"Ratu Emas" Mira Hayati Menangis saat Bacakan Pledoi Sidang Skincare Merkuri

- Mira membantah dakwaan jaksa, klaim produk sudah berizin BPOM dan tidak mengandung merkuri
- Mira mengaku jadi korban tekanan psikologis dan ketidakadilan, bisnis lumpuh dan keluarga tertekan
- Mira memohon dibebaskan dan nama baik direhabilitasi, penasihat hukumnya juga meminta pertimbangan hakim
Makassar, IDN Times – Suasana haru menyelimuti Ruang Sidang Ali Said di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (17/6/2025). Terdakwa Mira Hayati, yang dikenal publik sebagai Ratu Emas, tak kuasa menahan tangis saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua Arif Wisaksono.
Dengan suara bergetar dan sesekali tersedak tangis, Mira menyampaikan pembelaan pribadi yang menjadi satu kesatuan dengan pledoi dari penasihat hukumnya.
“Saya tidak pernah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan. Apa yang saya alami sangat menyakitkan, apalagi saat itu saya sedang hamil dan mengalami preeklamsia,” ujar Mira di hadapan hakim.
1. Klaim Tak Ada Bukti Kuat, Produk Sudah Berizin BPOM

Mira membantah seluruh dakwaan jaksa yang menyebut dirinya melanggar Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ia menegaskan, semua produk dari pabriknya telah memenuhi standar dan memiliki izin resmi dari BPOM.
“BPOM rutin melakukan inspeksi ke pabrik saya dan mengambil sampel untuk diuji, tapi tidak pernah ditemukan pelanggaran,” ungkapnya.
Ia juga menekankan bahwa barang bukti yang disebut mengandung merkuri tidak pernah teridentifikasi berasal dari pabrik miliknya.
“Barang itu diambil dari distributor REZKI AMELIA. Tidak ada satu pun saksi yang bisa membuktikan bahwa produk itu berasal dari pabrik saya,” tegas Mira.
Selain itu, hasil uji laboratorium independen terhadap produk yang ada di pabrik tidak menemukan zat berbahaya. Mira juga mengaku aktif memperingatkan pelanggannya tentang potensi pemalsuan produk di pasaran.
"Saya tidak pernah membeli dan memerintahkan untuk memasukkan zat merkuri ke dalam produk milik saya," ungkapnya.
2. Mengaku Jadi Korban Tekanan Psikologis dan Ketidakadilan

Pledoi yang dibacakan Mira tak hanya berisi sanggahan atas dakwaan jaksa, tapi juga curahan perasaannya selama menjalani proses hukum yang disebutnya sangat berat. Ia mengaku mengalami tekanan luar biasa, baik dari pemberitaan media maupun kondisi kesehatan pribadinya.
“Saya hamil saat awal persidangan, lalu mengalami guncangan psikis yang berat hingga harus menjalani operasi caesar. Itu semua karena tekanan selama proses tahanan,” ucap Mira dengan suara parau.
Ia mengungkapkan, kasus ini telah membuat bisnisnya lumpuh. Sekitar 100 karyawannya terpaksa dirumahkan. Tak hanya itu, tekanan juga dialami oleh keluarganya, termasuk anak-anak dan suaminya.
“Saya tidak hanya dihukum secara hukum, tapi juga secara sosial dan moral,” katanya lirih.
Mira juga mengkritisi sikap Jaksa Penuntut Umum yang tetap mengajukan tuntutan meski menurutnya tidak ada fakta persidangan yang mendukung dakwaan tersebut.
"Maka saya berkesimpulan bahwa seluruh unsur dakwaan dan tuntutan yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum adalah tidak terbukti," ujarnya.
3. Harap Dibebaskan dan Nama Baik Direhabilitasi

Di akhir pledoinya, Mira memohon agar majelis hakim membebaskannya dari seluruh dakwaan. Ia berharap keadilan ditegakkan tanpa dipengaruhi tekanan dari luar. Sebab menurutnya seluruh dakwaan dan tuntutan JPU tidak terbukti.
"Menolak seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum, saya memohon agar dibebaskan dan nama baik saya dipulihkan. Semoga Yang Mulia diberikan kekuatan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan hati nurani,” tutup Mira, sembari menahan tangis.
Selanjutnya, sidang dengan agenda replik rencananya akan digelar Senin 23 Juni 2025.
4. Ada 49 Halaman Nota Pembelaan yang Dibacakan

Penasihat hukum Mira, Ida Hamidah, turut menyampaikan harapannya agar majelis hakim mempertimbangkan seluruh fakta yang terungkap di persidangan.
"Ada 49 halaman nota pembelaan yang dibacakan dan ada beberapa sub-sub mengenai dakwaan, tuntutan dan ada mengenai keterangan saksi," kata Ida usai sidang.
Ia juga sudah memaparkan nota pembelaannya. Pertama bahwa terdakwa betul adalah selaku Direktur PT Agus Mira Mandiri Utama. Kedua, pada saat penggeledahan tidak ada ditemukan bahan merkuri di pabrik.
"Ini juga berdasarkan keterangan saksi dari pihak kepolisian," imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga memasukan dasar hukum dimana penyidik melakukan metode penyelidikan dengan cara undercover by. Padahal Sesuai Peraturan Kepala Badan (Perkaba) Reserse Kriminal nomor 01 2022, metode itu hanya digunakan untuk mengungkap narkotika, bukan untuk skincare.
"Skincare bukan barang terlarang. Kami juga masukkan Yurisprudensi mengenai saksi dari pihak kepolisian. Jadi saksi dari pihak kepolisian tentunya ada kepentingan bagaimana caranya kasus ini agar maju ke persidangan,"
Olehnya itu, Ida Hamidah meminta kliennya agar dibebaskan dari tuntutan JPU. Kemudian terhadap barang bukti ponsel, juga pihaknya meminta dikembalikan pada pemiliknya.
"Karena sesuai dengan peraturan dari Kejaksaaan Agung yang sudah kami tadi bacakan dan KUHAP, juga sangat jelas mengenai barang bukti yang tidak berkaitan dengan ini perkara tindak pidana. Itu ponsel milik ibu Mira Hayati dan saksi Endang, "jelas Ida Hamidah.
Ida Hamidah menuturkan, polisi melakukan penyitaan mungkin ada komunikasi di ponsel tersebut. Tapi tidak terbukti di fakta persidangan.
"Komunikasi apa sih kenapa sampai ini ponsel itu disita?. Kalau untuk menjual, mempromosikan produknya itu kan hal yang wajar selaku pelaku usaha, tidak tidak ada larangan, "bebernya.
Ditegaskan Ida, tidak ada satupun bukti yang menyatakan bahwa gara-gara handphone ini kemudian terjadi tindak pidana. Makanya, pihaknya minta untuk dikembalikan kepada pemiliknya.