TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gak hanya Bakar Ban, Mahasiswa Makassar Bikin Mural Kritik Omnibus Law

Mahasiswa Unismuh menyuarakan penolakan UU Cipta Kerja

Mahasiswa Seni Rupa Unismuh membuat mural di tengah unjuk rasa menolak pengesahan Omnibu Law Cilaka jadi undang-undang. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Beragam cara dilakukan mahasiswa di Kota Makassar untuk menyampaikan protes atas pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Selain orasi, mereka juga membuat karya mural yang mengandung pesan-pesan kritis.

Seperti yang dilakukan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Rabu (7/10/2020).

"Kita dari jurusan seni melakukam dengam cara mural karena sudah banyak teman-teman melakukan dengan orasi suara," kata Ketua Himpuman Mahasiswa Seni Rupa FKIP Unismuh Makassar, Irfan, saat ditemui di sela unjuk rasa di depan kampusnya, Rabu petang.

1. Mural menggambarkan penderitaan rakyat karena pengesahan UU Omnibus Law

Mahasiswa Seni Rupa Unismuh membuat mural di tengah unjuk rasa menolak pengesahan Omnibu Law Cilaka jadi undang-undang. IDN Times/Sahrul Ramadan

Mural dibuat di atas media berupa tripleks. Ada beberapa bentuk mural yang digambar dan dipajang mahasiswa di tengah jalan di sela unjuk rasa. Di antaranya kepala tanpa wajah tertulis 'Dewan Perwakilan Rakyat Investor'. Beberapa bagian menggambarkan seorang perempuan yang menangis.

Irfan menjelaskan, makna yang terkandung dalam mural. "Lukisan wajah menangis itu masyarakat yang menangis yang tertindas atau merasakan bagaimana DPR menginjak masyarakat kecil melalui pengesahan Omnibus Law," jelasnya.

Baca Juga: Aliansi Mahasiswa UIN Makassar Unjuk Rasa Menolak UU Omnibus Law

2. Setiap kali aksi dalam momentum apapun, mahasiswa sering membuat mural

Mahasiswa Seni Rupa Unismuh membuat mural di tengah unjuk rasa menolak pengesahan Omnibu Law Cilaka jadi undang-undang. IDN Times/Sahrul Ramadan

Irfan mengungkapkan, setiap kali mahasiswa Unismuh berunjuk rasa dalam momentum apapun, pihaknya mewujudkan aspirasi melalui mural. Mural menurut Irfan, akan lebih efektif digunakan sebagai media untuk menggambarkan penderitaan yang dirasakan rakyat. "Mural jika dilihat pasti akan mempersepsikan tentang sesuatu," ujarnya.

Mural tersebut, jelas Irfan, akan diunggah ke media sosial sebagai bentuk kritikan kepada pemerintah. Kemudian sisa mural yang dibuat akan disimpan sebagai aset sekaligus pengingat bahwa apa yang dilakukan pihaknya, bisa mewakili keadaan dan kondisi masyarakat terdampak kebijakan.

Baca Juga: Aliansi Barbar Makassar Demo Tutup Jalan, Desak UU Ciptaker Dicabut

Berita Terkini Lainnya