LBH Desak Polisi Bebaskan 37 Demonstran Omnibus Law di Makassar
Dua orang yang ditangkap merupakan anak di bawah umur
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar mendesak kepolisian agar membebaskan puluhan demonstran yang ditahan. Polisi menangkap mereka saat aksi penolakan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (RUU-Cilaka), Kamis, 16 Juli 2020.
Unjuk rasa berlangsung di depan Kantor DPRD Sulawesi Selatan, Jalan Urip Sumoharjo Makassar. Massa berasal dari berbagai elemen, dari mahasiswa, buruh, hingga santri. Demonstrasi berujung bentrok antara massa dengan polisi.
"Data dari pantauan di lapangan dan laporan yang telah dihimpun, terdapat sekitar 30-an lebih pelajar dan atau mahasiswa yang ditangkap, atau setidaknya masih dinyatakan hilang. Satu diantaranya adalah perempuan dan terdapat dua usia anak," kata Advokat Publik LBH Makassar Abdul Azis Dumpa dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (17/7/2020).
Baca Juga: Ratusan Orang Kepung DPRD Sulsel di Makassar, Demo Tolak Omnibus Law
1. LBH Makassar polisi membubarkan paksa peserta aksi
Azis mnengatakan aksi yang digelar sejak Kamis pagi awalnya berlangsung damai. Namun sekitar pukul 14.20 WITA, polisi membubarkan paksa demonstran dengan menembakkan gas air mata. Salah satunya ke arah salah satu aliansi, yaitu Aliansi Pelajar Mahasiswa Makassar (MAKAR) yang berada di atas jembatan layang.
Aliansi MAKAR disebut belum sempat merapat ke depan Kantor DPRD Sulsel yang sudah dipenuhi demonstran dari kelompok berbeda.
"Aliansi MAKAR kemudian berlarian ke atas fly over menghindari asap gas air mata, yang ditembakan secara brutal oleh kepolisian," Azis menerangkan.
Dari atas fly over, polisi mengejar demonstran hingga ke depan kampus Universitas Bosowa dan Universitas Muslim Indonesia. Polisi disebut terus menembakkan gas air mata hingga peserta aksi berhamburan.
Baca Juga: Kontroversial, Pasal-pasal Omnibus Law Cipta Kerja yang Menuai Kritik