Wallacea Week 2019, Riri Riza Bicara Unsur Lokalitas Dalam Film

Dirinya mendorong lebih banyak tema lokal yang diangkat

Makassar, IDN Times - Kegiatan Wallacea Week 2019 di Kota Makassar kembali dilangsungkan di Universitas Hasanuddin. Namun jika dua hari sebelumnya berupa simposium bertema sains, acara bertajuk Bincang-Bincang pada Rabu (27/11) memilih tema spesifik mulai dari pangan, konservasi hingga seni.

Dalam kegiatan yang dihelat di Auditorium Prof. Amiruddin, Fakultas Kedokteran Unhas, sineas kondang Riri Riza berkesempatan tampil membahas kondisi dunia film di Indonesia Timur, yang notabene masuk ke dalam wilayah Garis Wallacea gagasan ilmuwan Alfred Russel Wallace yang kesohor.

Membuka presentasi Sinema di Jalur Wallacea, Riri Riza sedikit membeberkan profil keluarganya di hadapan para peserta. "Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa saya adalah putra daerah. Ayah saya berasal dari Enrekang. Sedang ibu saya lahir di Sungguminasa, Gowa," ujarnya disambut riuh tepuk tangan.

1. Riri Riza yakin bahwa film adalah salah satu cara mengenalkan budaya kepada publik yang lebih luas

Wallacea Week 2019, Riri Riza Bicara Unsur Lokalitas Dalam FilmDok. Istimewa/IDN Times

Berbicara tentang film, Riri Riza menyebut bahwa media seluloid bisa menjadi alat perkenalan budaya kepada khalayak yang lebih luas. Ia memberi contoh yang dilakukan mendiang Usmar Ismail yang menyelipkan warna Sumatera Barat dalam film-filmnya. Kebiasaan tersebut kini diteruskan oleh Slamet Rahardjo dan Garin Nugroho.

Lebih jauh, dirinya turut menyoroti keberadaan timpangnya konsumsi film antara penduduk kota (urban) dan masyarakat pedesaan.

"Film seperti kebudayaan yang berkembang di banyak tempat kemudian menjadi sebuah karya yang sangat urban. Contohlah bioskop yang jarang ditemui di desa dan justru menjadi simbol kota. Karena bioskop lebih banyak berada di kota, kota pun menjadi tema besar dari film-film di Indonesia dan dunia," lanjut Riri.

Reformasi 1998 memang membuat pintu kreatifitas terbuka lebar. Namun ia mengakui bahwa yang menikmati hanya ibu kota negara dan sekitarnya.

2. Perkembangan pesat perfilman di Makassar juga mendapat pujian dari Riri Riza

Wallacea Week 2019, Riri Riza Bicara Unsur Lokalitas Dalam FilmDok. IDN Times

Sutradara pemilik nama lengkap Muhammad Rivai Riza tersebut mengakui bahwa ada banyak tema lokal menarik yang bisa digali oleh pelaku layar lebar di Indonesia Timur. Namun semuanya tersendat oleh strategi yang menjadi pakem saat coba mencuat di tingkat nasional.

Ia turut memuji perkembangan pesat perfilman Kota Daeng selama beberapa tahun belakngan. "Makassar sebenarnya sangat unik dan luar biasa. Film sudah menjadi bagian dari identitas Makassar. Ini jelas berbeda dari kawasan lain," tuturnya.

"Namun apa yang digambarkan masih seputar tema perkotaan. Banyak juga tradisi, mistisisme dan legenda yang sudah tergambarkan dalam film. Tetapi masih banyak ruang-ruang kosong dan itu yang saya coba gali," lanjut Riza.

Ia bahkan buka-bukaan tentang kendala yang acapkali dihadapi sineas daerah. Tantangan dimulai dari perizinan lewat lembaga sensor, jaringan bioskop yang berada di ibu kota, hingga jumlah bioskop di seluruh Indonesia yang masih terbatas.

Baca Juga: Simposium Wallacea Week 2019 di Unhas Angkat Pentingnya Keberagaman

3. Sineas lulusan IKJ tersebut juga membagikan resep agar karya film sarat nilai lokalitas bisa diterima publik luas

Wallacea Week 2019, Riri Riza Bicara Unsur Lokalitas Dalam FilmDok. Istimewa/IDN Times

Melihat kondisi tersebut, Riri Riza sudah mendobrak pakem dalam beberapa karyanya. Ada film laga "Pendekar Tongkat Emas" (2014) yang proses syutingnya berlangsung di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Ditambah "Atambua 39° Celsius" (2012) dan tentu saja "Athirah" (2016) yang mengangkat kisah masa kecil pengusaha kondang Jusuf Kalla.

Dalam kesempatan yang sama ia turut menjabarkan SEAscreen Academy, wadah kerjasamanya dengan Rumata' Artspace, yang coba bangkitkan semangat lokalitas. "Apa yang menjadi misi kami adalah memperkenalkan kekayaan budaya dan lingkungan yang dimiliki oleh kawasan di Asia Tenggara. Semangat lokal sedang tumbuh dengan menarik di kawasan kita," tutur lulusan IKJ tersebut.

Lantas apa resep agar karya sarat lokalitas bisa diterima oleh publik luas? Riri Riza menjawabnya dengan lugas. "Tema yang universal, kualitas produksi yang berstandar tinggi, dan publikasi-promosi menjadi kunci bagi kesempatan sineas menjangkau penonton yang lebih jauh," pungkasnya.

Baca Juga: Dubes Inggris Ikut Merayakan Wallacea Week di Makassar

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya