Sidang HAM Paniai, Eks Pangdam Cenderawasih Curhat soal Papua

Fransen: Pangdam tidak ada apa-apanya di Papua

Makassar, IDN Times - Mantan Panglima Kodam XVII Cenderawasih Mayor Jenderal TNI (Purn) Fransen G. Siahaan curhat soal kondisi keterpurukan di wilayah Papua. Dia berbicara soal itu saat jadi saksi di sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Paniai di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (13/10/2022).

Awalnya, jaksa penuntut umum menanyakan mengapa di usia 78 tahun Indonesia merdeka, masih banyak persoalan dan keributan di Papua. Jaksa kemudian menanyakan seputar tugas Fransen selama menjaga teritorialnya selama menjabat Pangdam Cenderawasih.

"Bapak ke mana saja menjabat Panglima saat itu? Kok sampai sekarang ini masih (berupaya) mencegah terjadinya pertumpahan darah. (Untuk) amankan daerah saat bapak bertugas, apa upaya-upaya bapak saat itu? Kan bapak sebagai Panglima di Papua saat itu harus memberi edukasi ke masyarakat, sehingga orang bisa merasa aman, apalagi mereka ada punya otonomi khusus," kata jaksa di persidangan.

Baca Juga: Eks Wakapolri Dicecar soal TGPF di Sidang Kasus HAM Paniai

Baca Juga: Eks Panglima Kodam Cenderawasih jadi Saksi di Sidang HAM Paniai Papua

1. Fransen: Pangdam tidak ada apa-apanya di Papua

Sidang HAM Paniai, Eks Pangdam Cenderawasih Curhat soal PapuaEks Panglima XVII Cendrawasih, Mayjen TNI (Purn) Fransen G. Siahaan saat diperiksa di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (13/10/2022). (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Sempat terdiam sejenak, Fransen menjawab pertanyaan jaksa. Dia menyatakan bahwa berbagai permasalahan yang terjadi di Papua tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengharapkan kerja dari seorang Pangdam.

"Kehadiran Pangdam di sana tidak ada apa-apanya pak. Semuanya komponen negara ini harusnya bertanggung jawab permasalahan Papua. Bukan hanya Pangdam yang mengerjakan segelintir," katanya.

"Ada di situ Polda, ada di situ yang lain dan seharusnya di sana ada dari pihak kementerian-kementerian, bagaimana itu bisa menekan kemiskinan orang Papua, kebodohan, keterbelakangan masih lanjut sampai saat ini. Seharusnya bapak tanya kepada negara, saya itu hanya diperintah lakukan hanya sekecil saja," Fransen melanjutkan.

Fransen menjelaskan, Kodam Cenderawasih bekerja agar program-program pemerintah bisa diterima masyarakat Papua. Namun upaya itu terkendala medan dan transportasi yang sangat sulit.

"Saya dari Merauke ke daerah lain pulang pergi sudah lima juta, dari mana ini duit Pangdam pak, dana taktis saya juga tidak didukung, sedikit pak," katanya.

"Jadi ditanya kemana Pangdam, saya ada pak. Saya menjabarkan perintah Panglima (TNI) saja. Bagaimana atasi kebodohan, bagaimana atasi ketertinggalan, atasi juga ketertinggalan itu bukan tugas Pangdam. Tapi tugas Pangdam itu aman perbatasan kurang lebih 700 kilometer yang harusnya saya jaga, ada 50 titik (jaga) saya bentuk dan banyak jalan-jalan tikus disana," ucap Frans.

2. Saat kejadian Paniai, Pangdam tidak berada di Papua

Sidang HAM Paniai, Eks Pangdam Cenderawasih Curhat soal PapuaTangkapan layar saat enam anggota TNI dan Polri hadir sebagai saksi di sidang HAM Paniai di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (12/10/2022). (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Jaksa pun kembali bertanya di mana posisi Fransen saat kejadian pelanggaran HAM berat di Panian tanggal 8 Desember 2014. Saat itu, Fransen saksi sebagai Panglima Kodam beserta Dandim dan Danrem setempat tidak berada di Papua.


"Saya pada saat kejadian itu sedang ikut apel Dansad (Komandan Satuan Angkatan Darat) bersama Dandim dan juga Danrem. Kegiatan di Semarang itu dipimpin Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat) waktu itu pak Gatot Nurmantyo," jawab Fransen.

3. Fransen mengaku tidak terima laporan kasus Paniai

Sidang HAM Paniai, Eks Pangdam Cenderawasih Curhat soal PapuaPara saksi dari prajurit TNI disumpah di persidangan HAM Paniai Papua di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu malam (12/10/2022). (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Dalam kesaksiannya, Fransen mengatakan, saat kejadian penganiayaan warga sipil di Tanah Merah Paniai di tanggal 7 Desember 2014 dan penembakan di lapangan Karel Gobai depan Koramil Enarotali 1705 Paniai sehari sebelumnya, dia tidak mendapat laporan sama sekali.

"Tidak ada laporan saat itu ke saya, nanti setelah kejadian baru saya dapatkan laporan dari komandan Korem. (Laporannya) terjadi demo besar-besaran mengakibatkan masyarakat ke Polsek dan Koramil terjadi chaos," katanya.

"Saat itu saya tanya dimana Dandim dan dimana Danramil, apa tindakan mereka ini. Komandan Korem bilang komandan Kodim tidak ada dan komandan Koramil juga tidak ditempat," sambungnya.

4. Jaksa tanya kenapa Panglima Kodam tidak ke Paniai

Sidang HAM Paniai, Eks Pangdam Cenderawasih Curhat soal PapuaLetda Gatot Riyanto saat diperiksa sebagai saksi di sidang kasus HAM Paniai di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (12/10/2022). (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Jaksa mempertanyakan Frans tidak segera ke lokasi usai kejadian Paniai. Padahal daerah itu termasuk daerah teritorialnya sebagai pimpinan Kodam Cenderawasih.

"Kenapa bapak hanya perintahkan Asintel (Asisten Intelijen) ke Paniai, kenapa tidak bapak sendiri saja yang berangkat kesana. Setahu saya, Panglima itu punya helikopter dan punya pesawat khusus," tanya Jaksa.

"Jadi boleh saya kesana, tapi kan saya harus berpikir, mengkaji dan analisa ini kejadian. Karena kondisi saat itu cuaca dan pesawat ke lokasi tidak ada, Asintel saya dua hari di Biak baru bisa melanjutkan perjalanan ke daerah Paniai," Frans menjawab.

"Asintel pakai pesawat komersial, memang ada helikopter, Belt dan MA17 tetapi kondisi Papua kita tidak bisa perkirakan. Di sini cerah tapi di balik bukit atau gunung itu ada hujan atau gelap," Fransen melanjutkan.

Kasus pelanggaran HAM Paniai terjadi pada 8 Desember 2014. Peristiwa itu bermula dari tiga orang pemuda yang menegur anggota TNI di Pondok Natal Bukit Merah, Kampung Ipakiye, Kabupaten Paniai, Papua.

Kejadian itu memicu terjadinya bentrok antara anggota TNI dan warga, karena anggota TNI bersangkutan tidak terima ditegur. Akibat kejadian tersebut, empat orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka.

Terdakwa Isak Sattu merupakan purnawirawan TNI yang pernah jadi Perwira Penghubung Kodim Paniai. Terdakwa diduga melanggar, pertama; Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan kedua; Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Baca Juga: Pengacara: Fakta Sidang Paniai Belum Mengarah ke Pelanggaran HAM Berat

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya