Menteri PPPA Soroti Tingginya Kasus Kekerasan Seksual di Sulsel

- Menteri PPPA Arifah Fauzi gelar dialog tertutup dengan korban kekerasan di UPT PPA Sulsel, mendengarkan pengalaman dan jaring masukan dari daerah.
- Kondisi kesehatan mental masyarakat yang mengkhawatirkan berkaitan erat dengan tingginya angka kekerasan seksual di Sulsel, perlu memperkuat pola asuh dan ikatan dalam keluarga.
- Kasus pelecehan di lingkungan pendidikan tinggi juga disoroti, kerja sama dengan Kemdiktisaintek untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan di kampus-kampus.
Makassar, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menyoroti tingginya kasus kekerasan, terutama kekerasan seksual di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Berdasar fakta tersebut, Menteri Arifah pun menggelar dialog tertutup dengan para korban kekerasan, Jumat (23/5/2025). Dialog ini berlangsung di Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Provinsi Sulawesi Selatan.
Kunjungan ini menjadi bagian dari agenda kerja Kementerian PPPA di Sulsel, termasuk meninjau program Ruang Bersama Indonesia (RBI) di Kabupaten Gowa. Usai pertemuan, Arifah menjelaskan dialog dilaksanakan untuk mendengarkan langsung pengalaman korban dan menjaring masukan dari daerah.
"Kita diskusi apa yang sudah dilaksanakan oleh teman-teman dinas di tingkat provinsi. Kemudian kita saling sharing apa kekurangan sehingga kita bisa perbaiki bersama-sama," katanya.
1. Arifah sebut kekerasan berkaitan dengan kondisi kesehatan mental masyarakat

Tingginya angka kekerasan di Sulsel, terutama kekerasan seksual, menjadi perhatian Arifah. Dia menilai persoalan ini berkaitan erat dengan kondisi kesehatan mental masyarakat dan rapuhnya ikatan dalam keluarga.
"Kekerasan seksual ini banyak terjadi di mana-mana karena sebetulnya kesehatan mental masyarakat kita dalam posisi yang sangat mengkhawatirkan," katanya.
Arifah menjelaskan, salah satu solusi yang ditawarkan untuk menangani persoalan kekerasan seksual adalah dengan memperkuat pola asuh dan ikatan dalam keluarga. Dia menyebut program Ruang Bersama Indonesia (RBI) menjadi salah satu prioritas yang berbasis di desa dan melibatkan kerja sama lintas kementerian serta lembaga.
"Salah satunya tentang kekerasan seksual bagaimana ini menjadi keprihatinan kita bersama dan kita selesaikan bersama-sama. Karena tidak mungkin ini diselesaikan sendiri oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak," kata Arifah.
2. Upaya pencegahan pelecehan di perguruan tinggi

Arifah juga menyoroti meningkatnya kasus pelecehan di lingkungan pendidikan tinggi. Dia menyebut pihaknya tengah menyiapkan kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) untuk turun langsung ke kampus-kampus dalam masa orientasi mahasiswa.
"Kami akan menyampaikan tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan di lingkungan sarana pendidikan. Kemudian, kita akan ngobrol dengan para mahasiswa untuk pencegahan apa sih sebetulnya dalam versi mahasiswa ini," katanya.
Arifah menilai masih banyak mahasiswa yang kemungkinan belum memahami bahwa tindakan-tindakan yang tampak biasa namun sebenarnya sudah mengarah pada kekerasan. Karena itu, penting untuk memberikan pemahaman bersama mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual agar dapat dikenali dan dicegah sejak dini.
"Jangan-jangan mereka tidak paham bahwa sebetulnya tindakan-tindakan yang seharusnya agak sensitif itu sudah menjurus kepada kekerasan. Kita harus memberikan pengetahuan bahwa hal-hal yang menjurus kepada kekerasan seksual ini harus disadari bersama," kata Arifah.
3. Kekerasan di Sulsel masih didominasi kekerasan seksual terhadap anak

Sementara itu, Kepala UPT PPA Sulsel Rahmi Andi Karini menyebut kekerasan seksual terhadap anak masih mendominasi. Dari 112 kasus yang ditangani sepanjang Januari hingga Mei 2025, sebanyak 90 persen merupakan kekerasan seksual terhadap anak.
"Memang sangat tinggi dan rata-rata yang terjadi itu ada di kabupaten kota yang di daerah-daerah yang memang kurang informasi kekerasan terhadap kasus-kasus kekerasan," ucap Rahmi.
Dia mengatakan upaya pencegahan diwujudkan melalui edukasi dan sosialisasi bersama instansi lain, termasuk mengaktifkan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) di berbagai daerah. Sejauh ini, sekitar 20 korban telah ditangani di rumah aman milik UPT PPA Provinsi.
"Rumah aman hampir 20-an sepanjang 2025 sampai dengan April. Karena Mei tidak ada. April ada tapi sudah keluar. Karena batas intervensinya hanya 14 hari," kata Rahmi.