LBH Makassar-PBHI Sulsel Desak Aparat Hentikan Kriminalisasi Nelayan

Dua nelayan Kodingareng jadi tersangka

Makassar, IDN Times - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)-LBH Makassar dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Sulawesi Selatan, mendesak Komnas HAM dan Polda Sulsel untuk segera menghentikan kriminalisasi nelayan di Pulau Kodingareng.

Dua nelayan Kodingareng, Kecamatan Sangkarrang, Kota Makassar, saat ini telah menjadi tersangka dalam konteks kasus penolakan perusahaan tambang pasir laut asal Belanda, yang masuk dalam wilayah tangkap mereka. Dua nelayan itu adalah Manre dan Nasiruddin.

"Polair Polda Sulsel tidak seharusnya menangkap para nelayan, apalagi dengan alasan laporan perusahaan. Karena selama ini, nelayanlah yang menjadi korban dari proyek ini," kata Ketua PBHI Sulsel Abdul Azis dalam rilisnya kepada jurnalis, Kamis (27/8/2020).

1. Tiga bentuk pelanggaran HAM yang diduga dilakukan perusahaan penambang pasir

LBH Makassar-PBHI Sulsel Desak Aparat Hentikan Kriminalisasi NelayanNelayan Pulau Kodingareng. IDN Times/ASP Sulsel

Aziz menyebut, ada tiga bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan penambang pasir di perairan Makassar bersama mitra bisnisnya di Sulsel. Pertama, hak terhadap informasi dan partisipasi masyarakat. Kedua, pelanggaran atas hak lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat.

Bentuk pelanggaran ketiga adalah hak atas mata pencaharian dan mendapatkan penghidupan bagi nelayan. "Bayangkan berapa kerugian nelayan selama wilayah tangkapnya dirusak oleh perusahaan penambang. Berapa hutang perempuan di Pulau Kodingareng karena tidak adanya hasil tangkapan suaminya," ungkap Aziz.

2. Nelayan ditangkap karena dilaporkan perusahaan penambang pasir

LBH Makassar-PBHI Sulsel Desak Aparat Hentikan Kriminalisasi NelayanRatusan ibu Pulau Kodingareng Makassar, bertahan hingga malam hari di depan Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (13/8/2020). IDN Times/Sahrul Ramadan

Aziz menduga, penangkapan dua nelayan adalah bagian dari upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan penambang pasir. Aziz bilang, nelayan sengaja dikorbankan dengan hukum, agar perusahaan bisa mendapatkan keuntungan banyak dalam proyek penambangan ini.

Menurut Aziz, Polair Polda Sulsel seharusnya berdialog dengan warga. Menyelidiki akar masalah yang menyebabkan nelayan diseret ke persoalan hukum. "Bukan menangkap para nelayan. Lalu mereka melaporkan nelayan karena alasan sehingga polisi menangkapi para nelayan. Ini pelanggaran HAM berat," ungkap Aziz.

Aziz menegaskan, kalau upaya kriminalisasi nelayan ini berlanjut, maka PBHI Sulsel bersama LBH Makassar akan berkolaborasi untuk mendampingi para nelayan. Kedua nelayan tersebut, kini telah ditahan di sel tahanan Polda Sulsel untuk menjalani proses hukum lanjutan.

3. Kriminalisasi untuk meredam perlawanan nelayan menolak penambangan pasir

LBH Makassar-PBHI Sulsel Desak Aparat Hentikan Kriminalisasi NelayanNelayan Pulau Kodingareng Makassar membawa kapal mereka ke darat usai ditenggelamkan Polairud Polda Sulsel di perairan Makassar, Minggu (23/8/2020). Dok. ASP

Terpisah, Kepala Divisi Lingkungan dan Tanah LBH Makassar, Edy Kurniawan mengatakan, bahwa kriminalisasi terhadap nelayan sudah diprediksi saat gerakan nelayan di Pulau Kodingareng makin besar. "Tidak hanya para nelayan tetapi perempuan bahkan anak-anak remaja juga mendukung para nelayan," ujar Edy dalam rilis yang sama.

Menurut Edy, kriminalisasi adalah jalan yang ditempuh pihak penambang untuk meredam perjuangan nelayan dalam mempertahankan hak konstitusionalnya. "Maka saya dengan sangat meminta Polda Sulsel menghentikan proses kriminalisasi nelayan dan membebaskan para nelayan. Polda harus melindungi warga negara bukan malah memenjarakan warga negaranya sendiri," kecam Edy.

Terkait dengan kedatangan Komnas HAM hari ini, kata Edy, LBH selaku pendamping nelayan meminta agar lembaga negara ini dapat mencari solusi membantu mengakhiri konflik ruang antara perusahaan penambang dan para nelayan di Pulau Kodingareng. Juga mengakhiri kriminalisasi para nelayan. "Kami berharap agar wilayah tangkap nelayan tidak dijadikan wilayah tambang. Karena itulah sumber masalahnya," ucap Edy menyudahi.

Baca Juga: Nelayan Kodingareng Dipolisikan, LBH Anggap Cacat Prosedur Hukum

4. Sikap polisi tetap lanjutkan proses hukum nelayan

LBH Makassar-PBHI Sulsel Desak Aparat Hentikan Kriminalisasi NelayanDirektur Ditpolairud Polda Sulsel Kombes Hery Wiyanto/Istimewa

Direktur Ditpolair Polda Sulawesi Selatan Kombes Pol Hery Wiyanto, telah berkomitmen untuk tetap memproses hukum kedua tersangka karena perbuatannya dianggap melanggar aturan. Manre, dijerat dengan Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Negara. Ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara.

Sementara Nasiruddin, dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) KUHPidana, tentang perusakan. Ancaman hukuman maksimalnya 5 tahun 6 bulan penjara. "Tetap proses hukumnya masih berjalan. Apa lagi sudah memenuhi unsur perbuatan pelanggaran pidana," kata Hery dalam kesempatan sebelumnya.

Manre disebut merusak mata uang rupiah sebagai simbol negara. Hasil penyelidikan polisi saat itu, uang itu merupakan pemberian perusahaan penambang pasir bagi nelayan yang ikut melakukan survei lokasi. Survei itu untuk memastikan lokasi penambangan tidak masuk dalam wilayah tangkap nelayan.

Sementara Nasiruddin, dianggap merusak fasilitas selang apung pelempar pasir untuk Makassar New Port. Menurut Hery, berbekal bom molotov dan bensin, tersangka melakukan perusakan. Seluruh bukti telah disita penyidik untuk proses hukum lanjutan.

Baca Juga: Polair Polda Sulsel Tolak Pendampingan Hukum 3 Nelayan Kodingareng

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya