TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

MB 2021: Potret Bencana dari Sisi Personal dalam "Asa di Selimut Duka"

Buku yang disusun selama pandemik dan pasca-gempa Majene

Acara bincang buku "Asa di Selimut Duka" yang merupakan rangkaian acara Makassar Biennale 2021 di Studio Artmosphere, Sabtu 4 September 2021. (Dok. Yayasan Makassar Biennale)

Makassar, IDN Times - Bertepatan dengan hari keempat pameran seni Makassar Biennale 2021, Sabtu lalu (4/7/2021), pihak penyelenggara melakukan acara diskusi buku "Asa di Selimut Duka" (Penerbit Sulbartern, 2021). Berlangsung di Studio Artmosphere, sang penulis yakni Abdul Masli didapuk sebagai pembicara.

Buku yang terbit Juli lalu itu berupa kumpulan catatan personal Abdul selama masa pandemik COVID-19. Selama enam bulan awal pagebluk, ia terpaksa harus meninggalkan Makassar dan kembali ke kampungnya yakni Desa Manyamba, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.

Menghabiskan waktu di tanah kelahiran, kebingungan mahasiswa Jurusan Antropologi Universitas Hasanuddin itu bertambah lantaran gawainya rusak. Alhasil untuk mengisi waktu luang, ia menumpahkan segala isi pikirannya ke buku catatan sebagai pengusir rasa sepi dan bosan.

1. Buku "Asa di Selimut Duka" disusun oleh Abdul Masli dari 2020 hingga awal tahun ini

Sampul buku "Asa di Selimut Duka" (Penerbit Subaltern, 2021). (Instagram.com/abdulmasli)

Di hadapan 15 peserta diskusi buku, "terkurung" tanpa gawai membuatnya sempat mengalami "guncangan budaya". Ia mengaku tak pernah tinggal dalam waktu berbulan-bulan di kampung. Sejak kecil Abdul sudah berada di kota dan kabupaten lain untuk bersekolah.

Kendati senang membaca buku kajian pedesaan, ia mendapati praktik dan teori ternyata bertolak belakang. Abdul pun harus beradaptasi dengan cara bertani.

"Saya belajar membersihkan lahan, menyemai, membersihkan kebun, hingga memanen dan mengeringkan kacang hijau yang saya tanam sendiri. Dari kecil sih sering lihat dan bantu orang tua saja, tapi melakukan semua rangkaian bertani adalah pengalaman pertama," ungkapnya seperti dikutip dari laman resmi Yayasan Makassar Biennale.

Baca Juga: Makassar Biennale 2021: Membahas Bunyi Dapur dan Foto Senja Sederhana

2. Abdul juga menceritakan pengalaman turun sebagai relawan gempa Majene pada Januari silam

Acara bincang buku "Asa di Selimut Duka" yang merupakan rangkaian acara Makassar Biennale 2021 di Studio Artmosphere, Sabtu 4 September 2021. (Dok. Yayasan Makassar Biennale)

Tak cuma tentang pengalaman ketika pandemik, pria yang hobi bersepeda ini turut menceritakan hari-hari saat ia turun langsung sebagai relawan gempa bumi Majene pada Januari 2021 silam. Pengalaman berinteraksi dengan para penyintas, yang tengah berjuang mencukupi kebutuhan makan dan air, amat membekas dalam benaknya.

"Bahkan ibu-ibu di banyak posko di sana masih berusaha menjamu kami dengan kopi, teh dan kue-kue. Padahal mereka justru yang membutuhkan banyak bantuan. Tapi mereka masih terus berusaha bersikap ramah kepada para relawan," ungkapnya.

Perwakilan Penerbit Sulbaltern yang hadir menjelaskan mereka tertarik menerbitkan catatan Abdul sebagai buku sebab sifat reflektif di dalamnya. Meski berisi duka dan kesedihan akibat pandemik dan bencana alam, tetap ada suntikan asa serta dorongan untuk optimis yang terselip.

Baca Juga: Makassar Biennale 2021: Belajar Mengenal Diri Sendiri lewat Journaling

Berita Terkini Lainnya