TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Twin Tower di CPI, Proyek Prestisius atau Ngawur?

Proyek yang berpotensi membebani APBD Sulsel di masa depan

Instagram/nurdin.abdullah

Makassar, IDN Times - Beberapa waktu belakangan, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdulllah getol mempromosikan pembangunan gedung menara kembar atau twin tower di lahan reklamasi Center Point of Indonesia (CPI) Makassar. Di setiap kesempatan, Nurdin hampir selalu menyinggung tentang proyek ini.

Pembangunan gedung yang rencananya berlantai 36 itu disebut akan menelan anggaran hingga Rp1,9 triliun dengan target pengerjaan selama 18 bulan. Kontrak kerja sudah diteken disusul groundbreaking. Ini artinya proyek sudah mulai dikerjakan.

Proyek ini digadang-gadang sebagai salah satu proyek prestisius Pemprov Sulsel di masa pemerintahan Nurdin Abdullah. Jika terwujud, maka twin tower akan menjadi gedung yang terintegrasi antara Kantor Gubernur Sulsel, DPRD Sulsel, serta perwakilan kantor Bupati/Wali Kota se-Sulsel. Bukan itu saja, gedung ini juga diklaim akan dilengkapi dengan sejumlah fasilitas seperti mal, hotel dan restoran.

"Kita ingin membangun sinergitas antara dinas, membangun secara terintegrasi semua. Tetapi kita punya kantor jauh-jauhan semua, sementara kita punya peluang, kita punya lahan di pinggir pantai ini sangat strategis untuk kita jadikan pusat pemerintahan," kata Nurdin Abdullah saat groundbreaking proyek tersebut di CPI, Sabtu, 7 November 2020 lalu.

Nurdin menyebut pembangunan twin tower dengan alasan dia ingin menghadirkan bangunan yang terintegrasi. Nurdin bahkan mengklaim pembangunan twin tower ini sebagai sebuah kolaborasi yang menjadi budaya baru dalam pemerintahan.

“Dimulainya pembangunan dengan twin tower ini akan mempersatukan kita semua dalam rangka melakukan percepatan pembangunan di Sulawesi Selatan,” kata Nurdin.

Baca Juga: Pemprov Sulsel Teken Proyek Twin Tower di Tanah Reklamasi

1. Pembangunan dengan sistem turnkey

Ilustrasi anggaran (IDN Times/Arief Rahmat)

Pembangunan Twin Tower ini diklaim tanpa menggunakan APBD ataupun APBN, melainkan dengan sistem turnkey. Maksudnya, proses pembayaran baru akan dilakukan setelah pembangunan gedung selesai. 

"Jadi ini betul-betul kolaborasi PT Sulsel Citra Indonesia (Perseroda) bersama Waskita Karya, saya kira ini sesuatu yang luar biasa,” kata Nurdin.

Meski begitu, Nurdin tetap yakin banyak pihak yang akan ikut menawarkan pembiayaan dengan penawaran bunga ringan dan tenggang waktu pelunasan selama 25 tahun. 

"Dibangun oleh rekanan, rekanannya juga dari BUMN. BUMN pasti ada sumber-sumber pembiayaan dari luar dengan bunga yang lebih murah," jelasnya.

2. Dewan sebut proyek membebani APBD di masa mendatang

Kantor DPRD Sulsel. IDN Times/Aan Pranata

Proyek pembangunan twin tower tak lepas dari polemik. Penyebabnya, rencana pembangunan tidak menggunakan APBD sehingga tidak melalui pembahasan bersama DPRD Sulsel. Padahal DPRD tetap ingin mengetahui dari mana dan bagaimana sistem pembiayaan proyek ini.

Sejumlah fraksi menyoroti rencana pembangunan twin tower, salah satunya Fraksi Demokrat. Mereka mempertanyakan mengenai kejelasan sistem pembiayaan turnkey itu.  

Juru Bicara Fraksi Partai Demokrat DPRD Sulsel, Andi Januar Jaury Dharwis, mengatakan pihaknya tetap menghargai upaya Gubernur Sulsel yang memanfaatkan momentum capital investment oleh pihak investor. Tapi bagaimana pun, kata dia, APBD bukan cuma bicara soal anggaran, melainkan juga turunan dari kebijakan umum yang mengikat program dan kegiatan.

"Fraksi Demokrat masih membutuhkan penjelasan karena meskipun tidak membebani APBD untuk saat ini, tetapi akan membebani APBD di masa mendatang," kata Januar.

Di sisi lain, Januar mengatakan pihaknya juga mengharapkan rincian penjelasan dampak kehadiran mega proyek ini terhadap PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional). 

"Menurut kami seharusnya sistemik untuk mewujudkan padat modal dan padat karya, bukan konglomerasi," katanya.

Baca Juga: APBD Sulsel 2021 Disahkan, Ini Catatan DPRD untuk Gubernur Nurdin

3. Lokasi twin tower dinilai strategis

Twin Tower dibangun di CPI Makassar. Dok. Humas Pemprov Sulsel

Pengamat Tata Kota Universitas Bosowa, Jufriadi, menilai rencana pemindahan kantor pemerintahan Pemprov Sulsel ke CPI tidak menjadi masalah meskipun letaknya di pinggiran kota. Karena kawasan CPI ini nantinya akan masuk dalam kawasan bisnis, perkantoran dan wisata pantai sehingga lokasinya sangat strategis.

Dia mengatakan twin tower diartikan sebagai pusat peradaban Sulsel dari hulu ke hilir ini mulai dari proses penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri yang terintegrasi sampai sektor jasa dan bisnis.

"Twin tower bakal menjadi simbol masyarakat Sulsel yang metropolis, berwawasan luas," kata Jufriadi kepada IDN Times via Whatsapp, Selasa (17/11/2020).

Jufriadi menilai rencana pemindahan kantor gubernur ke CPI sudah tepat. Menurutnya, hal ini tentu sudah diperhitungkan dengan berbagai pertimbangan, utamanya dari segi tata ruang, AMDAL dan mitigasi bencana khusus untuk wilayah pantai.

"Ini akan menyerupai kawasan perkantoran yang ada di Malaysia,"' sebutnya.

Nantinya, Kantor Gubernur yang saat ini berlokasi di Jalan Urip Sumoharjo Makassar bakal diubah menjadi ruang terbuka hijau. Jufriadi memandang itu sebagai sebuah langkah yang sangat bagus. Pasalnya,  Makassar masih kekurangan RTH, yakni 9 persen dari luas kota.

"Sementara syarat yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat. Jadi ini sangat bagus," kata Jufriadi.

Pemindahan kantor pemerintahan yang terintegrasi dengan kantor lainnya menjadi terobosan baru. Menurut Jufriadi, hal ini tidak menjadi masalah begitu pun dengan lokasinya yang jauh.

"Pak Gub mau sesuatu yang luar biasa dan belum ada di provinsi lain. Dan sangat diapresiasi banyak orang karena di Twin Tower ada kantor para bupati se-Sulsel dan lahan yang tersedia di CPI," katanya.

Baca Juga: Pertanian Jadi Tumpuan Ekonomi Sulsel Bertahan di Tengah Resesi

4. Pengamat keuangan negara ragukan sistem turnkey

Ilustrasi Uang Kas (IDN Times/Arief Rahmat)

Pengamat Keuangan Negara Universitas Patria Artha, Bastian Lubis, merasa ragu dengan sistem turnkey yang disebut tanpa membebani APBD. Menurutnya hal ini hanya bagus didengar tapi tidak mungkin dapat direalisasikan tanpa APBD Sulsel. 

Bastian menjelaskan, metode turnkey adalah kerjasama kontrak yang sudah lazim dipakai di dunia bisnis swasta karena ada penjaminnya. Hal ini biasa dilakukan pada sektor privat, perjanjian business to business. Sedangkan pada sektor publik antara pemerintah dengan swasta/BUMN atau government to business sangat jarang dilakukan.

"Pembiayaan operasional pembangunan sampai selesai (yang) akan dibiayai dulu oleh PT. Waskita Karya, tentu telah memperhitungkan nilai compouding factor-nya untuk future value di dalam kegiatan pembangunan tersebut," kata Bastian.

Menurut rencana bisnisnya, gedung twin tower akan berdiri 35 lantai seluas 154.551meter persegi. Nantinya, 35,30 persen akan dipersewakan untuk perkantoran pemerintah atau dinas-dinas di Pemprov. Sebanyak 34,36 persen luas lahan untuk DPRD Sulsel, sedangkan sisanya 30,56 persen untuk kegiatan retail dan parkir.

Kontrak dengan metode kontrak turnkey telah ditandatangani antara PT. Sulsel Citra Indonesia/SCI (Perseroda) BUMD milik Pemprov Sulsel dengan BUMN PT. Waskita Karya (Persero). Setelah pembangunan selesai, kata Bastian, kunci gedung segera diserahkan kepada PT. SCI, yang berarti terjadi beban hutang yang harus diselesaikan oleh Perseroda itu. 

"Pertanyaannya apakah ada uangnya PT. SCI sebesar Rp1,9 triliun pada bulan Mei tahun 2022 atau 17 bulan dari saat ini? Jawabnya sudah pasti nggak ada," kata Bastian.

Kalau pun nantinya tanah bangunan sudah punya sertifikat dari Badan Pertanahan Negara, Bastian menyebut kemungkinan itu akan diarahkan oleh PT. SCI pada pinjaman kredit di bank milik Pemprov Sulsel yaitu BPD Sulselbar. Pemprov Sulsel jadi penjamin dalam penyertaan modal berupa tanah CPI seluas 8 HA pada neraca PT. SCI.

Ke depan, masing-masing OPD di Pemprov Sulsel bakal mencicil uang dewa selama 25 tahun. Menurut Bastian, itu sama saja membebani APBD setiap tahun sampai hutang kredit di bank lunas.

Bastian juga menyebut kemampuan keuangan PT. SCI cukup memprihatinkan. Sebab kegiatan bisnisnya hanya sebatas pada menggunakan fasilitas kebijakan yang dimiliki oleh Pemprov Sulsel.

"Jadi ikut sedih dan prihatin siapa yang punya ide ngawur seperti ini sehingga dapat mempengaruhi Pak Gubernur untuk pembangunan twin tower yang belum dirasakan bermanfaat untuk menambah kebanggaan apalagi kesejahteraan untuk masyarakat Sulsel," kata Bastian.

Baca Juga: Semilir Anging Mammiri, Senja dan Kulineran di Lego-Lego CPI Makassar

5. Perseroda klaim proyek tidak membebani APBD

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika usai menandatangani kesepakatan APBD Sulsel 2021 pada rapat paripurna di Kantor DPRD Sulsel, Jumat (27/11/2020). Humas Pemprov Sulsel

Direktur Perseroda Muhammad Taufik Fachruddin beranggapan lain. Menurutnya proyek twin tower sangat mampu membiayai dirinya sendiri. Dia mengklaim pembangunan gedung ini tidak akan membebani anggaran APBD.

Taufik menjelaskan hal ini dalam pertemuan silaturahmi pimpinan dan anggota DPRD Sulsel dengan Gubernur Nurdin Abdullah yang dihadiri beberapa kepala OPD dan direksi Perseroda di halaman Gubernuran, Rabu, 18 November 2020.

Taufik menjelaskan, dari total bangunan twin tower 72 lantai itu, sekitar 30 persen nantinya dimanfaatkan untuk perkantoran Pemprov dan DPRD Sulsel. Sisanya, 70 persen akan disewakan kepada pihak lain.

Hasil jasa sewa bangunan sebanyak 70 persen itulah yang disebut Taufik sangat prospek dan menguntungkan.  Berdasarkan kalkulasi bisnis, kata dia, 70 persen bangunan yang digunakan untuk bisnis berupa hotel, mal, restoran, dan rumah sakit sangat menguntungkan.

"Bisa membiayai pengembalian anggaran biaya pembangunan sebesar Rp1,9 triliun dan bunganya. Tidak akan mengganggu APBD," kata Taufik.

6. Twin tower jadi pencitraan politik

Desain Twin Tower di CPI Makassar. Dok.Humas Pemprov Sulsel

Pengamat Politik Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto, menilai pembangunan twin tower begitu gencar dipromosikan karena alasan tertentu. Menurutnya, Nurdin Abdullah sedang menciptakan dan mewariskan sesuatu yang monumental sehingga dia layak dikenang sebagai gubernur. 

Menurutnya, setiap pemimpin butuh meninggalkan jejak prestisius dan jejak monumental. Ali menilai proyek twin tower ini bukan hanya prestisius tapi juga ambisius bagi seorang Nurdin Abdullah. Karena hal ini akan berpengaruh bagi citra dia ke depannya. 

"Jadi makanya setiap ada kesempatan pasti dia akan perkenalkan. Sebagaimana kemudian dia waktu jadi Bupati Bantaeng menggadang-gadang rumah sakit bertaraf internasional di Bantaeng," kata Ali.

Jika dibandingkan dengan proyek di Bantaeng, tentu proyek twin tower akan lebih prestisius dan ambisius karena skalanya jauh lebih besar. Menurut Ali, hal inilah yang membuat Nurdin begitu getol mempromosikan pembangunan itu di setiap kesempatan.

Menurut Ali, pembangunan twin tower ini bisa saja menjadi monumen pemerintahnya atau monumen untuk dirinya sendiri. Tapi bangunan ini tentu diharapkan menjadi sesuatu yang monumental sehingga membuat Nurdin 'akan dikenang' oleh publik. 

"Sama seperti Soekarno dengan proyek Tugu Monasnya dan GOR Senayan. Itu yang coba dia lakukan," kata Ali.

Selain itu, Ali juga menilai pembangunan twin tower sarat akan kepentingan politis. Karena berhasil tidaknya proyek ini nanti akan dikait-kaitkan dengan prestasi Nurdin ketika dia mencalonkan diri kembali di Pilgub Sulsel 2023. 

Twin tower pasti akan disebutkan sebagai deretan prestasi yang telah Nurdin lakukan. Karena ini akan menjadi portofolio bagi Nurdin di Pilgub selanjutnya. 

"Tentu walaupun ini hanya bagian dari pencitraan politik tapi proyek ini sangat strategis dan punya arti penting. Dan kemungkinan besar juga akan memberikan pengaruh yang besar terhadap publik," kata Ali.

Ali memandang pembangunan twin tower sebagai kebijakan yang berpihak terhadap pencitraan rezim, tapi belum tentu berpihak ke rakyat. Sebab urgensi pembangunannya belum dikemukakan secara jelas ke publik. 

"Apa urgensinya dipindahkan? Saya rasa kantor gubernur sekarang masih layak. Gedung DPRD sekarang juga masih sangat layak," kata Ali.

Menurut Ali, pemerintah perlu memikirkan kembali atau harusnya menjelaskan kepada masyarakat apa relevansi dari pembangunan twin tower. Apalagi saat ini masyarakat masih terpuruk akibat pandemik COVID-19. 

Dana triliunan untuk pembangunan gedung tersebut lebih baik jika dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,  membuat jalan untuk mempermudah akses transportasi di daerah terpencil, atau memberi subsidi kepada masyarakat yang membutuhkan.

"Ini kan lebih urgen daripada hanya sekadar membangun gedung. Walaupun misalnya kita juga butuh ikon-ikon untuk lanskap, tapi saya rasa itu adalah hal yang tidak terlalu urgen dibandingkan dengan bagaimana menciptakan kesejahteraan buat rakyat," kata Ali.

Baca Juga: Taman Emmy Saelan CPI, Ruang Hijau Baru di Makassar

Berita Terkini Lainnya