BMKG Sebut Akumulasi Curah Hujan Pemicu Banjir Bandang Luwu Utara

Curah hujan tinggi terjadi pada hari sebelum banjir datang

Makassar, IDN Times - Banjir bandang yang menerjang Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel) pada 13 Juli 2020 lalu, terjadi di saat sebagian besar wilayah di Indonesia sedang memasuki musim kemarau. Tingginya curah hujan disebut sebagai salah satu faktor pemicu terjadinya banjir. 

Kepala Bidang Analis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Indra Gustari, mengungkapkan bahwa Luwu Utara memang termasuk salah satu daerah di Indonesia yang curah hujannya selalu tinggi sepanjang tahun. Bahkan fenomena alam seperti el nino pada 2015 silam pun tetap membuat curah hujan Luwu Utara rata-rata lebih tinggi dari daerah lain.

"Luwu Utara adalah daerah yang curah hujannya hampir tinggi sepanjang tahun. Jadi hampir sepanjang tahun curah hujannya di atas 50 mm," kata Indra Gustari dalam konferensi pers BNPB via streaming terkait penanganan banjir bandang di Luwu Utara, Minggu (19/7/2020).

1. Banjir di Luwu Utara terjadi, salah satunya karena akumulasi hujan

BMKG Sebut Akumulasi Curah Hujan Pemicu Banjir Bandang Luwu UtaraKondisi pasca banjir di Masamba Luwu Utara, Kamis (16/7/2020). Humas Pemprov Sulsel

Indra menjelaskan, curah hujan yang menyebabkan banjir di Masamba, Luwu Utara, bukanlah semata-mata hujan yang turun di tanggal 13 Juli atau di hari kejadian. Di hari sebelumnya, yaitu 12 Juli, curah hujan bahkan lebih tinggi. 

Jika curah hujan pada tanggal 13 Juli berada di bawah 50 mm atau 30-40 mm dalam sehari, maka pada tanggal 12 curah hujan justru berada di atas 50 mm yaitu 85-90 mm. Kondisi curah hujan di atas 50 mm telah berlangsung selama 10 hari terakhir. 

"Jadi curah hujan atau banjir di Masamba ini bukan hanya diakibatkan oleh hujan yang turun pada tanggal 13 Juli. Tetapi juga akumulasi dari hujan yang turun di hari-hari sebelumnya," kata Indra.

2. Tidak semua daerah mengalami musim kemarau di bulan Juli

BMKG Sebut Akumulasi Curah Hujan Pemicu Banjir Bandang Luwu UtaraANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Pada bulan Juli, kata Indra, sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya bagian selatan ekuator berada pada periode musim kemarau. Namun masih adanya daerah dengan curah hujan tetap tinggi bahkan banjir dipengaruhi oleh wilayah Indonesia yang sangat luas.

"Luasnya wilayah kita berakibat pada pola cuaca dan iklimnya tidak seragam. Jadi walaupun musim kemarau, tidak semua daerah Indonesia itu berada pada musim kemarau. Demikian juga ketika musim hujan," kata Indra.

Daerah lain yang curah hujannya juga tinggi meskipun musim kemarau antara lain adalah Sumatera bagian selatan dan Jawa. Sedangkan daerah lain seperti Maluku dan Papua bagian barat berkebalikan dengan kondisi di Sumatera bagian selatan dan Jawa.

"Ketika di Jawa merupakan puncak dari periode kemarau atau periode kering di Juni, Juli dan Agustus, di daerah Maluku, Papua Barat menghadapi periode di mana puncak musim hujannya," kata Indra.

Baca Juga: [FOTO] Kondisi Para Pengungsi Korban Banjir Bandang Masamba Luwu Utara

3. Sebanyak 64 persen wilayah Indonesia sedang musim kemarau

BMKG Sebut Akumulasi Curah Hujan Pemicu Banjir Bandang Luwu UtaraANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Saat ini, ada sekitar 64 persen wilayah Indonesia yang mengalami musim kemarau, sedangkan 36 persen lainnya masih mengalami musim hujan. Daerah-daerah yang mengalami musim hujan, kata Indra, masih berpotensi mengalami curah hujan tinggi. 

Indra menyebutkan daerah-daerah di Jawa, Bali, Nusa Tenggara sebagian sudah hampir 21 hari atau satu bulan tidak mengalami hujan. Bahkan ada satu titik di Kupang yang sudah 70 hari tidak ada hujan. Maka dari itu, semua daerah tetap harus waspada baik karena musim kemaru maupun musim hujan.

"Ada daerah yang perlu waspada terhadap curah hujan rendah atau kemarau yang kering dan ada daerah yang perlu waspada terhadap curah hujan tinggi," jelas Indra.

Baca Juga: Viral Balita Korban Banjir Masamba Berlumur Lumpur Ditemukan Selamat

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya