Guru Ponpes di Maros Lecehkan 20 Santriwati Ditetapkan Tersangka

- Oknum guru pondok pesantren di Maros, Sulawesi Selatan ditetapkan sebagai tersangka
- Tersangka sudah ditahan di rumah tahanan Polres Maros untuk penyidikan lebih lanjut
- Dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap 20 santriwati, aksi bejatnya dilakukan dalam dua bulan terakhir
Makassar, IDN Times - AH (40), oknum guru pondok pesantren di Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang melecehkan 20 santriwati ditetapkan sebagai tersangka.
Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu mengatakan, pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak Kamis (5/12/2024).
"Iya sudah tersangka sejak hari kamis," ucap Aditya kepada IDN Times, Minggu (8/12/2024).
1. Tersangka sudah ditahan di Polres Maros

Aditya mengungkapkan, kini tersangka AH telah ditahan di rumah tahanan Polres Maros untuk proses penyidikan lebih lanjut.
"Ditetapkan tersangka dan sudah ditahan di Polres (Maros)," ujarnya.
2. Modus setor hafalan Al-Quran

Sebelumnya diberitakan, AH (40) dilaporkan ke polisi usai diduga melakukan pelecehan seksual kepada 20 santriwati.
Kasus ini terungkap saat seorang satriwati bersama temannya tengah menyetorkan hafalan ayat suci Al-Qur'an kepada AH terduga pelaku, yang merupakan ustaz di pesantren tersebut.
KBO Satreskrim Polres Maros Iptu Mukhbirin insiden pelecehan seksual ini terjadi mulai dari Oktober sampai November. Namun, baru diketahui oleh orang tua korban.
"Korban semuanya 20 orang namun tidak semuanya melapor hanya beberapa saja datang melapor untuk mewakili yang lain," Mukhbirin kepada awak media Jumat, (6/12/2024).
3. Rata-rata korban berusia 13-14 tahun

Mukhbirin mengungkapkan, dari keterangan saksi dan korban, terduga pelaku melakukan aksi bejatnya di ruang kelas di lingkungan pesantren dan telah menjalankan aksinya dalam dua bulan terakhir.
"Rata-rata korban masih berusia 13-14 tahun," bebernya.
Akibat perbuatannya, AH dijerat pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) Jo. Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016.
Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memiliki kaitan dengan perlindungan anak dan peraturan terkait tindak pidana yang dapat terjadi dalam konteks perlindungan anak.
"Hukuman penjara paling singkat 5 tahun maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar," tandasnya.