TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Seko, Potret Masyarakat Terpencil yang Menanti Sentuhan Pembangunan

Jika ke kota, warga membayar jasa ojek hingga Rp1,5 juta!

Aktivitas masyarakat Kecamatan Seko,Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. IDN Times/Asrhawi Muin

Luwu Utara, IDN Times - Pegunungan hijau dengan langit biru jernih menyambut IDN Times ketika mengunjungi Seko di penghujung tahun 2019 atau tepatnya 31 Desember. Pepohonan yang menjulang dan luasnya padang rumput memberikan nuansa misterius, sekaligus indah.

Itulah Seko, sebuah kecamatan yang terletak di utara Sulawesi Selatan. Cuaca cukup terik saat kami tiba di wilayah yang masuk Kabupaten Luwu Utara itu. Meski demikian, udara Seko masih bersih serta sejuk. Tak hanya itu, Seko merupakan tempat yang jauh dari kebisingan.

IDNTimes berkunjung ke sana merupakan bagian dari perjalanan Gubernur Sulawesi Selatan NurdinAbdullahbertajukSeko Expedition. Gubernur Nurdin bermaksud meninjau langsung pembangunan jalan di sana, sekaligus mengajak rakyat untuk menikmati malam pergantian tahun bersama-sama.

1. Menikmati lukisan pagi di Kecamatan Seko

Suasana di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. IDN Times/Asrhawi Muin

Riuh kembang api terdengar kontras di langit Seko yang biasanya hening. Ini menjadi salah satu penanda bahwa 1 Januari 2020 telah datang.

Saat subuh di tahun baru, IDN Times bisa menyaksikan bukit dan gunung di Desa Padang Balua--tempat kami menginap-- masih berselimutkan kabut tipis. Barisan Pegunungan Kambuno yang menjulang tinggi dan lembah-lembah mulai nampak ketika matahari menampakkan diri di ufuk Timur.

Bak lukisan, pemandangan itu dilengkapi dengan rumah-rumah warga yang sebagian besar adalah rumah panggung berdinding papan,  berjajar rapi di sisi kanan dan kiri jalan.

Lokasi yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan tak membuat denyut kehidupan di desa ini mati. Walau masih sangat pagi, beberapa sepeda motor yang mengangkut banyak beban sudah mulai hilir mudik. Mungkin itu hasil tani yang hendak dijual ke Masamba, ibu kota Luwu Utara.

Anak-anak yang tengah menghabiskan masa libur sekolahnya juga terlihat bermain dan bersenda gurau dengan teman sebayanya. Sementara para perempuan terlihat membersihkan pekarangan rumah masing-masing.

Baca Juga: Menyusuri Jalur Ekstrem Sabbang-Seko di Luwu Utara

2. Mayoritas warga Seko beragama Kristen

Suasana di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. IDN Times/Asrhawi Muin

Pemilik rumah yang kami tempati menginap mengajak kami berbincang santai. Dia adalah seorang laki-laki paruh baya. Namanya Jabir, sekretaris desa di Desa Padang Balua.

Istrinya juga tidak kalah ramah. Saat kami terbangun, hidangan sederhana berupa kopi panas sudah tersaji di dalam cangkir-cangkir. Mereka menjamu kami seolah kami keluarga yang baru saja tiba.

"Di sini jumlah penduduk sekitar 14.000 jiwa. Sekitar 4.000 adalah Muslim dan 10.000 lainnya adalah Kristiani," kata Jabir saat berbincang-bincang di beranda rumahnya.

Jabir dan keluarganya sendiri adalah penganut Islam. Tampak dari penampilan sang istri yang selalu mengenakan hijab. Di dinding rumahnya juga terlihat gambar kaligrafi Arab. Jabir juga selalu terlihat memakai peci.

Meski beragam, namun masyarakat Seko hidup dengan akur. Setiap orang bebas beribadah sesuai kepercayaannya masing-masing. Beberapa gereja dan masjid sebagai penunjang aktivitas beribadah masyarakat.

3. Warga Seko harus menempuh jarak 127 kilometer untuk menjual hasil tani

Deretan bukit dan lembah curam yang menemani perjalanan menuju Kecamatan Seko di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. IDN Times/Asrhawi Muin

Mayoritas warga di Kecamatan Seko adalah petani dan peternak. Untuk menjual bahan hasil pertanian dan peternakan itu, warga harus menempuh jarak sekitar 127 kilometer menuju Kota Masamba. 

Jalurnya juga tidak mudah karena harus melewati jalan berlumpur dan berkubang. Untuk melalui medan jalan yang cukup berat itu, warga bahkan harus memodifikasi motornya dengan menggunakan ban trail. Motor seperti inilah yang digunakan untuk mengojek.

"Selama ini, masyarakat Seko jika turun ke kota menggunakan ojek. Karena ada pesawat tapi itu kendaraan masyarakat elit. Oleh karena itu, kami lebih banyak menggunakan ojek," kata Jabir. 

Jabir menuturkan bahwa dirinya bahkan pernah membayar sewa ojek sebesar Rp Rp1,5 juta untuk perjalanan dari Seko ke Masamba. Hal ini pula yang membuat harga kebutuhan pokok di Kecamatan Seko juga begitu mencekik warga.

"Harga gula di sini Rp20.000 per kilogram. Karena ini kan dibeli dari kota, sementara untuk ke kota sangat jauh dan jalur transportasi juga tidak mendukung," ucapnya.

Baca Juga: Upaya Seko Melepas Stigma Daerah dengan Tarif Ojek Sangat Mahal

Berita Terkini Lainnya