Ahmad Yani, Sang Pelita dalam Gulita Kehidupan Anak Jalanan Makassar
Yani menggerakkan Komunitas Peduli Anak Jalan Makassar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Banyaknya anak-anak mencari nafkah di tengah hiruk pikuk perkotaan sudah menjadi pemandangan umum di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Tak sedikit dari mereka yang mengais rezeki di bawah jalan layang atau flyover di kawasan Jalan AP Pettarani.
Dengan peralatan seadanya, mereka mencari nafkah di antara lalu lalang kendaraan yang berhenti saat lampu merah. Kadang mereka mengamen, menjual tisu, kadang juga menjual koran. Hal itu tentu saja bisa membahayakan mereka. Namun apa daya, rezeki tetap harus dicari.
Tak banyak yang peduli pada nasib mereka. Hanya segelintir orang yang benar-benar mau meluangkan waktu untuk mendengar keluh kesah anak-anak yang seharusnya masih bermain dan belajar. Di Makassar, sosok itu adalah Ahmad Yani.
Di tahun 2012 silam, Yani, sapaannya, mendirikan Komunitas Pedulli Anak Jalanan (KPAJ) Makassar. Inisiatif Yani itu berawal dari keprihatinannya pada anak-anak yang bekerja di bawah flyover.
"KPAJ ini kan dari tahun 2012 dibentuk. Awalnya itu saya di flyover lewat jam 2 subuh dan masih banyak anak-anak yang jualan koran di sana. Jadi kan agak miris melihat kondisi itu. Sampai detik ini masih banyak saya lihat di lampu-lampu merah sampai subuh mereka di trotoar tidur atau jualan," kata Yani kepada IDN Times, Jumat (27/8/2021).
1. Anak jalanan juga harus mendapatkan pendidikan
Bagi Yani, KPAJ merupakan gerakan untuk mengumpulkan anak-anak muda yang sama-sama peduli pada nasib anak-anak jalanan, khususnya anak-anak yang turun ke jalan mencari nafkah. Awalnya, KPAJ hanya beranggotakan 5 orang.
Melalui KPAJ, Yani bertekad untuk membuat anak-anak jalanan bisa mengenyam pendidikan, walaupun hanya pendidikan nonformal. Namun kondisi ini diakuinya cukup sulit karena tak mudah mengajak anak-anak jalanan untuk mau belajar.
"Jadi mereka itu agak susah memang untuk didudukkan belajar awalnya. Karena di satu sisi mereka mau bekerja, di satu sisi juga orangtua mereka tidak mau kalau anaknya meluangkan waktunya untuk belajar, pokoknya kerja terus," katanya.
Perlahan tapi pasti, anak-anak jalanan itu pun mulai bisa didekati. KPAJ menggunakan pendekatan yang lebih persuasif yaitu dengan rutin berbagi. Masa pendekatan itu berlangsung selama tiga tahun yaitu sejak 2012 - 2014.
Selama masa pendekatan itu, KPAJ kerap membagikan susu dan makanan kepada anak-anak jalanan. Begitu pun kepada orangtua mereka yang juga butuh pendekatan khusus.
"Kita berbagi makanan, Ada juga gerakan menutup aurat untuk anak jalanan. Jadi sehinga tiga tahun mereka dekat dengan kita, mulailah mengajar, membuka sekolah non formal," kata Yani.
Bagi anak-anak yang masih bisa melanjutkan sekolah, tapi terkendala dana dan peralatan sekolah seperti seragam atau sepatu, KPAJ akan mengusahakan supaya mereka bersekolah kembali. KPAJ sempat kesulitan juga saat mengumpulkan dana karena banyak orangtua yang tidak mau anaknya bersekolah.
Dulu, KPAJ membina anak-anak di flyover. Tapi seiring berjalannya waktu, komunitas ini berusaha agar anak-anak ini tidak lagi di jalanan. Maka dipindahkanlah mereka ke area binaan di lingkungan mereka.
"Itu kita bukakan sekolah belajar. Jadi sekolah nonformal bagi mereka yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Adapun adik-adik yang kedapatan tidak sekolah dan masih bisa diuruskan sekolah, kita usahakan mereka mendapatkan sekolah formal," kata Yani.
Baca Juga: Cerita dari Kampung Pemulung Makassar: Solidaritas di Atas Derita