Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Akibat Menilai Diri Terlalu Tinggi, Self Confidence yang Kebablasan

ilustrasi seorang pria (pexels.com/urtimud.89)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/urtimud.89)
Intinya sih...
  • Penilaian diri yang terlalu tinggi menyulitkan dalam mencari pekerjaan
  • Gampang tersinggung dan merendahkan orang lain karena merasa paling berharga
  • Terkesan sombong dalam pergaulan dan sulit menerima pandangan orang lain
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bagaimana penilaianmu terhadap diri sendiri? Menilai diri bisa terasa mudah atau sulit tergantung dari pengenalanmu terhadap diri sendiri. Kalau kamu mengenali diri dengan baik, penilaian diri gampang dibuat dan cukup tepat. Memang penilaian diri tidak bisa 100 persen pas sebab pasti terdapat subjektivitas.

Begitu pula ketika orang lain yang memberikan penilaian terhadapmu tak lepas dari subjektivitasnya. Namun, baik penilaian diri yang terlalu rendah maupun tinggi sama buruknya. Saat kamu menilai diri terlampau rendah, muncul rasa tak bangga terhadap diri.

Malah timbul perasaan minder yang kuat. Akan tetapi, penilaian yang berlebihan ke diri sendiri juga menyebabkan lima masalah berikut. Sedikit meragukan diri justru bermanfaat untuk memastikan kamu gak sampai menjadi pribadi yang over confidence.

1. Lebih sulit memperoleh pekerjaan

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Anthony Lian)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Anthony Lian)

Kenapa keyakinan yang luar biasa atas kemampuan dan karakter diri malah bisa menyusahkanmu ketika mencari kerja? Sebab dengan penilaian diri setinggi itu, kamu pasti ingin semua perusahaan memberimu penghargaan setinggi mungkin. Walaupun dirimu belum punya pengalaman kerja sama sekali, tuntutanmu terhadap pemberi kerja telah begitu muluk.

Sekalipun kamu tahu rata-rata pendapatan karyawan di posisi yang dilamar, dirimu tetap minta gaji jauh di atasnya. Penghasilan di bawah keinginan selalu dipandang sebagai sikap perusahaan yang tidak menghargai kandidat karyawan terbaiknya.

Kamu tak menyadari semua keyakinan terhadap diri itu belum teruji sama sekali. Itu baru dari segi tawar-menawar gaji. Dalam hal posisi pun, dirimu mengeyel menginginkan kedudukan yang lebih tinggi. Kamu merasa pantas untuk itu. Sebaliknya, posisi di bawahnya yang sebetulnya lebih cocok buatmu malah dianggap penghinaan. Dirimu selalu mental ketika mengikuti seleksi kerja meski dari segi CV gak ada masalah.

2. Gampang tersinggung dengan perlakuan orang lain

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Mahdi Bafande)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Mahdi Bafande)

Dengan perasaan bahwa kamu sangat hebat melebihi orang-orang, otomatis muncul keinginan untuk diistimewakam. Kamu tidak peduli dasar atas perasaan tersebut yang sesungguhnya lemah serta tak terbukti. Dirimu cuma merasa seharusnya orang-orang lebih menghargaimu.

Di rumah makan misalnya, kamu gampang sekali kesal hingga memaki pelayan yang sikapnya kurang sesuai dengan harapanmu. Padahal, sikapnya sama ke pengunjung yang lain. Hal-hal sepele seperti ini bikin emosimu kerap tiba-tiba negatif. Bahkan reaksimu ke orang-orang juga menularkan emosi buruk itu pada mereka.

Keinginanmu buat dihormati sampai sedemikian rupa amat besar. Namun, belum tentu kamu bisa melakukan hal yang sama pada orang lain. Malah kecenderunganmu ialah merendahkan orang-orang. Kamu begitu yakin mereka di bawahmu dalam hal apa pun.

3. Merasa pasangan sangat beruntung mendapatkan dirinya

ilustrasi seorang pria (pexels.com/GlassesShop GS)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/GlassesShop GS)

Kamu amat narsisistik. Sekalipun dulu dirimu yang jatuh cinta duluan pada seseorang lalu mulai mendekatinya, setelah kalian jadian ucapanmu lain. Kamu selalu mengatakan ke mana-mana tentang betapa beruntungnya pasanganmu. Dia menemukanmu yang begitu berharga seperti berlian.

Dari perkataanmu, ada kesan bahwa dirimu sebetulnya cuma mengasihaninya. Kamu menjadi pasangannya bukan sebab sungguh-sungguh mencintainya. Dirimu merasa gak bakal rugi atau kehilangan dia seandainya kalian putus. Sebaliknya, menurutmu pasanganmu bisa awet menjomlo bila kamu tak bermurah hati menerima cintanya.

Mulanya, pasanganmu barangkali santai saja mendengar ucapan seperti itu. Ia menganggapnya candaan. Tapi pengulangan yang terus-menerus di depan siapa pun seolah-olah kamu sedang melakukan klarifikasi lama-lama membuatnya merasa terhina. Awas saja kamu menangis 7 hari 7 malam jika dia meninggalkanmu.

4. Terkesan sombong dalam pergaulan

ilustrasi seorang pria (pexels.com/PNW Production)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/PNW Production)

Caramu menceritakan diri sendiri bikin orang geleng-geleng kepala. Kamu senantiasa menganggap dirimu tokoh utama dalam segala hal. Contoh, posisimu hanya karyawan biasa di kantor. Namun, dari ucapanmu seakan-akan dirimu menjadi penentu dalam maju atau mundurnya kantor tersebut.

Kamu seperti memikul tanggung jawab yang amat besar. Seandainya dirimu tak ada, semua orang pasti bakal kalang kabut. Barangkali kamu merasa amat keren mengatakan hal-hal demikian. Akan tetapi, di balik punggungmu para pendengar justru mencibir.

Perkataanmu tentang diri selalu lebih besar dari aslinya. Semua orang yang cukup lama mengenalmu tahu itu. Walaupun orang-orang yang baru mengenalmu boleh jadi seketika memercayai saja. Kamu tidak henti-hentinya berbual tentang kehebatan diri. Seolah-olah itu untuk memperjelas bahwa orang lain gak ada apa-apanya darimu.

5. Merasa paling pintar padahal masih harus banyak belajar

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Jan Kopřiva)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Jan Kopřiva)

Kamu cenderung banyak bicara. Sekilas, dirimu terlihat begitu kritis. Segala hal dikomentari secara panjang lebar. Sikap kritis itu juga kerap disamakan dengan kepandaian. Namun, tidak lama kemudian orang-orang pun tahu bedanya orang pintar dengan cuma menganggap dirinya paling smart.

Walaupun bicaramu banyak dan nyaring, kalau isinya disimak tidak ada yang istimewa. Tak terdapat gagasan yang baru dan murni. Apa yang dikatakan olehmu terlalu umum serta gak menggambarkan sudut pandang pribadi yang seharusnya punya ciri khas.

Kamu juga kesulitan menerima pandangan dari orang lain dan hanya menonjolkan arogansi. Semua itu bukan tanda orang pintar yang sejati. Orang pandai yang asli malah amat sabar dalam mendengarkan serta mengamati sebab dari situ mereka terus belajar. Dirimu yang pintarnya belum seberapa malah merasa telah tahu semuanya.

Penilaian diri yang ketinggian bukannya mendatangkan kebaikan justru keburukan. Sadar diri tetap diperlukan. Tidak perlu merasa kecil atau gagal ketika jauh di dalam hati, kamu sadar bahwa dirimu tak jauh berbeda dari orang-orang di sekitarmu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us

Latest Life Sulawesi Selatan

See More

4 Kesalahan Finansial yang Sering Dilakukan Pasutri Setelah Menikah

06 Okt 2025, 13:51 WIBLife