TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bawaslu Mulai Memetakan Kerawanan Pilkada 2020 di Sulsel

Setidaknya ada tiga dimensi yang jadi tolok ukur

Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad. IDN Times/Aan Pranata

Makassar, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan, mulai memetakan kerawanan pada pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020. Pemetaan meliputi berbagai aspek yang berpotensi mengganggu tahapan pilkada.

Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Sulsel Saiful Jihad mengatakan, hasil pemetaan akan diumumkan serentak dengan daerah lain di seluruh Indonesia.

“Sementara masih dianalisis data yang disampaikan ke Bawaslu RI. Mudah-mudahan di Februari ini akan di-launching," ujar Saiful di Makassar, Minggu (2/2).

Baca Juga: Tidak Ada Lagi Panwaslu Kabupaten/Kota, MK Menggantinya Jadi Bawaslu

1. Bawaslu memetakan tiga dimensi potensi kerawanan

Ilustrasi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Pemilu 2019. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Saiful mengatakan, pemetaan potensi kerawanan disusun berdasarkan pengalaman pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2018. Setidaknya ada tiga dimensi yang jadi tolok ukur, yaitu penyelenggaraan, kontestasi, dan partisipasi.

Penyelenggaraan meliputi integritas dan profesionalitas penyelenggara, serta kekerasan yang menerpa mereka. Lalu kontestasi meliputi pencalonan, kampanye, serta kekerabatan politik para calon. Termasuk di dalamnya potensi praktik politik uang, netralitas ASN, dan bentuk pelanggaran lain.

Adapun dimensi partisipatif mempertimbangkan hak pilih masyarakat, karakteristik lokal, serta tingkat partisipasi.

“Menyangkut partisipasi, baik dalam menyalurkan hak politik maupun dalam mengawasi pelaksanaan pemilihan agar prosesnya terjaga dan hasilnya dipercaya,” ucap Saiful.

Baca Juga: Bukan Makassar, 5 Pilkada di Sulsel Berpotensi Hadirkan Kolom Kosong

2. Rawan-tidaknya satu daerah diakumulasi dari tiga dimensi di atas

(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Kapan suatu daerah dianggap rawan? Saiful menjelaskan, itu terjadi saat akumulasi data dari tiga dimensi di atas lebih tinggi dibandingkan daerah lain.

Misalnya, di daerah A, ada catatan sejarah penyelenggaranya yang tidak berintegritas atau diintimidasi. Di daerah itu juga pernah terungkap praktik politik uang atau mobilisasi ASN, maka otomatis masuk sebagai daerah yang rawan.

Berita Terkini Lainnya