TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Buku tentang Makassar yang Perlu Kamu Baca

Dari yang membahas musik, klub PSM, sampai warung kopi!

Kolase Berbagai Sumber

Lelah dengan stereotype tentang Makassar yang selama ini kamu baca atau dengar? Jangan keburu pesimis. Makassar punya segudang hal menarik.

Di tengah ruwetnya kemacetan dan cuaca terik, tersimpan kekayaan kisah yang mengiringi perkembangan kota ini selama ratusan tahun.

Nikmatnya kuliner, beragam tradisi unik, kawasan-kawasan yang menjadi landmark pasti sering kamu baca di brosur-brosur wisata. Tapi Makassar lebih dari itu.

Ingin mengenal Kota Daeng lebih dalam tapi bingung harus mulai dari mana? Nah, lima buku unik ini bisa menjadi pintu masuk menjelajahi setiap sisi kota Makassar.

Baca Juga: 5 Spot Terbaik Menikmati Sunset di Makassar, Mana Favorit Kamu? 

1. Makassar Nol Kilometer

Instagram.com/kampungbuku

Makassar Nol Kilometer Penerbit Ininnawa, 2011) jadi buku pertama yang membahas ibu kota Sulawesi Selatan dari sudut pandang lain. Setebal 273 halaman, pembaca diajak mengenal lebih dalam potret penduduk dan segala kebiasaan sehari-hari.

Mulai dari fenomena rombongan pengiring jenazah yang akan dimakamkan, tawuran antar kelompok, lika-liku menjadi suporter tim sepak bola PSM, payabo (pemulung) pengais rezeki di jalanan besar hingga gang, hingga pete-pete sebagai angkutan umum andalan masyarakat.

Tak lupa, beberapa landmark Makassar turut dibahas. Ada Lapangan Karebosi, Pantai Losari, Benteng Fort Rotterdam dan Masjid Mamajang. Kuliner pun gak ketinggalan. Testimoni tentang lezatnya coto, sarabba, pallubasa dan buroncong tertuang lugas dalam bahasan beberapa artikel.

2. Jurnalisme Plat Kuning

Instagram.com/kampungbuku

Buku Jurnalisme Plat Kuning (Tanahindie Press, 2014) sejatinya adalah kompilasi tulisan yang berasal dari situs MakassarNolKm.com, sebuah situs jurnalisme warga berisi cerita-cerita menarik atau bahasan hal-hal yang kerap luput dari amatan.

Dengan tebal 404 halaman, buku ini membahas Makassar sebagai kota yang tengah menghadapi perkembangan pesat namun enggan melepas identitas lokal dan sejarahnya. Ada denyut warung kopi di tengah keramaian pasar, usaha tembakau yang pernah berjaya, kemacetan kota dari mata seorang perantau, keluhan kaum disabilitas atas kurangnya fasilitas umum untuk mereka, hingga terancamnya warung-warung kecil setelah minimarket hadir.

Menyoal modernisasi, turut pula dibahas proyek revitalisasi Pantai Losari serta Center Point of Indonesia di lepas pantai, sebagai upaya Makassar memperbarui citra sekaligus demi mengejar predikat "kota dunia."

3. Chambers: Makassar Urban Culture Identity

Instagram.com/kampungbuku

Terbit bersamaan dengan hajatan festival musik Rock In Celebes 2013, buku Chambers: Makassar Urban Culture Identity (Chambers Books, 2013) ini membahas secuil perkembangan budaya populer anak muda Makassar sejak dekade 2000-an dari kacamata outlet distro terbesar.

Namun narasi utamanya adalah musik. Chambers tak melulu perihal jualan kaos, mereka aktif membuat rangkaian konser bertajuk Chambers Show sejak 2004. Anak-anak muda yang tumpah ruah menikmati alunan musik band-band indie lokal dari beragam genre. Mulai dari metal, alternative rock sampai ska.

Turut pula dibahas bagaimana musik berpengaruh pada gaya berpakaian anak muda Makassar. Mereka tak segan nongkrong mengenakan kaos artwork band, kemudian tampil beda dari ujung rambut sampai ujung kaki.

4. Pasar Terong Makassar: Dunia Dalam Kota

Instagram.com/kampungbuku

Keriuhan aktivitas jual beli di Pasar Terong, pasar terbesar di Makassar dan di kawasan Indonesia Timur, terekam dengan baik dalam buku terbitan Penerbit Ininnawa ini. Rilis pada tahun 2014, Pasar Terong Makassar: Dunia Dalam Kota turut menambah warna-warni Kota Daeng yang tertuang dalam literatur.

Didasarkan dari catatan para anggota organisasi nirlaba AcSI (Active Society Institute), pasar yang sudah eksis sejak dekade 1960-an ini menyimpan manis getir, suka duka, kegagalan dan keberhasilan para pelaku jual-beli. Semuanya dijabarkan dalam buku setebal 240 halaman ini.

Ada juga prinsip persaudaraan antar pedagang yakni sitallassiki paranta rupa tau (saling menghidupi sesama manusia), tarik ulur upaya relokasi pedagang ditambah kebijakan penataan milik pemerintah dari sudut pandang seorang preman.

Baca Juga: 10 Rekomendasi Lembah Terindah di Indonesia, di Sulsel Ada Ramma

Berita Terkini Lainnya