Kisah Iwan Dento Melawan Tambang di Rammang-rammang

Pelestarian karst berhubungan dengan kehidupan dan identitas

Makassar, IDN Times - Namanya berkaitan erat dengan karst, utamanya yang terbentang di kawasan Rammang-rammang. Tepatnya di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

IwanDento, demikian namanya. Dia beberapa kali terlibat aksi penyelamatan lingkungan di wilayah gugusan pegunungan kapur itu. Lelaki itu juga selalu berdiri di garda terdepan saat ada pihak-pihak yang ingin merusak keindahan karst. 

Iwan pernah memotori warga untuk menolak kehadiran tambang di kawasan karst saat pemerintah setempat memberikan izin bagi investor untuk membuka tambang batu marmer dan gamping di tahun 2009. Di tahun 2013, gerakan penolakan itu akhirnya membuahkan hasil dengan dibatalkannya izin tambang. Di tahun 2015, kawasan Rammang-rammang pun mulai dibuka untuk pariwisata. 

Karena usahanya itu, laki-laki yang bernama asli Muhammad Ikhwan AM ini pun dikenal sebagai perintis ekowisata Rammang-rammang. Namun kali ini dia lebih ingin disebut sebagai pemerhati karst.

Saat dihubungi IDN Times melalui sambungan telepon pada Jumat (17/9/2021), Iwan menceritakan kembali motivasi dan perjuangan awalnya untuk melestarikan karst Rammang-rammang.

"Sebenarnya kan motivasi utamanya itu adalah anak. Jadi secara sederhana saya punya anak, kemudian saya merasa kalau sesuatu yang baik di bumi ini itu harusnya dinikmati sendiri. Tidak menyusahkan anak-anak saya. Kalau kemudian dia berdampak pada wilayah-wilayah yang lebih luas, menurut saya itu bonus," kata Iwan.

Baca Juga: Rammang-Rammang, Gunung Karst di Maros yang Tak Kalah dari Halong Bay

1. Menjaga kelestarian dan keindahan karst Rammang-rammang

Kisah Iwan Dento Melawan Tambang di Rammang-rammangPegunungan karst di Desa Wisata Rammang-rammang Kabupaten Maros Sulsel, Kamis (17/6/2021). IDN Times/Asrhawi Muin

Bagi Iwan, kelestarian pegunungan karst ini sangat penting untuk dipertahankan dan dijaga. Karena menurutnya, berbicara soal karst atau lingkungan secara umum maka ada dua hal besar yang sebenarnya harus diselamatkan. Artinya, jika kedua hal itu tidak diselamatkan, maka keduanya akan hilang.

Kedua hal itu adalah kehidupan dan identitas. Jika karst itu rusak maka kehidupan sekitarnya juga akan rusak, mulai dari tercemarnya air, rusaknya pohon, flora dan fauna bahkan manusia itu sendiri. 

Begitu pula saat menyangkut soal identitas yang selalu berkaitan dengan kultur. Baginya, kultur dalam masyarakat tidak terlepas dari ruang. Maka dari itu, masyarakat dan lingkungannya perlu dibangun bersama. 

"Itulah alasan budaya-budaya kita lahir, dua hal besar itu menjadi alasan kenapa pelestarian lingkungan sangat penting," tutur Iwan.

Sebagai informasi, karst Rammang-rammang merupakan pegunungan kapur terluas ketiga di dunia setelah yang ada di China dan Vietnam. Keindahannya juga tidak main-main karena selain pegunungan kapur, ada juga panorama sawah, sungai dan hijaunya pepohonan.

Di kawasan ini juga ada ratusan gua yang tercatat pernah ditinggali manusia prasejarah. Salah satu gua yang terkenal adalah Gua Leang-leang karena di dinding gua itu terdapat lukisan yang diperkirakan berusia 40.000 tahun.

Belum lagi, keanekaragaman hayati yang terdapat di hutan-hutan sana. Semua keindahan ini merupakan bagian Geopark Maros-Pangkep yang kini diusulkan ke UNESCO. 

2. Membuat konsep tanding soal karst

Kisah Iwan Dento Melawan Tambang di Rammang-rammang

Dalam konteks Rammang-rammang, Iwan mengatakan bahwa yang dia dan masyarakat setempat lakukan adalah mencoba mendorong konsep tanding atau cara pandang berbeda dari cara pandang yang selama ini melekat tentang karst. 

"Selama ini berkembang bahwa ketika kita melihat kawasan karst, orang selalu berpikir itu bahan eksploitasi, komoditi, sesuatu yang bisa di rusak atau bisa dijual. Dijual dalam artian fisiknya," ucap Iwan. 

Konsep tanding yang mereka maksud adalah bahwa sebenarnya mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dari konsep eksploitasi itu tanpa harus merusak fisik dari lingkungan itu. Salah satu contohnya adalah kegiatan ekowisata karena eksploitasinya menjual jasa lingkungan. 

"Tetapi saya juga mau bilang bahwa pariwisata bukan satu-satunya konsep tanding yang ada. Ada banyak cara yang sudah dilakukan oleh beberapa teman-teman. Misalnya pertanian atau peternakan dan sebagainya. Hanya saja kebetulan di tempat kami yang sementara ini fokus itu konsep tanding berbasis ekowisata," katanya.

3. Membangun pemahaman yang sama dengan masyarakat

Kisah Iwan Dento Melawan Tambang di Rammang-rammang

Bergelut di dunia pelestarian lingkungan tentunya bukan hal mudah bagi Iwan, apalagi jika berkaitan dengan ekonomi. Dia menyebut jalan yang dilaluinya ini tidak lazim bagi orang kebanyakan.

Dia juga tahu betul bahwa berjuang melestarikan lingkungan juga sangat berisiko tinggi yang sayangnya tidak punya potensi jual besar. Sebab di satu sisi dia juga memiliki tanggung jawab pada keluarganya sementara di sisi lain ada tanggung jawab lain pada masyarakat sekitar dan lingkungan.

"Tantangan terbesarnya ketika memilih jalan itu dengan kondisi ekonomi yang juga harus dipikirkan," katanya. 

Tantangan terbesar kedua, lanjutnya, adalah bagaimana membangun pemahaman yang sama antara masyarakat. Sebab dia tak ingin sendirian dalam memahami pentingnya pelestarian karst.

Iwan dan masyarakat setempat pun akhirnya membangun pemahaman yang sama. Karena ini seharusnya memang menjadi kerja-kerja kolektif yang dilakukan oleh masyarakat. 

"Persoalan ini tidak hanya dikerjakan sendiri. Pada akhirnya kita menemukan banyak teman-teman yang care, yang support apa yang kita lakukan. Ada teman-teman akademisi, teman-teman media, komunitas bahkan pegawai pegawai pemerintahan juga ada," kata Iwan.

4. Tetap berkoordinasi dengan pemerintah

Kisah Iwan Dento Melawan Tambang di Rammang-rammangTokoh masyarakat Rammang-rammang, Iwan Dento. Dok.pribadi

Di awal-awal merintis konsep ekowisata, Iwan juga mengaku banyak pro dan kontra. Namun baginya itu bukan hambatan, melainkan tantangan yang harus dihadapi. 

Menurut Iwan, ketika masyarakat mampu membangun pemahaman yang sama maka itu menjadi poin tambahan yang sangat besar. Apalagi dengan adanya dukungan dari pemerintah setempat dalam hal ini tingkat desa.

"Memang kami lebih banyak terkoneksi dengan teman-teman di pemerintah desa. Tapi bukan berarti kami tidak berjejaring dengan pemerintah di atasnya. Kita kan juga kadang-kadang memang kondisinya itu tidak seperti yang kita harapkan. Karena mungkin persoalan birokrasi mereka, aturan mereka," katanya.

Namun lebih jauh lagi, Iwan merasakan banyak manfaat dengan menjadi pemerhati karst. Dengan jalan ini, dia merasa mampu menjaga kehidupan generasinya. Dia juga merasa mampu menjaga ruang-ruang hidup dan kebudayaan.

"Tetapi kalau kita berbicara finansial, kalau pun itu ada maka saya pikir itu hanya tambahan saja. Artinya pikiran kita tidak ke sana," katanya. 

Baca Juga: Jelajahi 7 Objek Wisata di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya