WALHI Desak Belanda Selesaikan Konflik Tambang Pasir Laut di Makassar
Nelayan sangat dirugikan aktivitas tambang oleh PT Boskalis
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan (WALHI Sulsel) mendesak Pemerintah Belanda melalui kedutaan besarnya untuk bisa membantu menyelesaikan konflik terkait aktivitas tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan Kecamatan Sangkarrang Makassar. Pasalnya aktivitas tambang tersebut dilakukan oleh PT Royal Boskalis yang merupakan perusahaan asal Belanda.
Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Muhammad Al Amien, meminta agar pemerintah Belanda juga turun tangan dalam menyelesaikan konflik ini. Dia menilai, pemerintah Belanda melalui kedutaan besarnya wajib menjalankan instrumen HAM dan kewajiban ekstrateritorial yang diatur dalam perjanjian internasional.
"Dalam konteks penyelesaian konflik antara nelayan dan Boskalis itu sebaiknya pemerintah Belanda juga mengambil peran karena kedutaan besar Belanda sudah diatur kesepakatan internasional di mana mereka wajib menjalankan kewajiban ektrateritorial. Salah satunya adalah menjalankan instrumen HAM dalam setiap bisnis yang mereka jalankan di Indonesia," kata Amien kepada IDN Times, Minggu (5/7/2020).
Ekstrateritorial merupakan wilayah yang diakui secara internasional sebagai bagian dari suatu negara meskipun berada di tengah negara lain. Hal ini bisa dilihat dari adanya perwakilan negara lain di suatu negara seperti dengan menempatkan kedutaan besar.
1. Nelayan geram karena PT Royal Boskalis tak penuhi janji
Konflik antara nelayan di Kepulauan Sangkarrang Makassar dengan PT Boskalis terkait dengan aktivitas tambang pasir laut kian meruncing. Berkali-kali mereka telah melakukan perlawanan terhadap perusahaan tersebut.
Yang terbaru, mereka melakukan aksi menuntut pemberhentian aktivitas tambang pasir laut dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah tangkap nelayan pada Sabtu, 4 Juli 2020 kemarin. Bahkan kapal sedot pasir milik Boskalis pun dihadang dan berhasil dibuat kabur.
Aksi itu dianggap sebagai perlawanan terbesar mereka lantaran PT Royal Boskalis tidak menjalankan perjanjian yang telah dibuat oleh nelayan pada 28 Juni 2020 lalu. Dalam perjanjian tersebut, Boskalis sepakat untuk menghentikan sementara tambang pasir laut dan menyelesaikan seluruh masalah yang menjadi tuntutan para nelayan.
"Artinya, kemarahan masyarakat di Pulau Kodingareng atau Pulau Sangkarrang itu sudah sangat besar dan perlu tanggapan serius dari pemerintah," kata Amien.
Baca Juga: Abrasi Parah di Galesong Takalar, 19 Rumah Terancam Hilang
Baca Juga: WALHI Sulsel Minta Pembangunan Masjid 99 Kubah Dipindahkan