Sulawesi Utara Peringkat 2 Nasional Rawan Isu Netralitas ASN di Pemilu

Manado, IDN Times – Bawaslu RI baru saja meluncurkan data terkait provinsi paling rawan isu netralitas aparatur sipil negara (ASN) jelang Pemilu 2024. Dalam data yang diluncurkan pada Kamis (21/9/2023) ini, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menempati urutan kedua setelah Maluku Utara.
Baru-baru ini, Sulut memang dihebohkan dengan video yang menunjukkan dugaan Camat Kalawat, Ferlie Indriani Nassa, mengampanyekan caleg asal PDIP. Selain itu, Panglima Panji Yosua Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), James Sumendap, juga melakukan hal yang sama.
Dugaan kampanye tersebut dilakukan James Sumendap dalam acara pemakaman warga beberapa waktu lalu. Meski diduga saat itu ia datang dalam kapasitasnya sebagai Panglima Panji Yosua GMIM, James Sumendap hingga saat ini juga masih menjabat sebagai Bupati Minahasa Tenggara.
Menanggapi data dari Bawaslu RI, Sekretaris Provinsi Sulut, Steve Kepel, menyebut bahwa ASN di Sulut pada umumnya netral. Ia mengaku selalu menekankan netralitas ASN ketika mendekati kontestasi politik. “Sesuai aturan yang berlaku, ASN harus netral,” ucap Steve, Jumat (22/9/2023).
1. Sekprov Sulut sebut hanya oknum

Ia mengatakan bahwa ASN yang melanggar netralitas Pemilu tersebut hanya oknum, tidak mencerminkan ASN secara kesluruhan di Sulut. “Itu kan hanya oknum, secara keseluruhan ASN tetap netral,” tambah Steve.
Menurut Dosen Kepemiluan Unsrat, Ferry Liando, netralitas ASN sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Di sisi lain, ia ada beberapa penyebab yang menjadikan ASN terlibat dalam pemenangan calon tertentu.
Salah satu yang paling umum adalah kepentingan karier dalam jabatan struktural pemerintahan. “Bagi ASN non-job, keterlibatan dalam pemenagan calon bermotif untuk mendapatkan jabatan strukturan dalam pemerintahan. Bagi ASN yang sedang memiliki jabatan bermaksud agar dipromosikan dalam jabatan yang lebih tinggi dan atau agar jabatannya dipertahankan,” jelas Ferry.
2.Modus keberpihakan ASN

Ferry menyebut, biasanya ada beberapa modus yang dilakukan oleh ASN yang berpihak terhadap calon tertentu, yaitu:
- Penempatan lokasi program/proyek pada wilayah pemilihan calon yang didukung;
- Distribusi bantuan sosial pada lokasi-lokasi tertentu yang menurut hasil survey, tingkat elektabilitas calon yang didukung masih rendah;
- Pemberian fasiltitas proyek kepada tim sukses;
- Pemberian jatah tenaga honorer bagi kerabat-kerabat tim sukses;
- Pengadaan dan memasang sendiri baliho calon;
- Menawarkan diri menjadi panitia dalam kegiatan-kegiatan ormas atau keagamaan;
- Membantu menyediakan konsumsi dan uang transport untuk tim sukses/tim pemenangan;
- Merebut jabatan-jabatan keagamaan agar mudah memobilisasi anggota;
- Menyediakan bunga-bunga ucapan pada perkawinan atau pristiwa kematian atas nama calon.
3.Perluas kewenangan DKPP

Menurut Ferry, ada beberapa tindakan untuk mengatasi ketidaknetralan ASN. Yang pertama, perlunya sanksi bagi pejabat yang tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu jika terbukti ada ASN yang tidak netral.
“Selama ini banyak kepala daerah yang tidak menindaklanjuti ASN yang dinyatakan oleh Bawaslu tidak netral. Jika terdapat rekomendasi dari Bawaslu atas adanya ketidaknetralan harusnya ASN tidak bisa dinaikan pangkat atau dipromoskani pada jabatan yang lebih tinggi,” sambung Ferry.
Selain itu, Ferry menyebut perlu adanya revisi terhadap Undang-Undang Pemilu Tahun 2017, terutama terkait kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP seharusnya diberi kewenangan menyelesaikan dugaan pelanggaran kode etik yang tak hanya dilakukan oleh penyelenggara pemilu, tetapi juga caleg, ASN, hingga aparat desa.