UNICEF: Konservatisme jadi Salah Satu Pemicu Perkawinan Anak

Angka perkawinan anak cenderung menurun

Makassar, IDN Times - Konservatisme menjadi salah satu pemicu perkawinan anak di Sulawesi Selatan. Konservatisme sendiri merupakan suatu paham yang mendukung nilai-nilai tradisional.

Hal ini disampaikan Kepala Kantor Perwakilan UNICEF Wilayah Sulawesi dan Maluku, Henky Widjaja, saat menjadi narasumber pada kegiatan workshop jurnalis bertajuk 'Membangun Sensitivitas Jurnalisme Peduli Anak'. Workshop yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar ini berlangsung di Hotel Grand Asia, Senin (20/2/2023).

"Konservatisme ini jadi fenomena sosial yang terus terang sampai sekarang memang belum ada solusi paten kalau kita bicara terkait bagaimana konservatisme bisa mendongkrak perkawinan anak karena kita berdialog dengan banyak pihak," kata Henky.

1. Ada kampanye nikah muda

UNICEF: Konservatisme jadi Salah Satu Pemicu Perkawinan AnakIlustrasi Menikah Muda (IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar)

Henky tak menampik adanya kampanye nikah muda yang juga turut mendukung nilai-nilai konservatisme.Padahal menikah muda sebenarnya bisa berdampak pada anak lantaran secara fisik maupun mental belum siap.

Menurut Henky, konservatisme merupakan fenomena masyarakat di mana para mereka mempunyai pengaruh sendiri. Akan tetapi faktor-faktor itu kemudian bisa memperburuk kondisi sosial.

"Pengaruh dari mereka bisa sangat signifikan dan bisa juga sangat lemah. Jadi sangat tergantung bagaimana masyarakat sangat terikat dengan pengaruhnya," ujarnya.

Baca Juga: Viral Pernikahan Anak di Wajo Sulsel, Suami-Istri Masih Siswa SMP

2. Upaya UNICEF tekan angka perkawinan anak

UNICEF: Konservatisme jadi Salah Satu Pemicu Perkawinan AnakIlustrasi perkawinan anak https://www.unicef.org/indonesia

Henky memaparkan perkawinan anak di Sulsel hingga saat ini masih terjadi. Kendati demikian, angka persalinan anak di Sulsel cenderung menurun dengan angka 9,25 persen pada 2021.

Untuk menekan kasus perkawinan anak, UNICEF memberikan pendampingan kepada pemerintah terkait penguatan sistem pada kebijakan. Kemudian memberikan penguatan sistem kepada para stakeholder seperti penghulu, KUA, pengadilan agama, hingga pemerintah desa.

Selain itu, UNICEF juga gencar bekerja sama akademisi dari berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Hasanuddin dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin serta lembaga-lembaga keagamaan. 

"Kami juga meminta perspektif mereka dan tentunya juga peran aktif dari pihak-pihak ini untuk sama-sama mendorong untuk menekan perkawinan anak. Sejauh ini, positif. Kami tidak lihat penolakan," kata Henky.

Baca Juga: Limbah Elektronik di Makassar Bahayakan Kesehatan Pemulung

3. Butuh kampanye menyeluruh

UNICEF: Konservatisme jadi Salah Satu Pemicu Perkawinan AnakIlustrasi Pernikahan (IDN Times/Mardya Shakti)

Kendati konservatisme menjadi salah satu pemicu, namun penyebab perkawinan anak sebenarnya tidak bisa digeneralisir. Henky menjelaskan penyebab perkawinan anak berbeda di setiap daerah.

Di Kabupaten Bone misalnya, penyebab perkawinan anak didominasi faktor kemiskinan. Lain lagi di Kabupaten Wajo yang umumnya justru terjadi di kalangan keluarga menengah ke atas.

"Ada semacam kebanggaan ketika mereka lebih cepat menikahkan anaknya," katanya.

Karena itu, Henky mengakui tidak mudah untuk mencegah perkawinan anak sebab hal ini memang datang atas keinginan masyarakat. Namun UNICEF tetap mendorong pencegahan kasus perkawinan anak atau setidaknya meminimalkannya.

"Butuh kampanye menyeluruh. Caranya, kita sekarang mendorong pemerintah untuk bisa melokalisir. Seperti kasus di Wajo, Ibu Bupati sangat interest. Makanya bisa mendorong supaya ada pendidikan berkeluarga dan itu butuh pendekatan spesifik. Tidak ada pendekatan yang general untuk hal-hal seperti ini," katanya.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Makassar Mengganjal Hak Anak Difabel

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya