TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aroma Khas Buku-buku Lama di Perpustakaan Kota Makassar

Gedung perpustakaan kurang tampak di antara bangunan lain

Perpustakaan Kota Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Bangunan yang terletak di Jalan Lamaddukelleng No 3 itu tampak lenggang. Hingar bingar kendaraan yang berlalu lalang seolah tak akan mengusik siapa pun yang berada di dalam.

Jika tak ada papan besar yang terpasang di pagar bertuliskan 'Perpustakaan Kota Makassar', mungkin tak banyak orang yang menyadari bahwa bangunan itu sejatinya merupakan sebuah perpustakaan. Maklum, bangunan di sebelahnya terlihat lebih menonjol dibanding bangunan itu.

Perpustakaan Kota Makassar merupakan sebuah bangunan berlantai tiga yang didominasi cat berwarna oranye dan hijau. Bangunan ini terdiri dari tiga lantai. Lantai satu digunakan sebagai gedung pertemuan, lantai dua untuk perpustakaan dan lantai tiga sebagai tempat penyimpanan buku-buku sejarah Makassar.

Ketika IDN Times bertandang, Rabu (29/1), beberapa orang pengunjung terlihat sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang membaca buku, membaca koran, hingga mengerjakan sesuatu dengan laptop yang dibawanya. Mereka tetap fokus di antara suara berderit dari kipas angin yang terpasang di dinding.

1. Sebagian besar koleksi merupakan buku-buku lama

Buku-buku koleksi di Perpustakaan Kota Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Saat memasuki ruangan di lantai dua perpustakaan kota, aroma buku-buku tua seketika menyambut indra penciuman. Aroma yang cukup menyenangkan bagi sebagian orang, khususnya para book sniffer atau mereka yang senang dengan aroma kertas buku.

Ruangan perpustakaan di lantai dua tidak begitu luas. Di sana ada banyak rak buku. Berbagai jenis buku mulai dari buku tentang ilmu pengetahuan, bahasa, hingga novel terlihat berjajar rapi mengisi rak-rak buku itu. 

Sayangnya, buku-bukut tersebut seperti kurang terawat. Sebagian besar terlihat lusuh dan berdebu. Sampul pada sejumlah buku tampak mulai koyak dimakan usia, begitu pun dengan kertasnya yang mulai menguning. 

Tak hanya itu, buku-buku yang menjejali setiap rak sebagian besar adalah buku edisi lama. Hampir tak ada buku edisi terbaru yang dipajang. Maka jangan harap akan ada buku dengan sampul mengilat di sini.

Baca Juga: Menengok Museum Kota Makassar: Sepi di Tengah Belantara Urban

2. Koleksi buku kurang lengkap

Buku-buku koleksi di Perpustakaan Kota Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Salah satu pengunjung, Ulfa, juga mengakui persoalan buku tua itu. Menurutnya, suasana di Perpustakaan Kota sebenarnya cukup nyaman, tenang dan adem. Hanya saja, bagi Ifa, koleksi buku perlu diperbarui.

"Suasananya terbilang tenang. Tapi kalau keadaan buku atau fasilitasnya, masih ada yang perlu dibenahi. Bukunya rata-rata terbitan lama. Jadi perlu pembaruan buku," ujar Ulfa saat berbincang santai dengan IDN Times.

Ulfa bersama kedua rekannya mengaku datang ke perpustakaan tersebut untuk mencari referensi tentang bahan penelitian skripsi. Namun dia yang mencari referensi mengenai kebudayaan, harus cukup kecewa lantaran tidak semua buku yang dicarinya ada di perpustakaan itu.

"Kita datang untuk cari referensi buat penelitian skripsi. Tapi referensinya kurang, ada yang dapat ada yang tidak. Jadi kalau bisa, setiap perpustakaan harus bisa tambah buku-bukunya supaya orang berniat juga mendatangi," katanya.

3. Pengadaan buku dilakukan meski terbatas

Suasana di dalam Perpustakaan Kota Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Menjawab hal ini, Tulus Wulan Juni selaku pustakawan Dinas Perpustakaan Kota Makassar mengaku, sebenarnya tidak ada yang namanya buku tua dalam perpustakaan. Sama dengan kitab suci yang tak akan pernah tua, demikian halnya buku yang akan selalu termasuk baru dalam ilmu pengetahuan.

Bahkan, kata dia, dalam Undang-undang Perpustakaan, buku yang berusia di atas 50 tahun adalah buku langka yang harus dilestarikan.

"Hanya saja cover yang sudah tua atau rusak. Tetapi isi adalah harta karun dan rujukan bagi yang membutuhkan. Dinas Perpustakaan setiap tahun juga mengadakan penambahan walaupun jumlahnya masih terbatas," ungkap Tulus.

Penambahan judul buku, lanjutnya, dilakukan setiap tahun melalui pengadaan, penerbitan, maupun sumbangan. Meski begitu, ia mengaku bahwa pengadaan koleksi buku itu memang masih sangat terbatas namun tetap diupayakan setiap tahun.

Baca Juga: Gereja Katedral Makassar, Simbol Toleransi Beragama di Tanah Daeng

Berita Terkini Lainnya