Jelang Putusan Kasus HAM Paniai, Aktivis: Terdakwa Harusnya Lebih Satu
Aktivis HAM berharap hakim memutuskan seadil-adilnya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar memutuskan perkara pelanggaran HAM Paniai Papua tahun 2014, pada Kamis (8/12/2022). Sidang putusan digelar jelang hari HAM Internasional yang diperingati setiap tanggal 10 Desember.
Jelang sidang putusan, aktivis HAM menyoroti jalannya persidangan kasus HAM Paniai. Sidang dianggap seharusnya bisa menyeret lebih dari satu terdakwa.
"Terdapat nama-nama yang harus didakwa dan itu terang dalam fakta-fakta persidangan," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Muhammad Haedir, Selasa (6/12/2022).
Kasus pelanggaran HAM berat di Paniai Papua terjadi 8 Desember 2014 silam. Hal itu bermula pada saat tiga pemuda Paniai diduga dianiaya sejumlah oknum TNI di Pondok Tanah Merah, Desa Ipakiye, Paniai. Penganiayaan memicu unjuk rasa warga Paniai ke lapangan Karel Gobai di Paniai Timur tepat di depan kantor Koramil 1705 Enarotali.
Akibat unjuk rasa itu, terjadi penembakan, empat orang meninggal dan beberapa orang mengalami luka-luka. Dalam kasus ini, hanya ada satu terdakwa, yakni eks Perwira Penghubung (Pabung) di Kormail 1705 Enarotali Paniai, Mayor (purn) Isak Sattu.
Baca Juga: Sidang HAM Paniai Papua, Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Terdakwa
1. Seharusnya penyidikan menggali keterangan saksi
Kata Haedir, pegiat HAM mendorong agar ada terdakwa lain dalam kasus pelanggaran HAM berat. Sebab, umumnya dalam sistem komando, pertanggungjawaban secara utuh tidak hanya dipegang satu orang saja. Melainkan ada komunikasi di antara orang-orang terkait.
"Salah satunya itu komandan Koramil, dia harusnya melaporkan bawahannya, tetapi dari fakta persidangan itu tidak di lakukan. Begitu pula dengan polisi yang melakukan pembiaran, kepolisian menurut fakfa-fakta persidangan memiliki tugas pengamanan tidak melakukan tindakan apapun, malah pilih mundur saat pemalangan terjadi pada 8 Desember itu terjadi," kata Haedir.
"Harusnya proses penyidikan mengarahkan penyidikannya untuk menggali keterangan para saksi-saksi itu. Tapi di Undang-Undang Pengadilan HAM itu dikenal pertanggungjawaban komando, artinya komandan tidak mencegah, membiarkan, memerintahkan bahkan tidak melapor segera bawahannya juga bisa dikenai pidana," Haedir melanjutkan.
Baca Juga: Pengacara Minta Hakim Bebaskan Terdakwa Pelanggaran HAM Paniai Papua