Cerita Soeharto, Kecewa dan Enggan Bertemu Habibie Hingga Akhir Hayat
Referendum terhadap Timor Timur memperburuk hubungan mereka
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Bacharuddin Jusuf Habibie, yang meninggal Rabu (11/9) merupakan salah satu orang dekat dan kepercayaan Presiden RI ke-2, HM Soeharto. Keduanya akrab jauh sebelum Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden pada 21 Mei 1998.
Kedekatan mereka bermula saat Soeharto melalui Ibnu Sutowo meminta Habibie pulang dari Jerman pada tahun 1973. Setahun berselang, Habibie melepaskan jabatan dan prestasinya untuk kembali ke Indonesia. Dia langsung diangkat sebagai penasihat pemerintah bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi, yang langsung di bawah Presiden.
Kecerdasan Habibie membuatnya dipercaya oleh Soeharto untuk memimpin pengembangan industri di Indonesia. Antara lain ditunjuk sebagai CEO Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), serta tiga periode menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Namun, siapa sangka, dinamika politik di masa reformasi berujung renggangnya hubungan mereka. Soeharto yang lengser dari kursi presiden bahkan enggan bertemu lagi dengan Habibie. Habibie beberapa kali berupaya menemui atau menghubungi Pak Harto, namun selalu gagal. Hingga akhirnya Soeharto meninggal pada 27 Januari 2008.
Baca Juga: Pemikiran dan Gagasan BJ Habibie Demi Indonesia yang Lebih Baik
Baca Juga: Pertanyaan BJ Habibie yang Belum Terjawab Hingga Akhir Hayatnya
1. Soeharto kecewa pada sikap Habibie yang tiba-tiba berubah dalam hitungan hari
Keengganan Soeharto menemui Habibie diungkapkan adik tirinya, Probosutedjo dalam Memoar Romantika Probosutedjo: Saya Dan Mas Harto yang ditulis Alberthiene Endah. Dikisahkan bahwa pada 20 Mei 1998 malam, Soeharto menerima kabar tentang mundurnya 14 menteri. Yang lebih mengejutkan, tiba-tiba Habibie menyatakan bahwa dirinya siap dan sanggup menjadi pengganti Soeharto sebagai presiden.
Probosutedjo mengatakan malam itu dia, Soeharto dan Siti Hadijanti Rukmana (Mbak Tutut), duduk lama di ruang tamu kediaman Cendana. Dia menggambarkan wajah Soeharto redup, namun tenang.
Menurut Tedjo, Soeharto terkejut karena keputusan Habibie berubah drastis hanya dalam hitungan hari. Habibie sebelumnya menyatakan tidak sanggup menjadi presiden, tapi kemudian tiba-tiba menyatakan sanggup setelah 14 menteri meninggalkan Soeharto.
"Ini membuat kakak saya menjadi sangat kecewa. Hari itu juga dia memutuskan untuk tidak mau menegur atau berbicara dengan Habibie. Kabarnya, malam itu Habibie menghubungi Mas Harto lewat telepon, tapi Mas Harto enggan bicara," katanya seperti dikisahkan Endah (2010: halaman 594).