Festival Film Tahunan "German Cinema" Kembali Sambangi Makassar
Film petualangan, dokumenter hingga thriller siap diputar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Festival film yang menjadi agenda tahunan Goethe-Institut Indonesien, German Cinema, kembali dihelat mulai Selasa (1/10) hingga Minggu (6/10) mendatang. Acara yang sudah memasuki edisi ketujuh ini masih membawa film-film terbaik Jerman ke bioskop-bisokop yang tersebar di enam kota besar di Indonesia, termasuk Makassar. Genre-nya pun beragam mulai dari petualangan, dokumenter, keluarga, hingga thriller.
Khusus tahun 2019, ada dua tajuk fokus yakni "30 Jahre Mauerfall" dan "Contemporary Black and White". Dalam rangka peringatan 30 tahun runtuhnya Tembok Berlin, tiga film perihal kehidupan di Jerman Timur dan Barat pada Perang Dingin akan diputar. Sementara Contemporary Black and White menyajikan sepasang film kisah dua sineas berpengaruh Jerman dalam balutan gambar hitam-putih.
Baca Juga: Ngobrolin Bucin dan Lika-liku Kehidupan Asmara dalam Tea Party Makassar
1. Untuk edisi 2019, German Cinema mengangkat dua program fokus yakni "30 Jahre Mauerfall" dan "Contemporary Black and White"
Menurut Anna Maria Strauß, Kepala Bagian Program Budaya di Goethe-Institut Indonesien, robohnya Tembok Berlin tepat tiga dekade silam menjadi penanda keruntuhan sebuah sistem. "Sejak itu, masa seputar titik balik tersebut menjadi tema penting di dunia film," ujarnya.
Maka dalam kesempatan peringatan peristiwa historis tahun 1989 itu, German Cinema memilih tiga film berlatar belakang masyarakat yang waktu itu masih terpisah antara Barat dan Timur. "Masing-masing film tersebut menceritakan kisah-kisah yang sangat pribadi dari sudut pandang yang berbeda-beda," lanjutnya.
Film-film dalam fokus 30 Jahre Mauerfall antara lain "Balloon" (2018) karya Michael “Bully” Herbig perihal usaha dua keluarga melarikan diri dari Jerman Timur ke Jerman Barat menggunakan balon terbang. Ada juga "Gundermann" (2018) karya sutradara Andreas Dresen yang menyajikan biografi seorang penyanyi dan penulis lagu terkenal asal Jerman Timur, Gerhard "Gundi" Gundermann, yang penuh haru.
Baca Juga: Makassar Biennale 2019: Migrasi, Sungai dan Kuliner dalam Kesenian