TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar Unhas: Banjir-Longsor di Luwu karena Degradasi Lahan

Pembukaan lahan dan alih fungsi hutan harus dihentikan

Tanah longsor menerjang sebuah rumah di Kabupaten Luwu, Minggu (3/10/2021). Dok. BNPB

Makassar, IDN Times - Bencana banjir  dan tanah longsor di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Minggu (3/10/2021), menelan empat korban jiwa. Bencana hidrologi itu menerjang setidaknya wilayah di enam kecamatan.

Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Prof Adi Maulana mengatakan bencana di Luwu terjadi akibat pembukaan lahan yang masif.

"Jika berdasar pada fakta-fakta di lapangan, pembukaan lahan memang masih menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir, terutama di daerah dengan karakteristik topografi pegunungan," kata Adi Maulana kepada IDN Times, Sabtu (5/10/2021).

Baca Juga: Tim SAR Temukan Empat Jenazah Korban Tertimbun Longsor di Luwu

1. Perlu pembenahan dari hulu ke hilir

Tanah longsor di Luwu, Sulawesi Selatan. Dok. BNPB/Komunitas Drone Tanah Luwu

Menurut Adi, kejadian banjir dan tanah longsor bisa menjadi peringatan bagi pemerintah. Perlu pembenahan segera untuk meniminalisir risiko bencana serupa di masa depan. Dalam hal ini upaya mitigasi dari hulu ke hilir.

"Di bagian hulu yaitu bagaimana dapat mengontrol alih fungsi lahan agar perambahan hutan tidak semakin parah, sehingga air hujan yang jatuh di bagian hulu dapat diserap secara maksimum ke dalam tanah," Adi menjelaskan.

Di bagian hilir, perlu mengatur dengan jelas tata kelola ruang bagi masyarakat. Misalnya wilayah di sekitar sungai harus dijadikan daerah hijau yang tidak boleh untuk pemukiman. Langkah-langkah seperti itu yang bisa segera diambil pemerintah.

2. Mesti dibarengi dengan sosialisasi

Ilustrasi pasca-banjir bandang (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Prof Adi mengatakan, pembenahan mesti dibarengi dengan sosialisasi. Sehingga masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai punya kepedulian menghadapi bencana.

"Seperti bagaimana mengevakuasi, mengenali tanda-tanda terjadinya banjir dan mengenali tempat yang telah ditentukan jika harus mengungsi," ucapnya.

Langkah berikutnya adalah pemerintah mesti meninjau kembali rencana tata ruang wilayah (RTRW), terutama pola ruang dan struktur ruang. Di sisi lain, Prof Adi menambahkan, curah hujan semakin hari akan semakin ekstrem, sehingga anomali cuaca akan sering terjadi di masa yang akan datang.

"Oleh karena itu, manusialah yang harus beradaptasi agar ketika bencana terjadi di masa yang akan datang, kita dapat mengurangi risikonya," Adi menambahkan.

Berita Terkini Lainnya