TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penanganan Kasus Anak di Luwu Timur Salah dari Awal

P2ATP2A Makassar menjelaskan cara penanganan korban

Ibu korban saat melapor ke P2TP2A Makassar, 2019 lalu. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Tim Reaksi Cepat (TRC) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Makassar menyoroti kasus dugaan pencabulan tiga anak oleh ayahnya di Luwu Timur. 

Ketua Tim TRC P2TP2A Makassar Makmur mengatakan, langkah penanganan kepada tiga anak tersebut sudah salah dari awal. Diketahui korban bersama ibunya melapor ke P2TP2A Lutim sebelum ke polisi.

"Makanya hami heran, apakah mungkin teman-teman di sana itu tidak tahu atau tahu (cara penanganan)," kata Makmur kepada IDN Times, Sabtu (16/10/2021).

Baca Juga: Psikolog Ungkap Tanda Kekerasan Seksual pada 3 Anak di Lutim

1. Kekerasan seksual terhadap anak masuk dalam kategori kasus merah

Korban saat dirawat di P2TP2A Makassar. Sabtu, 21 Desember 2019. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makmur menyebut kategori kasus seperti ini masuk dalam daftar merah atau kasus berat. Artinya, kasus yang betul-betul harus ditangani dengan serius.

"Seharusnya ketika ada pelapor seperti ini, mereka mengamankan dulu pelapor dengan anaknya yang menjadi korban," ujar Makmur.

Langkah pengamanan yang dimaksud adalah tidak menghubungi pihak mana pun, apalagi terlapor sebagai upaya klarifikasi terkait laporan.

"Itu juga tidak bisa langsung diasesmen ini anak, harus melihat kondisi kapan waktu yang tepat, anak ini layak diasesmen," ujar Makmur.

Ketika hasil asesmen telah diketahui, barulah petugas bisa merujuk apakah korban mesti dikonseling atau divisum.

"Konseling ini juga terbagi, sampai dokter, psikolog dan hal lain yang menyangkut pengalaman yang dialami si anak. Jadi tidak buru-buru menyimpulkan," ucapnya.

2. Waspadai celah yang bisa dimanfaatkan terlapor

Ketua TRC P2TP2A Makassar Makmur. IDN Times/Sahrul Ramadan

Menurut Makmur, karena konteks kasus yang serius, keamanan dan privasi korban mesti dijaga dan tak boleh seorang pun diketahui, selain petugas yang mendampingi. Dikhawatirkan, terlapor memanfaatkan cela dan segala cara agar kasus ini bisa dimediasi dan tuntas tanpa diketahui pelapor.

"Kita harus menjaga dengan baik klien kita ini. Karena ini sangat urgen, pihak terlapor melakukan sesuatu hal yang tidak diinginkan dan frontal, seperti membujuk atau melobi bahkan membayar kita. Makanya kita tidak mau kalau ini yang kemudian terjadi tapi cela itu dimanfaatkan," Makmur menerangkan.

Makmur bilang, ada indikasi pelanggaran kode etik dalam penanganan dan pendampingan pelapor dan korban oleh petugas di Lutim. "Kok bisa-bisanya (petugas) menelpon terlapor dan mempertemukan juga itu anak. Padahal itu sangat tidak boleh sekali. Itu tidak dibenarkan dalam pelayanan," dia melanjutkan.

Baca Juga: Polri Buka Kembali Penyelidikan Dugaan Pemerkosaan Anak di Luwu Timur

Berita Terkini Lainnya