguan mood (suasana hati) seperti adanya stress yang tinggi, frustrasi, dan depresi akut. 

"Saya menduga mungkin faktor ini yang terjadi pada diri pelajar tersebut. Stres dan depresi akut atau berat disertai rasa frustrasi terhadap keadaaan yang di alaminya, sehingga membuatnya tidak memiliki pilihan lain kecuali mengakhiri hidupnya sebagai cara membebaskan diri dari keadaan stres, frustrasi, dan depresi," kata Basri.

Baca Juga: Siswi di Makassar Lompat dari Lantai 18 Hotel, Polisi Periksa Orangtua

5. Pendekatan psikologis untuk cegah bunuh diri

Kasus Bunuh Diri di Makassar, Psikolog: Tak Boleh Dianggap EntengIlustrasi masyarakat

Basri menekankan perlunya langkah antisipatif semua pihak, terutama pemerintah agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Secara psikologi, kata dia, terdapat berbagai pendekatan untuk membantu mengatasi kecenderungan perilaku bunuh diri. Secara umum, ada pendekatan individual dan pendekatan kolompok.

Pendekatan individual yakni seperti terapi identifikasi, di mana orang yang punya kecenderungan dibimbing dan dimotivasi untuk mengupayakan preservasi kondisi mental yang sehat (membebaskan diri dari keadaan depresi berat).

Pendekatan kelompok dapat dilakukan dengan mengoptimalkan kekuatan kelompok atau komunitas, salah satunya adalah psikoterapi kelompok. Dalam terapi kelompok ini, orang yang memiliki penyakit emosional ditempatkan dalam kelompok dan dibimbing oleh terapis untuk membantu satu sama lainnya menjalani perubahan emosional akut. 

"Inti dari terapi kelompok adalah menggunakan interaksi kelompok untuk membuat perubahan," kata Basri.

Baca Juga: Mahasiswa Bunuh Diri, Unhas Bentuk Tim Pengawas

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya