TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bawaslu: Politik Uang via Dompet Digital Sulit Dideteksi

Butuh kesadaran masyarakat untuk menangkal politik uang

ilustrasi memberi dan menerima uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Makassar, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan mewanti-wanti masyarakat menjauhi praktik politik uang pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Jumlah petugas pengawas terbatas sehingga butuh kesadaran masyarakat untuk mencegahnya.

Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad mengatakan, transaksi politik uang sulit dideteksi. Apalagi saat ini berbagai layanan dompet digital memungkinkan transaksi uang secara mudah. Dia mencontohkan layanan seperti Gopay, DANA, Ovo, dan sejenisnya.

"Kalau mereka ingin melakukan transaksi jual beli suara, banyak saja yang bisa mereka lakukan tanpa diketahui oleh Bawaslu. Jadi kami hanya mendorong kesadaran masyarakat agar mereka tidak melakukan transaksi politik uang," kata Saiful Jihad kepada wartawan di Makassar, Selasa (1/11/2022).

Baca Juga: Verfak Parpol di Sulsel, Bawaslu Belum Temukan Pelanggaran

1. Jumlah pengawas terbatas tiga orang per kecamatan

Komisioner Bawaslu Sulawesi Selatan Saiful Jihad (tengah). (Dok. Istimewa)

Saiful mengatakan, transaksi politik uang secara konvensional saja sulit dideteksi. Apalagi jika sudah menggunakan sistem dompet digital. Bawaslu sendiri belum punya alat mendeteksi praktik politik uang, apalagi jumlah personel pengawas terbatas, cuma tiga orang per kecamatan.

"Jadi kami hanya membangun kesadaran masyarakat, selain (politik uang bisa) merusak pribadi, akan merusak nilai-nilai bangsa kita," ucap Saiful.

2. Pentingnya sosialisasi lewat tokoh masyarakat

Logo Bawaslu (bawaslu.go.id)

Untuk membangun kesadaran masyarakat, Bawaslu Sulsel terus bergerak buat sosialisasi. Mereka membangun pemahaman politik masyarakat serta menjelaskan aturan kepemiluan lewat berbagai program. Misalnya program go to school untuk siswa SMA hingga membangun desa sadar politik uang sebagai percontohan.

Saiful mengatakan, di Toraja, pihaknya bekerja sama dengan pemuka agama. Bahkan jelang pemilihan kepala desa, mereka sosialisasikan tentang haramnya politik uang menurut alkitab. Cara seperti itu dianggap cukup ampuh.

"Informasi yang kami dapat dari teman-teman di Toraja, satu pekan jelang pemilihan warga di Toraja mengengembalikan bingkisan (dari kandidat) karena mereka pertimbangkan itu haram dalam agama," ucap Saiful.

"Transaksi politik uang itu terjadi kalau ada orang yang mau memberi dan ada mau menerima. Kalau ada yang mau memberi tapi tidak ada mau menerima pastinya tidak akan jalan, begitu juga sebaliknya," dia melanjutkan.

Baca Juga: KPU Makassar Temukan Anggota Parpol Menyangkal saat Verifikasi Faktual

Berita Terkini Lainnya