Ditahan, Ini Kasus Korupsi yang Menjerat Haris Yasin Limpo

Terkait korupsi di PDAM Kota Makassar

Makassar, IDN Times - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menahan Haris Yasin Limpo sebagai tersangka kasus korupsi di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makasar. Haris merupakan Direktur Utama PDAM Makassar periode 2016-2019.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sulsel Yudi Triadi mengungkapkan, Haris tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi tahun 2017 sampai 2019 dan premi asuransi dwiguna jabatan walikota dan wakil wali kota tahun 2018-2019. Kejati turut menahan satu tersangka lain, Irawan Abadi, eks Direktur Keuangan PDAM Makassar.

"Terhadap tersangka HYL dan tersangka IA dilakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan," kata Yudi pada konferensi pers di Kantor Kejati Sulsel di Makassar, Selasa (11/4/2023).

Menurut keterangan Kejati Sulsel, Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi ditetapkan tersangka berdasarkan pembagian laba PDAM pada tahun 2016 sampai 2019. Menurut aturan, pembagian laba seharusnya berdasarkan rapat direksi yang disetujui oleh dewan pengawas kemudian ditetapkan oleh walikota. Namun pada kurun waktu itu, tidak pernah ada rapat pembahasan atau rapat direksi penetapan penggunaan dan pembagian laba.

"Serta juga tidak dilakukan notulensi sehingga tidak terdapat risalah rapat, melainkan pengambilan keputusan oleh direksi hanya berdasar rapat per bidang. JIka tentang keuangan maka pembahasa tersebut hanya terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar," Yudi menerangkan.

Meski PDAM Makassar mendapatkan laba, seharusnya perusahaan itu memperhatikan adanya kerugian. Dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirnya perusahaan, sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba. Tersangka Haris dan Irawan tidak mengindahkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Peraturan Daerah Makassar Nomor 6 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017'

"(Tersangka) beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba. Sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya, melainkan tanggung jawab direksi sebelumnya sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk Pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi yang merupakan satu kesatuan dari Penggunaan Laba yang diusulkan," kata Yudi.

Lebih lanjut, Yudi menerangkan, terdapat Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Bagi Walikota dan Wakil Walikota Makassar. Asuransi AJB Bumiputera diberikan berdasarkan Perjanjian Kerjasama PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera. Namun tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang-undangan bahwa Walikota dan Wakil Walikota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan Asuransi tersebut oleh karena yang wajib dilkutsertakan adalah Pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

"Sehingga pemberian asuransi jabatan bagi walkota dan Wakil Walikota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah pemberi kerja yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan."

Dari penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk Pembagian Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi serta Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Bagi Walikota dan Wakil Walikota Makassar, mengakibatkan kerugian keuangan daerah kota Makassar khususnya PDAM Kota Makassar dengan nilai total Rp20.318.811.975.60.

"Hal tersebut sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Badan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Selatan," Yudi menambahkan.

Baca Juga: Kejati Sulsel Tahan Adik Mentan SYL terkait Korupsi PDAM Makassar

Baca Juga: Ditahan, Ini Kasus Korupsi yang Menjerat Haris Yasin Limpo

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya