Curhat Jemaah Alumni Ijtima Gowa: Dikucilkan, Dilarang Salat di Masjid

Stigma negatif dan labelisasi dirasakan Jemaah Tabligh

Gorontalo, IDN Times - Pertemuan Ijtima Asia yang diselenggarakan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan membawa dampak bagi Jemaah Tabligh (JT) Syuro Alami Gorontalo. Pasalnya pertemuan itu ditengarai menjadi salah satu klaster penyebaran virus corona (COVID-19) di Indonesia. Alhasil rombongan perserta Ijtima Gowa, termasuk jemaah asal Provinsi Gorontalo mendapatkan stigma negatif dari kalangan masyarakat.

Ditambah lagi dengan beredarnya sebuah video ceramah yang dikabarkan berlokasi di kegiatan Ijtima Asia di Gowa, berjudul “Kirim-kirim jemaah ke tempat corona”. Masyarakat pun merespons video yang viral di media sosial. Tak sedikit yang melabeli para jemaah tabligh dengan sebutan masyarakat Gorontalo "Orang Tidak Pambadengar (OTP)".

“Itu sebenarnya cuma untuk memberi semangat (para jemaah). Bukan konsumsi untuk orang luar. Tapi ‘kirim-kirim jemaah di tempat corona’ itu juga tidak dibenarkan,” kata Syuro Jemaah Tabligh Kota Gorontalo, Rony Hemuto saat ditemui IDN Times di kediamannya, Senin (27/4).

Menurutnya, jika kalimat “Tidak takut corona” itu memang benar dan tidak bermasalah. Namun jika kalimat “kirim-kirim jemaah ke tempat corona” itu merupakan kesalahan yang juga bertentangan dengan hadis.

“Jadi yang salah itu ‘kirim-kirim jemaah ke tempat corona’ itu salah dan itu tidak boleh,” ungkapnya.

1. Jemaah Tabligh Syuro Alami legawa dengan stigma negatif masyarakat

Curhat Jemaah Alumni Ijtima Gowa: Dikucilkan, Dilarang Salat di MasjidSuasana di lokasi Ijtima Asia di Gowa. Dok IDN Times

Rony mengungkapkan, kelompok Jemaah Tabligh Syuro Alami Gorontalo legawa dengan stigma negatif yang diterimanya. Lantaran, kata dia, hal itu sudah menjadi risiko dalam melakukan kerja-kerja dakwah.

“Stigma dari masyarakat artinya pun kami memahami, namanya masyarakat yang mungkin Allah hu alam dengan berita media dan sebagainya mengenai corona, yang panik dan sebagainya. Sehingga pun sikap mereka kepada kami pun itu agak berlebihan,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa stigma negatif masyarakat wajar terjadi. Karena menurutnya banyak warga yang tidak tahu persis konteks kegiatan Ijtima, maupun maksud dari ceramah tentang corona. Ia tegas menyampaikan pandangan negatif bukanlah masalah bagi kelompok Jemaah Tabligh Syuro Alami.

2. Beberapa Jemaah Tabligh mengaku dikucilkan oleh warga di lingkungan tempat tinggalnya

Curhat Jemaah Alumni Ijtima Gowa: Dikucilkan, Dilarang Salat di MasjidSuasana Asrama Haji Kota Gorontalo pada Jumat (10/4/2020) tempat isolasi para jamaah tabligh yang baru saja kembali dari Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, untuk mengikuti acara Ijtima Ulama Asia. Elias untuk IDN Times

Salah satu anggota JT Syuro Alami mengaku merasa terasing di lingkungan masyarakat. Rafly Kasim yang juga turut mengikuti Ijtima Asia di Gowa menceritakan, bahwa setelah kasus 01 klaster Gowa diumumkan Gubernur Gorontalo pada 9 april lalu, ia merasa khawatir masyarakat menjauhinya karena dianggap membawa wabah corona.

“Sedangkan saya kalau pigi di masjid, pakai pakaian putih celana cingkrang itu khawatir,” kata Rafli saat ditemui IDN Times.

Terkadang ia pun merasa risih dengan pembicaraan warga tentang latar belakangnya sebagai anggota JT yang baru saja menjalani masa karantina di Asrama Haji Gorontalo. Bahkan, Rafly mengaku mengalami penolakan saat akan melaksanakan salat di sebuah masjid.

“Kata pak imam biar ada surat (surat keterangan sehat dan selesai karantina). Tidak boleh salat di sini,” ujar Rafly seraya tertawa.

Rafly mengatakan bahwa kejadian yang menimpa dirinya masih cukup biasa dibanding Abdurahman, temannya. Ketika warga di kompleks rumahnya tahu ia pernah mengikuti kegiatan Ijtima di Gowa, seketika itu pula tiga masjid di kompleks tersebut ditutup.

“Saya pe taman lebeh parah, sejak dorang tahu dia Jemaah Tabligh, tiga masjid di kompleks pa dia langsung dia tutup,” katanya.

3. Sebelum COVID-19 mewabah, kegiatan Ijtima Asia sudah mengantongi izin dari pemerintah

Curhat Jemaah Alumni Ijtima Gowa: Dikucilkan, Dilarang Salat di MasjidANTARA FOTO/Abriawan Abhe

JT Syuro Alami Gorontalo sejak Januari telah merencanakan untuk mengikuti Ijtima zona Asia di Gowa. Bahkan, kata Rony, pertemuan yang diikuti oleh seluruh anggota Jemaah Tabligh se-Asia itu sudah mendapatkan izin dari pemerintah, sebelum akhirnya dibatalkan.

Rony menceritakan, bahwa tetua JT Syuro Indonesia telah melakukan pertemuan dan memutuskan Sulawesi Selatan, tepatnya Kabupaten Gowa sebagai lokasi agenda Ijtima karena dinilai paling siap.

“Mereka pun sesepuh di Indonesia itu yang merujuk ke Syuro Alam itu mereka kumpul di Indonesia ini, mau dibuat di mana tempat yang siap, menjadi sentral kira-kira kita kumpul di seluruh Indonesia. Dan diputuskan di Makassar, teman-teman di Makassar pun yang paling ada kesiapan,” urai Rony. Saat itu, cerita Rony, kondisi penyebaran corona di Makassar, Sulawesi Selatan, masih belum signifikan.

“Nah setelah tanggal 19 (Maret), kemudian juga ada anjuran dari Presiden yang mana tentang social distancing yang juga permintaan pejabat-pejabat baik Gubernur dan juga Kapolda Sulawesi selatan. Mereka datang musyawarah dengan sesepuh tabligh kita yang sudah datang. Akhirnya kegiatan yang sedia dari tanggal 19 sampai 22 itu dipercepat,” jelasnya.

Rony menerangkan, kegiatan yang sudah dimulai sejak tanggal 18 Maret itu akhirnya dipercepat dan diselesaikan pada tanggal 19 siang. Setelah itu, para jemaah yang telah berkumpul segera dipulangkan ke daerahnya masing-masing keesokan harinya.

4. Jemaah Tabligh menunda seluruh kegiatan

Curhat Jemaah Alumni Ijtima Gowa: Dikucilkan, Dilarang Salat di MasjidSuasana ijtima di Gowa. (Dok. IDN Times)

Rony lebih jauh mengatakan, penyebaran virus corona di Indonesia menjadi perhatian bagi kelompok JT Syuro Alami. Bahkan para jemaah yang sempat mengikuti Ijtima Gowa diminta menunda segala bentuk kegiatan di luar rumah, termasuk pertemuan-pertemuan yang mendatangkan banyak jemaah.

“Sebagian jemaah juga sudah kembali ke daerah masing-masing. Dan ditangguhkan saat itu juga atau pertemuan-pertemuan yang lain."

Bahkan sejak surat rekomendasi dari tetua JT Indonesia diterbitkan, seluruh kegiatan di daerah telah ditiadakan sementara hingga wabah corona berakhir. 

"Sejak ada surat ini yang mana supaya ditangguhkan semuanya, baik program musyawarah setiap minggu ataupun malam jumat itu ada kumpul semua ditangguhkan,” Rony menerangkan.

5. Warga Gorontalo mengalami syok dan menimbulkan sentimen negatif

Curhat Jemaah Alumni Ijtima Gowa: Dikucilkan, Dilarang Salat di MasjidSuasana Asrama Haji Kota Gorontalo pada Jumat (10/4/2020) tempat isolasi para jemaah tabligh yang baru saja kembali dari Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, untuk mengikuti acara Ijtima Ulama Asia. Elias untuk IDN Times

Stigma yang dilekatkan sebagian masyarakat kepada Jemaah Tabligh alumni Ijtima Gowa, dilandasi kekhawatiran terhadap potensi penyebaran virus pada setiap kegiatan yang mendatangkan banyak orang. Untuk diketahui, Ijtima Gowa itu diikuti peserta dari 31 provinsi di Indonesia dengan total keseluruhan peserta sebanyak 18.698 orang. Angka itu belum ditambah dengan partisipan dari 12 negara lain sebanyak 474 orang.

Sekretaris II Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Gorontalo, Temmy Andreas Habibie mengatakan, warga mengalami syok saat mengetahui kasus terkonfirmasi positif 01 di Gorontalo merupakan anggota JT Syuro Alami alumni Ijtima Gowa.

“Akhirnya ini memunculkan kemarahan, perubahan emosi itu secara psikologi ada lima ya kalau menghadapi pandemi ini. Pertama orang itu syok dulu jadi orang terkejut dulu, kemudian denial, race. Nah ketika orang Gorontalo mendapati oknum Jemaah Tabligh ini positif, stigma itu lahir dari kemarahan sebenarnya,” terang Temmy dalam sambungan telepon, Senin (27/4).

Ia pun mengatakan bahwa, pelabelan kepada Jemaah Tabligh tidak hanya berasal dari masyarakat awam. “Buktinya ada di beberapa komentar di Portal Gorontalo (fanpage facebook) bukan hanya dari orang-orang anonymous gitu ya, tapi juga dari orang-orang yang saya tahu kredibel juga dari sisi akademis ya, dari sisi karir, jabatan. Tapi stigma tidak bisa dipungkiri dari dampak emosi masyarakat,” terangnya.

Temmy menjelaskan, bahwa anggota Jemaah Tabligh yang sempat ditemuinya juga mengaku mengalami ketidaknyamanan. “Ada labelisasi misalnya 'JTP' Jemaah Tidak Pamba Dengar, istilah-istilah jemaah yang dikemukakan masyarakat kepada mereka, kemudian JPTS, OTP atau OTPS itu label-label yang disematkan kepada mereka,” ungkap dia.

6. Pelabelan terhadap Jemaah Tabligh di Gorontalo terjadi di kehidupan sehari-hari

Curhat Jemaah Alumni Ijtima Gowa: Dikucilkan, Dilarang Salat di MasjidSuasana Asrama Haji Kota Gorontalo pada Jumat (10/4/2020) tempat isolasi para jemaah tabligh yang baru saja kembali dari Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, untuk mengikuti acara Ijtima Ulama Asia. Elias untuk IDN Times

Pelabelan negatif terhadap para anggota JT di Gorontalo, kata Temmy, terjadi di kehidupan sehari-hari, termasuk di media sosial. Tindakan diskriminasi itu, jelasnya, tertuju pada orang yang mengenakan atribut-atribut islami seperti celana cingkrang dan janggut.

“Saya lihat sendiri dan saya alami sendiri itu saat ada beberapa yang menggunakan atribut yang mirip JT, jenggot dan sebagainya itu sempat ada beberapa ekspresi tidak suka, ekspresi takut juga, jadi ada bercampur ekspresi yang ditunjukkan,” jelas Temmy.

Temmy menerangkan bahwa setiap ekspresi berbeda-beda karena stres bersifat fenomenologis atau tergantung daya respons setiap orang. Ia mengatakan bahwa untuk JT yang lebih dewasa akan menanggapi dengan tenang, berbeda halnya dengan JT yang masih muda.

“Ada juga beberapa oknum JT dari kalangan milenial misalnya yang aktif di facebook, ah itu terganggu akhirnya melakukan tindakan pembelaan. Saya tahu tindakan pembelaan itu bagian dari stres juga karena tidak mau diberikan stigma negatif dan label negatif dari masyarakat.”

Baca Juga: Klaster Gowa: Bukti Betapa Bahayanya Berkerumun pada Masa Wabah

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya