Peraih Kalpataru asal Sulsel, 15 Tahun Abdikan Diri di Rammang-Rammang

Ubah cara pandang mengenai karst

Makassar, IDN Times - Bertekad mengubah cara pandang masyarakat mengenai karst, sosok satu ini selalu berdiri di garda terdepan saat ada pihak-pihak yang ingin merusak keindahan karst Rammang-rammang. Dia beberapa kali terlibat aksi penyelamatan lingkungan di wilayah gugusan pegunungan kapur tersebut.

Sosok itu adalah Muhammad Ikhwan AM atau publik lebih mengenalnya dengan nama Iwan Dento. Dia aktivis lingkungan dari Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. 

"Dulu orang selalu berpikir kalau lihat karst, atau dulu dikenal batu gamping, orang selalu berpikir eksploitatif. Kalau tidak jadi semen, jadi marmer atau paling tidak jadi batu pondasi," kata Iwan Dento kepada IDN Times.  

Dia pun bertekad mengubah cara pandang itu dengan sebuah gagasan tanding. Gagasan tanding yang dimaksud adalah mendapatkan apa yang diinginkan dari konsep eksploitasi itu tanpa harus merusak fisik dari lingkungan itu. Salah satu contohnya adalah kegiatan ekowisata karena eksploitasinya menjual jasa lingkungan. 

"Bagi saya, penyelamatan karst itu dia penyelamatan ruang hidup. Kemudian, dia penyelamatan identitas," katanya. 

1. Perjuangan panjang sejak 2009

Peraih Kalpataru asal Sulsel, 15 Tahun Abdikan Diri di Rammang-RammangTokoh masyarakat Rammang-rammang, Iwan Dento/Instagram @iwandento

Sejak tahun 2009 lalu, Iwan bersama masyarakat setempat merawat kawasan karst Rammang-rammang yang menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati. Di tahun itu, dia pernah memotori warga untuk menolak kehadiran tambang saat pemerintah setempat memberikan izin bagi investor untuk membuka tambang batu marmer dan gamping.

Pada 2013, gerakan penolakan itu akhirnya membuahkan non hasil dengan dibatalkannya izin tambang. Kemudian pada 2015, kawasan Rammang-rammang pun mulai dibuka untuk pariwisata.

Baginya, penyelamatan Rammang-rammang baginya adalah penyelematan ruang hidup dan identitas. Selain ada flora dan fauna, ada pula sumber -sumber air yang sangat mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat setempat. Ditambah lagi, ada berbagai peninggalan prasejarah tertua di sana. 

"Jika itu hilang, berarti ada dua hal besar yang akan menjadi masalah bagi kita yaitu ruang hidup dan identitas," katanya.

2. Kalpataru yang semakin menguatkan tekad

Peraih Kalpataru asal Sulsel, 15 Tahun Abdikan Diri di Rammang-RammangIwan Dento menerima penghargaan Kalpataru dari Menteri KLHK di Jakarta, Selasa (6/6/2023). Instagram/iwandento.id

Atas dedikasinya itu, Iwan Dento akhirnya diganjar penghargaan Kalpataru kategori perintis lingkungan. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, di kantor KLHK, Jakarta, pada Selasa 6 Juni 2023 lalu. Penyerahan penghargaan ini bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia atau World Environment Day.

Kalpataru merupakan salah satu penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup. Penghargaan ini diberikan Pemerintah Indonesia kepada individu atau kelompok yang telah berkontribusi secara signifikan dalam merintis, mengabdi, menyelamatkan, dan membina perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 

"Kami berterima kasih terhadap semua teman-teman yang terlibat. Sejatinya piala itu bersama. Ibarat sepakbola, saya hanya disimbolkan saja sebagai kapten yang memegang pertama medali itu," katanya.

Iwan menjadi satu-satunya peraih Kalpataru dari Pulau Sulawesi. Ini bukan kali pertama dia masuk nominasi peraih penghargaan tersebut melainkan ketiga kalinya. 

Iwan tentu merasa bahagia karena dedikasinya terhadap Rammang-rammang akhirnya mendapat pengakuan dari negara setelah 15 tahun. Namun baginya, tujuan akhir pelestarian Rammang-rammang ini bukan hanya sampai meraih Kalpataru.

"Saya pertegas tujuannya bukan ke sana, bukan bahwa kita melakukan itu untuk mendapatkan Kalpataru. Tetapi saya bilang ini soal pengakuan negara terhadap perlawanan gagasan tanding yang didorong oleh masyarakat," kata Iwan.

Dengan meraih Kalpataru, semakin menguatkan tekad Iwan untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan tanding itu kepada semua pihak. Belum lagi ada kekhawatiran bahwa seolah-olah negara hanya berdiri di satu sisi.
  
"Kami coba memunculkan sisi lain dan salah satunya mungkin lewat Kalpataru itu. Iwan Dento melakukan ini bukan karena Kalpataru tapi ini soal pembenaran perlawanan terhadap gagasan-gagasan tanding," katanya.

Baca Juga: Merawat Bara Perlawanan Rammang-Rammang Menolak Tambang Marmer

3. Ingin terus konsisten merawat Rammang-rammang

Peraih Kalpataru asal Sulsel, 15 Tahun Abdikan Diri di Rammang-RammangIwan Dento (42), aktivis lingkungan warga Desa Salenrang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan dianugerahi penghargaan sebagai penjaga alam Karst Rammang Rammang. (Dok. Kementan)

Setelah meraih Kalpataru, Iwan dan masyarakat setempat tentu tak ingin menghentikan langkahnya. Sebab sia-sia belaka jika pemerintah tetap menutup ruang.

Iwan berharap penghargaan Kalpataru itu mampu membawanya untuk dipertimbangkan dalam konteks struktural. Dia berharap mampu mengintervensi kebijakan-kebijakan pemerintah khususnya terkait Rammang-rammang. 

Harapan Iwan itu terlebih lagi karena Rammang-rammang yang merupakan bagian dari Geopark Maros-Pangkep yang kini telah diakui UNESCO. Artinya, akan ada intervensi dunia terhadap aktivitas-aktivitas ekstraktif yang terjadi di kawasan karst Maros Pangkep terutama di Rammang-rammang.

Masyarakat setempat hanya berharap dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan karst Rammang-rammang. Walau bagaimanapun, mereka adalah masyarakat setempat yang merasakan langsung dampak jika terjadi eksploitasi berlebihan di sana.

"Kami sebenarnya berharap stakeholder itu melibatkan orang-orang seperti kami, orang-orang akar rumput. Jangan selalu kita dianggap bodoh dan tidak tahu apa-apa. Paling tidak ada pelibatan bahwa ada komitmen dan konsistensi di situ," kata Iwan.

Baca Juga: Kisah Iwan Dento Melawan Tambang di Rammang-rammang

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya