TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Termasuk Soeharto, Ini 4 Tokoh Idola BJ Habibie

Mulai dari Soekarno hingga para ekonom terkemuka

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Makassar, IDN Times - Berbicara BJ Habibie sesungguhnya tak melulu perihal prestasinya sebagai insinyur kedirgantaraan, kisah cinta dengan almarhumah Hasri Ainun Habibie, hingga lika-liku saat menjabat Presiden Republik Indonesia dari masa transisi dari pemerintahan diktator menuju gerbang demokrasi.

Sosok kelahiran Parepare 25 Juni 1938 ini ternyata memiliki idola yang menjadi inspirasi.  Bukan teknokrat luar negeri atau sosok budaya populer, tokoh-tokoh tersebut adalah mereka yang mewarnai perjuangan Indonesia dari masa kemerdekaan hingga pembangunan dekade 1980-an.

Dikutip dari buku Dikutip dari bukunya Detik-detik yang Menentukan, Habibie menyebutkan empat tokoh idolanya. Siapa saja?  Berikut ini IDN Times menyajikan profil singkat para idola Habibie.

Baca Juga: Kala Soekarno Wafat dalam Sepi, 49 Tahun Lalu

1. Soekarno, sang pemberi semangat nasionalisme

IDN Times/Imam Rosidin

Bagi satu generasi yang mengalami sendiri gegap gempita kemerdekaan Indonesia, sulit untuk tidak mengidolakan Soekarno. Sebagai presiden pertama, sosok kelahiran 6 Juni 1901 itu ibarat sebuah terang pengantar dari gelap. Suara menggelegarnya saat mengumumkan kemerdekaan Indonesia setelah diperas selama tiga abad menjadi percik awal semangat kebanggaan.

"Soekarno memberi nasionalisme dan patriotisme," papar Habibie. Singkat padat dan jelas. Bung Karno adalah mitos sekaligus kenyataan paling berharga yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Memerintah dari 1945 hingga 1967, Soekarno membawa Indonesia untuk duduk di posisi spesial percaturan politik internasional. Namun, negeri belia ini masih kesulitan dalam menyelesaikan masalah ekonomi. Belum lagi menyoal pergolakan dalam negeri yang berujung pemberontakan dan gonjang-ganjing politik.

Saat wafat pada 21 Juni 1970, Soekarno dalam keadaan sepi. "Putra Sang Fajar" jalani hari-harinya dalam kesepian lantaran dituduh terlibat dalam peristiwa G30S. Tanpa keluarga dekat dan istri-istri, sang proklamator berpulang ke haribaan ilahi bak orang buangan.

2. Soeharto, atasan Habibie selama Orde Baru

Dok. Setneg RI

Sulit membicarakan Soeharto tanpa menyinggung segala kontroversinya. Mulai dari caranya meraih tampuk kekuasaan tertinggi, pelanggaran HAM hingga dugaan KKN. Hal ini pun disadari oleh Habibie sendiri.

"Sulit bagi saya untuk menulis mengenai Presiden Soeharto tanpa orang meragukan objektivitasnya," ujar sang teknokrat dalam buku Detik-Detik yang Menentukan (2006).

Namun, Habibie mengakui bahwa Soeharto memiliki tempat tersendiri di hatinya. "Ia menjadi panutan sebagai pemimpin pada umumnya dan khususnya yang berkaitan dengan budaya kepemimpinan Jawa," demikian ditulis Habibie. 

Lahir di Kemusuk, Bantul, pada 8 Juni 1927, Soeharto acapkali menyebut istilah-istilah yang akrab dengan telingan orang Jawa.

Salah satu paling diingat ialah 'lengser keprabon, madeg pandhita'' yang kurang lebih berarti 'meninggalkan tahta secara sukarela, kemudian menjadi begawan untuk penguasa berikutnya'. Istilah tersebut dia ucapkan tepat setahun sebelum dilengserkan gerakan reformasi pada 1998.

3. Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo, Sang ekonom andalan

Pekan Buku Indonesia 1954 (Djakarta: Gunung Agung)

"Seorang intelektual yang berani mempertahankan pendapatnya dan tetap setia pada keyakinannya," begitu Habibie mendeskripsikan idolanya yang satu ini. Sumitro merupakan ayah Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra.

Latar belakang Sumitro Djojohadikusumo sebagai bangsawan dan ketertarikan keluarga dengan perbankan dan ekonomi mengantarnya menimba ilmu ke Universitas Sorbonne Paris dan Economische Hogeschool Rotterdam.

Sumitro menjabat sebagai menteri pada Orde Lama dan Orde Baru. Rinciannya antara lain menjadi Menteri Perdagangan dan Industri (1950-51), dua kali jabatan Menteri Ekonomi (1952-53, 1955-56), Menteri Perdagangan (1968-73) dan Menteri Riset (1973-78). Belum menghitung karir lainnya seperti staff PM Sutan Syahrir, kepala delegasi Indonesia untuk PBB hingga profesor di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sumitro sendiri turut serta dalam upaya pemberian beasiswa kepada para mahasiwa yang kelak menjadi 'arsitek' bagi pembangunan ekonomi modern Indonesia. Nah, Habibir mengenal Sumitro sejak bergabung dalm gerbong kabinet pilihan Soeharto pada dekade 1970-an.

Baca Juga: 5 Solusi Eyang Habibie untuk Masalah Cinta

Berita Terkini Lainnya