TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Catatan Alfred Russel Wallace tentang Makassar di Tahun 1856

Wallace menilai Makassar kota tercantik di timur Indonesia

Bagian luar Benteng Fort Rotterdam di Kota Makassar antara tahun 1883 hingga 1889, dalam lukisan litograf karya Josias Cornelis Rappard. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Makassar, IDN Times - Pada 2 November 1856, Alfred Russell Wallace menatap Kota Makassar dari geladak kapal yang membawanya. Tiga hari sebelumnya ia meninggalkan Lombok, di mana Wallace menjumpai kebudayaan Suku Sasak beserta keanekaragaman faunanya. Sudah dua tahun melakukan ekspedisi di Jazirah Melayu, Makassar dan Pulau Sulawesi ternyata sudah menarik minatnya sejak lama.

"Sungguh sebuah kepuasan tersendiri ketika menjejak pesisir Makassar yang sebenarnya sudah saya amat nantikan sejak bulan Februari. Saya telah memperkirakan di sini akan ada banyak hal-hal baru dan menarik yang akan saya temui," kenang Wallace dalam paragraf pembuka Bab 15 buku The Malay Archipelago (1869).

Baca Juga: Wallacea Week 2019, Riri Riza Bicara Unsur Lokalitas Dalam Film

1. Alfred Russell Wallace, naturalis asal Inggris, singgah di Makassar pada November 1856

Borderland Magazine, April 1896 (Wikimedia Commons)

Dari laut, pemandangan sawah yang membentang luas langsung menyambut. Namun ketika berjalan tiba di pelabuhan, Wallace menyaksikan kesibukan perniagaan lengkap dengan personil keamanan. Mulai dari kapal-kapal muatan, perahu tradisional, kapal patroli yang dilengkapi senapan, dan masih banyak lagi.

Meskipun sudah dua tahun melanglang buana, ternyata Makassar adalah kota kolonial Belanda pertama yang dikunjungi oleh Wallace. Namun, ia mengakui Makassar jauh lebih bersih ketimbang kota-kota di bagian timur Nusantara yang sudah ia jejaki. Naturalis kelahiran Wales tersebut bahkan menemui peraturan unik. Tiap pukul empat sore, jalan-jalan besar disiram oleh warga.

Baca Juga: Bernilai Sejarah, 7 Potret Landmark Kota Makassar Dahulu vs Sekarang

2. Makassar jadi satu-satunya kota milik Hindia-Belanda yang disinggahi Wallace

Collectie Tropenmuseum

Ternyata kebijakan tersebut bukannya tanpa alasan. Air akan mengalirkan kotoran menuju saluran pembuangan terbuka yang berukuran raksasa. Segala kotoran akan terbawa menuju laut melalu proses alamiah ketika air pasang laut menggenangi saluran pembuangan tersebut.

Wallace --berusia 32 tahun ketika berkunjung ke Makassar-- turut menggambarkan kondisi kota Makassar waktu itu. Di daerah pesisir, yang sekarang menjadi Jalan Penghibur, sudah dipadati oleh kantor dagang dan gudang milik pedagang Belanda dan Tionghoa. Warung-warung milik penduduk asli turut berdiri di pusat ekonomi Makassar tersebut, sesuatu yang masih bertahan hingga kini.

Baca Juga: 150 Tahun Jejak Kawasan Wallacea, Mari Merayakannya di Makassar

3. Pemandangan sawah sanggup mengingatkan Wallace ke kampung halamannya

Collectie Tropenmuseum

Sementara itu, daerah sekitar Benteng Fort Rotterdam sudah menjadi pusat pemukiman orang Belanda termasuk Gubernur Makassar waktu itu. Bentangan sawah sudah terlihat hanya sepelemparan batu dari pusat administrasi kolonial Belanda waktu itu. Begitu tiba di Makassar, Wallace disambut oleh Gubernur Sulawesi waktu itu yakni Dirk Francois Schaap.

Namun Wallace tak betah di kota lantaran biaya sewa tempat tinggal yang selangit. Ia pindah ke Mamajang, menempati pondok sederhana yang ditawarkan pengusaha kopi bernama Jacob Mesman. Di Mamajang, pematang sawah membuat dia sedikit banyak terkenang tanah Inggris yang sudah dua tahun ditinggalkan. Namun tak ada flora dan fauna unik bisa ditemuinya.

Baca Juga: [FOTO] Pesona Budaya, Adat Istiadat dan Alam Tana Toraja di Zaman Dulu

Berita Terkini Lainnya